Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Mengapa Perlu Membiarkan Anak-Anak Bermain di Masjid?

9 April 2023   13:44 Diperbarui: 17 April 2023   14:00 2376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: anak kecil ikut shalat berjamaah di masjid. (sumber: pixabay via kompas.com)

Pada suatu malam, tepatnya saat shalat isya dan dilanjutkan tarawih, riuh anak-anak berkejar-kejaran di teras masjid. Mereka berpakaian islami karena tujuan mereka ingin datang shalat isya dan tarawih. 

Namun, niat mereka tidak hanya untuk shalat. Ada gejolak lain yang mereka ingin tumpahkan malam itu yakni bermain. 

Apalagi jika mereka bertemu teman sepermainan di sekolah, di tetangga, atau tempat-tempat lainnya. Gayung bersambut, mereka seolah melanjutkan kembali permainan yang mungkin belum usai di siang hari.

Tentunya, suara kejar-kejaran mereka serta aneka ekspresi bermain lainnya sering menimbulkan suara yang mengganggu jamaah lain yang sedang sholat. 

Respon dari jamaah pun muncul dan beragam. Ada yang kesal dan ada yang membiarkannya. Saya memilih opsi kedua: membiarkan mereka bermain.

Apa yang terjadi pada masjid tersebut sebenarnya terjadi juga di banyak masjid lain yang pernah saya jumpai dan tidak mesti di bulan ramadhan. 

Kejadiannya sama, bahwa anak-anak sering datang ke masjid untuk bermain. Bahkan di masjid lain, ada respon jamaah yang lebih ekstrim yakni melarang anak-anak untuk datang masjid lagi.

Mengapa Harus Dibiarkan?

Dalam pandangan saya, melarang anak-anak datang ke masjid karena membuat kegaduhan, bukanlah keputusan yang bijak. Alasannya, era anak-anak adalah era bermain. Salah satu metode belajar mereka adalah dengan bermain. 

Melalui bermain, terdapat stimulasi otak, olah fisik, pengalaman yang tercipta, interaksi sosial dan banyak pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, kita sebagai orang dewasa harus mampu memanajemen gejolak bermain anak-anak tersebut secara bijak. 

Jika kita tidak suka, harusnya ditegur atau mengaturnya dengan baik. Lebih jauh dari itu, kita perlu menciptakan manajemen masjid dimana anak bisa bermain sambil beribadah atau belajar agama. Bermainnya pun tidak harus di dalam masjid tapi di halaman masjid.

Alasan lain kenapa tidak perlu mengusir atau melarang anak-anak bermain di masjid adalah langkah ini sebagai bagian dari strategi dakwa. Strategi memperbaiki moral/karakter anak-anak bahkan akan berimplikasi pada moral masyarakat dan bangsa. 

Kita harus membiarkan mereka nyaman di masjid. Biarkan mereka akrab dan membangun emosional dengan masjid dan bila perlu masjid menjadi lokasi nongkrong yang nyaman.

Setelah itu, tugas kita adalah bagaimana menjadikan masjid sebagai tempat belajar dan menyebarkan dakwa islam. Bahkan sebagai pusat peradaban. 

Di zaman Rasulullah Muhammad SAW, masjid bukan hanya tempat untuk shalat tetapi juga berbagai aktivitas sosial lain seperti belajar dan memecahkan persoalan-persoalan masyarakat. Bahkan jika kita lihat sejarah, Universitas Al Azhar sebagai Universitas tertua di dunia berawal dari masjid.

Dari semua itu, tentunya ada hal tertentu yang perlu diperhatikan misalnya sejauh mana anak-anak itu bermain. Misalnya, jangan sampai anak-anak membuang hajat di dalam masjid. Meskipun demikian, cara menegurnya pun harus dengan lemah lembut.

Karenanya, seperti yang saya sebutkan sebelumnya, manajemen masjid juga harus ditata dengan baik. Salah satunya adalah dengan membuat fasilitas bermain di halaman masjid untuk anak-anak. 

