Mohon tunggu...
Maryam Almaosy
Maryam Almaosy Mohon Tunggu... -

Alumni SMA N 3 Yogya (3B), FK. UGM. Minat : Kesehatan, lingkungan, pendidikkan, bahasa Jawa . Ibu 3 anak. Menulis menyehatkan pikiran dan otakku.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bagaimana Melestarikan Permainan Tradisional

3 Juli 2012   09:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:19 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="gobak sodor"][/caption]

Saat-saat liburan sekolah seperti ini, rasanya pas sekali membicarakan masalahpermainan tradisional. Seingat saya, ketika masa kecil dulu,begitu liburan kenaikkan kelas tiba, rasanya tiada hari tanpa bermain berbagai macam permainan tradisional. Bahkan banyak anak yang bermainnya sampai jauh, tidak hanya disekitar rumah,sehingga anak-anak jaman dulu bisa mengenal anak-anak yang rumahnya jauh meskipun tidak satu sekolahan. Kami jadimengenal teman sebaya dananak-anak yang lebih besar dari kami karena sama-sama kecanduan permainan tradisioanl seperti gobak sodor (didaerah saya disebut blodor), kasti, dll.

Sekarang, kemajuan jaman telah menjauhkan anak-anak dari permainan tradisional ini.Jarang sekali kita lihat mereka bermain tradisional bahkan pada saat liburan sekalipun. Kemana perginya permainan tradisional?Apakah kalau generasi seusia saya meninggal semua, permainan tradisional akan punah?Oo tidak!! Jangan biarkan punah!!

Kita semua generasi yang melalui masa kecil sebelum era 90 an, sangat merindukan kembalinya permainan tradisional. Semua dari kita ingin melihat permainan syarat maknaini kembali jaya, menggeser kejayaan permainan modern buatan pabrik.Ya, siapa sih yang tidak mengakui kehebatan permainan berkarakter ini? Siapa sih yang tidakmengakui kehebatan permainan yang tidak akan kita dapatkan dari permainan modern ini? Semua mengakui kehebatan permainan tradisional sebagai permainanedukatifyang membawa begitu banyak dampak positif. (Bacalah artikel saya sebelumnya: http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/21/permainan-tradisional-permainan-edukatif-yang-mencerdaskan-anak/)

Tapi bisakah kita mengembalikannya?Menjadikannya sebagai permainan favorit seperti masa kecil kita? Bisa ! Insya Allah bisa!Benarkah?Tentu saja bisa kalau kita punya niat! Niat saja tak akan cukup, harus disertai dengantindakan nyata! Anak-anak sekarang tidak mengenal permainan masa kecil kita, bagaimana mereka mau bermain? Mendengar nama permainannya saja asing.Kalaupun tahu, hanya sebagian kecil dari permainan tradisional yang sangat beragam itu.Oleh karena itu orang tuaharus mengajarinya. Saat liburan begini, waktu yang pas untuk mengajari anak-anak bermain permainan tradisional.Orang tua harus memberi contoh pada anak-anakjaman sekarang.Anak-anakku suka bermain sunda manda karena diajari Ibuku.

Perlombaan permainan tradisional sebagai ajang mengenalkan kepada anak-anak jaman sekarang.

Salah satumedia untuk mengembalikan permainan tradisional menjadi trend lagi adalah denganmengadakan perlombaan.Peserta perlombaan ini awalnya adalah orang-orang tua seangkatan kita atau dibawah kita yang masih mengetahui aturan permainan tradisional. Orang tua bermain tradisional,tak aneh bukan? Tak ada yang melarang bukan? (Baca: http://muda.kompasiana.com/2012/07/03/permainan-tradisional-vs-masa-kecil-kurang-bahagia/)

Memang aneh ya permainan kok jadi perlombaan. Dulu kita main kan untuk bersenang-senang dan kita tidak begitu peduli dengan kalah atau menang. Yang penting kita bisa lari-lari, bergerak dengan suka cita, gembira..

Saya jadi ingat ketika saya duduk di bangku kelas 3 SMP, (tahun 1985/1986) Ibuku yang telah punya anak-anak SLTA dan SMP bermain kasti bersama teman-teman sebayanya di lapangan PJKA Maos (waktu itu masih berupa lapangan, sekarang sudah jadi Gedung AKPER.Ibuku yang sudah emak-emak tentu saja malu-malu.. maka saya lihat dari jauh biar Ibu tidak kikuk.Ibuku memang sering bercerita bahwa sewaktu kecil beliau jago main kasti, larinya cepat sekali (beda dengan aku, meskipun suka kasti, tapi sering kena bola) dan setelah emak-emakternyata masih lihai juga, meski sudah tidak sekencang dulu larinya, maklum emak-emak. Tapi karena sama-sama emak-emak, yang mengejar bolapun emak-emak maka permainan jadi seimbang. Waktu itu Ibu denga teman-teman main kasti dalam rangka lomba kasti antar Desa se Kecamatan Maos, entah dalam rangka apa, mungkin agustusan, karena kalau bulan Agustus, biasanya banyak perlombaan).

Nah pada saat perlombaan, anak-anak kita yang asing dengan permainan tradisional harus menonton, dan libatkan jadi panitia kecil atau sekedar menjadi penonton. Mereka harus menontonperlombaan di tingkat RT (bayangkan kalau tiap RT mengadakan lomba permainan tradisional, pasti akan jaya lagi, tak jadi punah), tingkat RW, tingkat Kelurahan, Kecamatan... dari sering menonton, mereka menjadi bisa meniru memainkannya. Ada yang berppendapat anak-anak adalah peniru ulung. Dengan melihat mereka bisa.

Maka dari itu,yuuk kita adakan perlombaan !Nah sekarang bulan Juli, biasanya bulan Agustus akan ada perlombaan aneka macam dalam rangka peringatan hari jadi NKRI. Kita ususlkan saja permainan tradisioanl ini untuk lomba. Atau bagi yang biasa jadi panitia, enak sekali tinggal rapat pengaruhi orang lain supaya setuju dengan perlombaan ini... Sayang Agustus tahun ini jatuh saat bulan Ramadhan, jadi mungkin bisa diajukan lebih awal. Bisapertengahan Juli sebelum puasa.. Atau kapanpun bisa diadakan lomba asal ada kesepakatan.. Ayo kita rencanakan.. waktunya mepet nih.. tapi untungnya permainan tradisional tidak butuh banyak alat,paling kalau kasti cukup cari bola dan pemukulnya, gampang ya?Adalah yang mau mengikutiku? Oya, apakah perlombaan itu hanya ada saat peringatan hari jadi NKRI?Bisakah juga di bulan lain? Bagainmana teman-teman?

Kurikulum olahraga di sekolah

Selain perlombaan tiap bulan Agustus (atau bulan lain dimana ada libur panjang/tanggal merah di hari Jumat/libur 3 hari), saya rasa sekolah harus memasukkan permainan tradisional ke dalam kurikulum olahraga. Sesuai kelas dan usianya. Kalau masih PAUD dan kelas 1 dan 2 SD bisa dakon/congklak, sunda manda, main kucing dan tikus, lompat tali atau sejenisnya. Sementara untuk kelas yang lebih besar bisa jenis yang lebih atraktif.

Sepertinya memang ada sekolah yang sudah memasukkan kurikulum permainan tradisional ini, tapi saya yakin masih banyak yang belum, soalnya sekolah anak-anak saya juga belum, jugatiap saya ke SD-SD sewilayah kerja Puskesmas kami, belum ada yang memasukkannya. Semoga guru-guru atau pengambil kebijakkan ada yang membacanya.. dan tergerak...

Sumber gambar: http://3.bp.blogspot.com/_SdSMbQR5RJA/SXZygPg28-I/AAAAAAAAAAM/gmKzeT2Z_TE/s320/IMG_1253.jpg

Salam saya.

Maryam Almaosy

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun