Melalui Pemikiran E. Levinas kita ditunjukkan bagaimana politik tidak memandang kepada yang lain sebagai sekedar Objek. Melainkan keterhubungan yang melalui manusia lainlah kita bisa menempatkan dasar etis dalam politik, karena manusia berharga.
Levinas menyebutnya sebagai Le Visage (wajah). Apa yang dimaksud dengan wajah bukanlah bentuk fisikal melainkan apa yang dapat kita lihat melalui hal itu, dalam kacamta fenomenologi ini dapat kita baca sebagai pengingat yang mampu mengugah kesadaran bahwa, ada sesuatu pada yang lain, yang tak bisa dikecilkan, ditundukkan, sebagai sebuah objek semata, manusia yang memandang manusia lainnya bukan sebagai objek, karena Kekhasannya tersebut, maka ia tak bisa dudukkan hanya pada ranah persepsi. Sesuatu yang tak terkatakan tak bisa dipahami , apalagi untuk sekedar dinilai.
Melalui Pemikiran Levinas, Wajah bukanlah sebuah hal terikat pada konteks sehingga mudah untuk dipahami dan dibaca, melainkan sebaliknya, hanya melalui Wajah saja kita mampu menangkap Jejak Makna.
Wajah menghasilkan pemaknaan yang menyeluruh pada manusia, dengan makna yang tunggal, yang tidak bisa diserupakan dengan lainnya. Penerimaan terhadap setiap wajah-wajah manusia lain, juga berarti ketidakseragamaan pemaknaan, sebab setiap Wajah memiliki kedalamannya tersendiri, penerimaan untuk kehidupan bersama wajah-wajah yang lain berarti siap menerima perbedaan. Memahami politik melalui Levinas, menyediakan ruang antar-manusia untuk bertindak etis dalam politik karena menyadari setiap manusia memiliki wajah, dan setiap wajah pasti menolak untuk dipaksa tunduk.
Selain Levinas, Kita juga harus melihat Politik dalam pandangan A.Camus. bagi camus dunia ini Absurd. Meskipun melihat dunia sebagai hal yang absurd namun ia memandang Manusia dengan Optimistis, ada banyak hal pada diri manusia yang mestinya dikagumi. Bagi Camus, manusia terasing di dunia ini, menghadapi banyak kesewenang-wenangan. Ada banyak ketidakadilan di mana-mana, dan karena hal itu, ketimbang berselisih mengenai keberadaannya di dunia, baik sendiri maupun bersama-sama dalam kelompok. Manusia harus tetap menolak takluk kepada kebathilan. Pandangan yang bagi sebagian mungkin akan dianggap kontras dalam  kehidupan dunia yang serba tidak pasti. Terutama bagi mereka yang mengalami krisis eksistensi, dan selalu menjadi korban para politisi.
Melalui Camus, kita diajak untuk berikhtiar dalam politik melawan kebathilan dan berada dipihak para korban, bahu membahu bersama, tanpa harus Menargetkan tujuan untuk menang. Camus memang selalu menyerukan pada pemberontakan, namun bukan berarti camus menolak keberadaan manusia lainnya. Melalui manusia dan manusia lainnya lah, Camus melihat adanya Upaya Positif untuk bersama-sama membela serta memperjuangkan hak-hak para korban. Sikap hidup yang dibutuhkan karena menunjukkan sikap tanggung jawab bahkan terhadap penderitaan dihadapan dunia yang absurd ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H