Nantinya anak-anak bisa menjadikan halaman masjid sebagai tempat bermain. Perlahan-lahan mereka diarahkan untuk shalat dan melakukan aktivitas ibadah lain di masjid. 

Mungkin kita bisa mengikuti contoh yang menarik di sebuah masjid di Turki. Imam masjidnya mengajak anak-anak bermain dalam masjid usai shalat tarawih ditunaikan (lihat gambar utama di atas pada artikel ini). Anak-anak pun menjadi senang berada di masjid.

Jadi, poin utamanya adalah bagaimana membuat mereka nyaman dulu dengan masjid sehingga hubungan emosional mereka dengan masjid dapat terbangun.

Selain Anak-Anak, Anak Muda Juga Harus Nyaman

Imam masjid di Turki mengajak anak-anak bermain setelah shalat tarawih. Foto/dok FB Azwir Nazar
Imam masjid di Turki mengajak anak-anak bermain setelah shalat tarawih. Foto/dok FB Azwir Nazar

Berangkat dari hal tersebut di atas, masjid harus didesain agar menjadi tempat yang ramah pada anak-anak. Selain anak-anak, masjid juga harus ramah pada anak muda. 

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, masjid harus menyediakan ruang bermain bagi anak-anak. Selain itu, masjid juga perlu menyediakan berbagai fasilitas pendukung lain yang dapat memfasilitasi hobi dan kebutuhan anak maupun anak muda. Tentunya dalam konteks yang lebih luas, kebutuhan semua jamaah.

Sebenarnya, telah banyak masjid yang sudah memanajemen penggunaan masjidnya secara progresif seperti ketersediaan perpustakaan bagi anak-anak dan juga fasilitas bermain layaknya sekolah. 

Bahkan untuk kebutuhan anak muda, ada masjid yang menyediakan warung kopi dengan berbagai fasilitas pendukungnya. Ada juga masjid yang menyediakan warung makan dengan menu yang murah. 

Tujuan utama warung makan tersebut bukan untuk cari untung, melainkan agar orang-orang terutama anak muda lebih akrab dengan masjid. 

Agar warung tersebut terus berjalan, pihak masjid mencari penderma yang bisa mensubsidi harga makanan yang ada sehingga harganya terjangkau. Alhasil, orang-orang sering datang ke masjid meskipun awalnya tidak bertujuan untuk shalat atau aktivitas ibadah lain.

Tempat Pelarian yang Nyaman

Hari ini banyak tempat "pelarian" alternatif untuk anak-anak terutama untuk anak remaja. Ada "hiburan malam", pergaulan bebas, dan berbagai perkumpulan sejenis yang jauh dari norma agama dan hukum. 

Biasanya, mereka menyediakan tempat yang nyaman bagi pengunjung atau anggotanya. Di sinilah tantangannya, jika masjid tidak dijadikan sebagai tempat yang nyaman, maka banyak tempat maksiat lain yang menyediakan kenyamanan.

Konon, ada seorang pemuda yang berpakaian compang camping layaknya preman berkunjung ke masjid. Dia ingin bertobat dan melaksanakan sholat. 

Sayangnya, jamaah di situ memandangnya dengan tatapan yang kurang enak, mungkin karena pakaiannya. Alhasil, sang pemuda keluar dan pergi ke diskotik. 

Di sana ada teman-temannya yang menyapanya dengan akrab dan membuatnya nyaman. Mereka menikmati malam itu dengan pesta minuman keras. Si pemuda pun menjadi betah. Inilah yang kita takutkan. 

Jangan sampai tempat-tempat maksiat lebih nyaman dibanding tempat-tempat ibadah. Anak-anak dan anak muda harus menjadi fokus utama generasi islam. 

Merekalah yang akan mengisi masjid-masjid di masa sekarang dan masa depan. Jika kita membuat masjid sebagai tempat yang tidak nyaman bagi mereka, maka jangan heran jika masjid-masjid menjadi kekurangan jamaah dan tempat-tempat maksiat bertabur jamaah.

Selamat beribadah di Bulan Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun