Judul : Perempuan di titik nol
Penulis : Nawal El- Saadawi
Kategori : Fiksi Arab
Penerbit : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Penerjemah : Amir Sutaarga
ISBN : 978-979-461-867-7
Novel ini Berawal dari pertemuan penulis yang merupakan seorang pakar ilmiah /seorang psikiater dengan seorang wanita di penjara Qanatir, dan melahirkan gagasan-gagasan dari hasil konsultasi dengan para wanita yang telah minta nasihat dan bantuan penulis dalam menangani situasi-situasi yang menjurus ke arah "tekanan-tekanan batin" dan proses penelitian tersebut didampingi oleh dokter penjara.Â
Bagi penulis salah satu perempuan yang kisahnya menarik dan unik bernama Firdaus yang pada awalnya pun menolak kehadiran dan menceritakan kisah hidupnya karena telah didorong oleh rasa putus asa, Firdaus adalah seorang pelacur kelas atas atau kalangan penguasa yang telah dijatuhi hukuman mati karena telah membunuh seorang laki-Iaki padahal Beberapa orang yang menyadari bahwa pembunuhan yang dilakukan Firdaus sebenarnya upaya yang dilakukannya untuk melindungi diri tetapi Firdaus justru menolak gradasi tersebut dan memaknai hukuman mati adalah bentuk kebebasan tertinggi yang akan ia terima.Â
Selama ini di sel firdaus menolak semua pengunjung, dan tidak mau berbicara dengan siapa pun juga. Biasanya ia tidak menyentuh makanan sama sekali, dan tetap tidak tidur sampai pagi hari. Kadang-kadang penjaga penjara mengamati apabila dia sedang duduk sambil memandang dengan kosong ke depan berjam-jam lamanya. Namun firdaus berhasil menghidupkan hati pendengar cerita kisah hidupnya yang menantang dan melawan kekuatan-kekuatan tertentu yang telah merampas hak manusia untuk hidup, untuk bercinta dan menikmati kebebasan yang nyata, karena kehidupan perempuan Mesir dari tahun 1970-1980 perempuan sering kali menjadi objek kekerasan dan pelecehan atas kaum laki-laki seolah menjadi hal yang wajar di kalangan masyarakat Mesir.Â
Firdaus mengisahkan bahwa seorang pelacur sukses sepertinya dia tidak pernah dapat mengenal semua lelaki. Akan telapi, semua lelaki yang firdaus kenai, tiap orang di antara mereka, telah mengobarkan dalam diri firdaus hanya salu hasrat saja: untuk mengangkat tangan dan menghantamkannya ke muka mereka. (Memukul para lelaki bajingan yang merenggut kebahagiaan firdaus ) tetapi karena firdaus seorang perempuan, baginya iya tak pernah punya keberanian untuk mengangkat tangannya (memukul) Dan kembali menyembunyikan rasa itu di bawah lapis-lapis solekan/rias muka firdaus, tetapi tetap saja baginya dengan rarnbut dan sepatu yang rnahal itu saja yang masuk "kelas atas." Dengan ijazah sekolah menengah dan nafsu keinginan yang tertekan, firdaus tetap termasuk "kelas menengah." Lahirnya firdaus tergolong kelas bawah.