Baru-baru ini, telah dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 129 Tahun 2023 yang mengatur terkait Pemberian Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai perubahan atas PMK Nomor 82 Tahun 2017 yang mengatur hal serupa. Dalam pengumuman resmi, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan bahwa PMK ini tidak berlaku untuk pajak daerah, tetapi hanya berlaku untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat. Selanjutnya, bagaimana perbedaan antara pajak pusat dan pajak daerah? Dalam artikel ini, saya mengajak Anda untuk memahami perbedaanya dengan merujuk pada peraturan yang berlaku.
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pajak pusat dan pajak daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang harus dipenuhi oleh pribadi atau bdan yang bersifat memaksa berdasarkan ketentuan UU. Pembayaran tersebut dilakukan tanpa menerima imbalan langsung dan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan negara guna meningkatkan kesejahteraan rakyat seoptimal mungkin. Pajak pusat didefinisikan sebagai pajak yang dikeloka oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sesuai dengan ketentuan UU. Kontribusi pajak pusat dikumpulkan sebagai bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan selanjutnya dialokasikan untuk berbagai keperluan belanja negara. Administrasi pajak pusat dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP)/Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah (Kanwil) DJP, dan kantor pusat DJP. Pajak pusat terdiri atas Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), Bea Materai, dan PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambahan (PBB-P3). Pelaporan pajak pusat dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh baik untuk pribadi atau maupun badan dan juga SPT Masa.
Sedangkan, terkait pajak daerah dijelaskan melalui UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada Pemerintah Daerah (Pemda) yang harus dipenuhi oleh pribadi atau badan sesuai dengan ketentuan UU. Pembayaran ini bersifat memaksa dan dikumpulkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan dan pembangunan di wilayah daerah. Pajak ini dikelola oleh Pemda, baik di Tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Administrasi pajak daerah dilaksanakan di Kantor Dinas (Kadis) pendapatan daerah atau kantor pajak daerah atau kantor sejenisnya dibawah Pemda setempat. Namun, terkecuali untuk daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Ibu Kota Jakarta (DKI Jakarta), berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 4 ayat (3), pajak daerahnya dipungut oleh daerah yang setingkat dengan daerah provinsi.
Kemudian, masih dalam pasal yang sama, pada ayat (1) disebutkan contoh pajak daerah provinsi antara lain: Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Alat Berat (PAB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP), pajak rokok, dan opsen Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan (MBLB). Sedangkan untuk jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten atau kota disebutkan pada ayat (2) yang terdiri atas: Â Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT), pajak reklamr, Pajak Air Tanah (PAT), pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan (MBLB), pajak sarang burung wallet, opsen Pajak Pokok Kendaraan Bermotor (PKB), dan opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Dengan demikian, kita telah menjelajahi perbedaan antara pajak pusat dan pajak daerah, serta bagaimana klasifikasinya berdasarkan lembaga pemungutannya. Melalui artikel ini, saya harap para pembaca mendapat pemahaman yang lebih baik terkait peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Selain itu, diharapkan juga untuk kita dapat lebih mengapresiasi lembaga yang mengatur kontribusi pajak guna pembangunan dan kesejahteraan rakyat, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H