"Sayang, maafkan aku! Aku tak bermaksud melukaimu," Ucap laki-laki berkulit sawo matang itu sendu.Â
Nazril mengelus pipi istrinya penuh kasih. Sikapnya berubah seratus delapan puluh derajat jauh dari perlakuannya bebrapa menit yang lalu.
Maya hanya menagis menanggapi permintaan maaf suaminya, ia takut dan terluka.Â
Maya bingung atas sikap suaminya yang kadang sangat kasar, tapi beberapa saat kemudian berubah sangat lembut.Â
Kadang Nazril memperlakukannya seperti budak tapi beberapa saat kemudian suaminya memperlakukannya bak ratu.
Melihat istrinya tak merespon permintaan maafnya, Nazril bangkit mengambil kompres kemudian mengompres luka di wajah istrinya. Air matanya  mengkristal jatuh membasahi pipinya. Kesan sangar dan kasar tak terlihat lagi di wajahnya.Â
Hanya penyesalan yang tergambar jelas di raut mukanya. Tangisnya memperjelas penyesalannya yang begitu besar telah berlaku kasar pada wanita berambut sebahu yang duduk termangu di sampingnya.
Rasa cinta yang begitu besar pada istrinya mengubahnya jadi lelaki pencemburu dan tempramental.Â
Dalam hati kecilnya ia sama sekali tidak ingin melukai wanita lembut berwajah oriental yang telah setahun menemaninya menjalani biduk rumah tangga, namun ia juga tak mampu membendung amarahnya saat melihat istrinya dekat dengan pria lain, meskipun  temannya sendiri.
Seperti hari ini. hatinya terbakar cemburu saat melihat istrinya berbincang dengan teman SMAnya di acara reuni tahunan yang rutin mereka adakan.Â
Padahal hanya perbincangan biasa, tak ada kontak fisik antara mereka, namun ia tak suka saat temannya itu menatap kagum pada istrinya yang cantik itu.