Mohon tunggu...
Marya Ulfa
Marya Ulfa Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis adalah keberanian

Freelance

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Antara Bapak Prabowo Dan Ha(i)ti

28 Desember 2018   14:40 Diperbarui: 28 Desember 2018   22:58 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Capres 02 Prabowo Subianto baru -- baru ini mengatakan terkait tingkatan ekonomi Indonesia yang sejajar dengan Rwanda, Sierra Leone, Haiti (negara di benua Amerika), Chad dan pulau -- pulau kecil seperti Kiribati (Kepulauan Mikronesia) yang kita tidak tahu di mana letaknya. Pernyataan Prabowo Subianto juga menyebutkan penghasilan mayoritas penduduk Indonesia pas-pasan dan tak berbeda dengan sejumlah negara miskin, salah satunya Haiti yang ramai menjadi buah bibir di media sosial.

Kita tentunya penasaran bagaimana sebetulnya perbandingan kondisi perekonomian Indonesia dengan sejumlah negara tersebut. Mengutip dari pemberitaan di tempo.co. Salah satu cara yang bisa dipakai untuk itu adalah dengan merujuk data yang dirilis oleh Bank Dunia khususnya angka yang menunjukkan produk domestik bruto (GDP) dan pendapatan nasional bruto per kapita (GNI per kapita). Pertama berhubungan dengan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dalam 10 tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi memang naik turun, namun relatif lebih stabil. Pada 2007, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 6,34 persen, selanjutnya 6,01 persen (2008), 4,62 persen (2009), 6,22 persen (2010), 6,17 persen (2011), 6,03 persen (2012), 5,55 persen (2013), 5 persen (2014), 4,87 persen (2015), 5,03 persen (2016), dan 5,06 persen (2017). Sementara itu pertumbuhan ekonomi Haiti mengalami naik turun dengan yang intens. Pada 2007, ekonomi Haiti sebesar 3,34 persen, selanjutnya 0,84 persen (2008), 3,08 persen (2009), - 5,49 persen (2010), 5,52 persen (2011), 2,88 persen (2012), 4,23 persen (2013), 2,81 persen (2014), 1,21 persen (2015), 1,45 persen (2016), dan 1,17 persen (2017).

Kemudian melihat dari PDB nasional. Dari sisi PDB nasional ini, ekonomi Indonesia jauh di atas Haiti. Bank Dunia mencatat, PDB Indonesia 432 miliar dollar pada 2007. Pada 2012, angkanya melonjak menjadi 917 miliar dollar AS. Angka itu memang sempat turun jadi 860 miliar dollar AS pada 2015, namun pada 2017 angkanya melonjak kembali hingga mencapai 1,016 triliun dollar AS. Sedangkan PDB Haiti masih kurang dari 10 miliar dollar AS. Pada 2007, PDB Haiti 5,885 dollar AS. Setelah 10 tahun, nilainya naik jadi 8,408 miliar dollar.

Yang ketiga melihat data PDB Per Kapita. Data PDB per kapita masyarakat Indonesia mengalami lonjakan dalam kurun waktu 2007-2017. Pada 2007, PDB per kapita hanya 1.855 dollar AS, atau Rp 26,9 juta per kapita (kurs 14.500 per dollar AS). Pada 2011, PDB per kapita masyarakat Indonesia melonjak dua kali lipat menjadi 3.634 dollar AS, atau Rp 52,7 juta. Pada 2015, angka itu sempat turun jadi 3.344 dollar AS per tahun. Namun pada 2017 lalu, PDB per kapita masyarakat Indonesia naik lagi menjadi 3.846 dollar AS per tahun, atau Rp 55,7 juta. Sementara PDB per kapita masyarakat Haiti masih di bawah 1.000 dollar AS, jauh di bawah Indonesia. Pada 2007, PDB per kapita masyarakat Haiti 615 dollar per AS. Dalam kurun 10 tahun terakhir, PDB per kapita masyarakat Haiti paling tinggi terjadi pada 2014 yaitu 830 dollar AS. Sementara pada 2017 lalu, turun lagi menjadi 765 dollar AS.

Data keempat yang dilihat untuk melihat perbandingan adalah Inflasi Bank Dunia yang mencatat data inflasi kedua negara. Besaran inflasi menunjukan proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus dengan mekanisme pasar. Dari data Bank Dunia 2017, inflasi Indonesia 4,24 persen atau dalam taraf rendah sementara Haiti mencapai 13,36 persen atau ada di taraf sedang. Meski begitu kedua negara sama-sama sempat mencicipi inflasi di atas 10 persen dan di bawah 10 persen dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Inflasi Indonesia mencapai angka tertinggi pada 2008 yang mencapai 18,15 persen. Semantara inflasi terendah terjadi pada 2016 sebesar 2,48 persen. Sedangkan Haiti, inflasi tertinggi justru terjadi pada 2017 lalu sebesar 13,36 persen. Sementara itu inflasi terendah terjadi pada 2009 sebesar 3,70 persen.

Data kelima yang dapat menjadi perbandingan antara kedua negara adalah kemiskinan. Dalam kurun waktu 2007-2017, Bank Dunia memilki data lengkap kemiskinan di Indonesia. Hal itu tak terjadi pada Haiti yang hanya ada data 2012 yakni 58,5 persen dari populasi 10,3 juta penduduk. Sementara itu, jumlah masyarakat miskin Indonesia pada 2007 sebesar 16,6 persen dari populasi. Pada 2012, kemiskinan turun jadi 12 persen dari populasi. Sedangkan pada 2017, angka kemiskinan RI 10,6 persen dari populasi 264 juta penduduk.

Selain itu membaca pemberitaan media.indonesia.com juga dikatakan bahwa membaiknya kondisi perekonomian Indonesia kembali diakui dunia. Hal ini berdasarkan indeks kemerdekaan ekonomi (index of economic freedom) yang dikeluarkan The Heritage Foundation, Kamis (27/12). Indonesia menempati posisi ke-69 dengan skor 64,2 dari 140 negara. Dari 43 negara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat ke-15. Naiknya peringkat Indonesia tahun ini, menurut lembaga itu, berkat faktor seperti aturan hukum yang semakin baik dan efisiensi regulasi. Menurut The Heritage, nilai Indonesia tercatat di atas rata-rata regional dan global. Seperti dikutip dari situs resmi https://www.heritage.org, langkah pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur untuk menarik investor juga disorot dalam indeks ini. Begitu pula perihal pemberantasan korupsi serta regulasi yang terus ditingkatkan. Langkah pemerintah untuk menaikkan upah minimum dan mengurangi subsidi listrik untuk program yang lebih penting juga mendapat nilai positif.

Kekurangan Indonesia yang disebut lembaga tersebut adalah dalam sektor pasar tenaga kerja yang belum fleksibel, proteksionisme di beberapa sektor, serta subsidi ke banyak perusahaan BUMN. Pada posisi 10 besar negara di indeks kemerdekaan ekonomi, Singapura dan Hong Kong menempati peringkat dua teratas.

Nah, setelah mengetahui beberapa hal tersebut, kita mempertanyakan pendapat Bapak Prabowo terkait Indonesia sejajar dengan negara -- negara miskin yang disebut sebelumnya. Sementara itu DIREKTUR Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan sebenarnya pernyataan Prabowo Subianto tidak perlu ditanggapi serius. Beliau hanya melebih-lebihkan saja. Saya yakin beliau sangat paham kalau kondisi Indonesia jauh lebih baik dari itu," kata Piter kepada Media Indonesia, Kamis (27/12). Piter memahami pernyataan tersebut disampaikan hanya untuk keperluan kampanye jelang Pilpres 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun