Mohon tunggu...
Paulin Marwita
Paulin Marwita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S2 Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Asuransi Kesehatan Murah, Adakah?

8 Oktober 2017   14:17 Diperbarui: 26 September 2022   10:17 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, maka BPJS Kesehatan resmi diberlakukan pada 1 Januari 2014. Di dalam penyelenggaraannya, BPJS Kesehatan, yang dahulu bernama ASKES yang dikelola oleh PT ASKES Indonesia (Persero), mencatat defisit dari tahun ke tahun. Pada saat Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Jambi, 10 Agustus 2017, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menyampaikan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit hingga Rp 9 triliun, penyebabnya, 80 persen peserta mengalami sakit.

Sejalan dengan Menteri Kesehatan, Direktur Kepatuhan Hukum dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan, Bayu Wahyudi memperkirakan defisit mencapai Rp 9 triliun hingga akhir 2017. Bayu mengatakan pembayaran iuran oleh peserta tidak sesuai dengan perhitungan atau mismatch. Dengan kata lain, defisit ini terjadi karena biaya klaim lebih besar ketimbang pendapatan premi atau iuran. Ia mencontohkan, iuran dari peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), sesuai perhitungan seharusnya sebesar Rp 36.000 per bulan, tetapi mereka hanya membayar Rp 23.000 per bulan. "Jadi, ada selisih Rp 13.000. Bayangkan Rp 13.000 dikali 92,4 juta jiwa," ujar Bayu saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (25/9/2017). 

"Mismatch juga terjadi pada peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), kelas 2 ini hanya bayar Rp 51.000 seharusnya Rp 68.000 berarti selisih Rp 17.000, kemudian kelas 3 yang seharusnya itu Rp 53.000 hanya bayar Rp 25.500," tambah dia. Bayu menuturkan, pemerintah akan menanggung semua defisit pembayaran klaim peserta ke rumah sakit. "Iya selama ini dibayar pemerintah. Karena ada Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS bahwa pendapatan berasal dari iuran, dan dari bantuan pemerintah. Akumulasi bantuan pemerintah dari 2013-2016 mencapai Rp 18,84 triliun," pungkas dia. BPJS Kesehatan memperkirakan penerimaan iuran hingga akhir tahun mencapai Rp 79 triliun. Adapun, pada tahun lalu defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 9,7 triliun.

Penyelenggaraan BPJS Kesehatan yang defisit dari tahun ke tahun ini mengingatkan penulis pada peristiwa beberapa waktu yang lalu. Pada tanggal 25 Juli 2017 aktivitas bisnis PT First Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal First Travel dibekukan oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data per 6 Juni 2017, YLKI telah menerima 6.678 pengaduan jemaah umroh, dan 3.825 pengaduan diantaranya adalah calon jemaah First Travel (pengaduan tertinggi). Mengutip Detik.com, 21 Agustus 2017, First Travel telah berhasil menghimpun dana dari 74.000 calon jamaah umrah. Namun, tidak semua calon jamaah umrah bisa mereka penuhi janjinya untuk diberangkatkan. 

Masih ada 58.682 orang calon jamaah umrah yang sampai hari ini tidak jelas nasibnya. Kepolisian menduga perusahaan milik Andika Surachman dan Aniesa Hasibuan ini telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan dana calon jamaah umrah. Bila mengasumsikan biaya umrah per orang dikenakan sebesar Rp 14 juta, maka First Travel telah berhasil menghimpun dana Rp 1,03 triliun melalui iming-iming umrah biaya miring itu. Dari dana tersebut, sebanyak Rp 848 miliar diduga telah diselewengkan oleh pemilik sehingga nasib keberangkatan umrah puluhan ribu orang tersebut menjadi jelas sampai saat ini.

First Travel dengan mudah memperdaya hingga ribuan orang yang terpikat dengan iming-iming paket umroh murah. Perusahaan ini memasarkan paket umroh dengan berbagai pilihan, yaitu paket promo, regular dan eksklusif. Nah, yang kebanyakan yang sangat laku dibeli orang adalah paket promo seharga Rp 14 juta. Banderol harga senilai itu, terbilang sangat murah dibandingkan paket umroh yang dijual oleh perusahaan travel lain. Mengutip Tirto.id, biaya minimal standar umrah menurut Kementerian Agama dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia adalah sebesar US$ 1.700 atau sekitar Rp 22 juta per orang.

Kondisi ini membuat penulis melihat kemiripannya dengan kondisi, maaf, First Travel.  BPJS Kesehatan selaku penyelenggara JKN, yang mempunyai motto "Dengan Gotong Royong Semua Tertolong" menggunakan skema pengumpulan uang dengan prinsip "gotong royong" yang mirip dengan skema ponzi penggalangan dana First Travel. Seperti kasus First Travel, "paket" pelayanan BPJS Kesehatan yang "murah" ini selayaknya dicermati karena pelayanan yang seharusnya mahal apabila dibuat murah akan mengorbankan mutu. Ujung-ujungnya masyarakat pula yang akan merasakan akibatnya. Masyarakatlah yang akan (jadi korban) membayar kekurangan dari harga murah tersebut dengan harga yang mahal.

Penulis: 

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya.

Anggota Komite Hukum Paboi Jatim.

Direktur RS di Jatim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun