Pada suatu malam, tepatnya saat shalat isya dan dilanjutkan tarawih, riuh anak-anak berkejar-kejaran di teras masjid. Mereka berpakaian islami karena tujuan mereka ingin datang shalat isya dan tarawih.Â
Namun, niat mereka tidak hanya untuk shalat. Ada gejolak lain yang mereka ingin tumpahkan malam itu yakni bermain.Â
Apalagi jika mereka bertemu teman sepermainan di sekolah, di tetangga, atau tempat-tempat lainnya. Gayung bersambut, mereka seolah melanjutkan kembali permainan yang mungkin belum usai di siang hari.
Tentunya, suara kejar-kejaran mereka serta aneka ekspresi bermain lainnya sering menimbulkan suara yang mengganggu jamaah lain yang sedang sholat.Â
Respon dari jamaah pun muncul dan beragam. Ada yang kesal dan ada yang membiarkannya. Saya memilih opsi kedua: membiarkan mereka bermain.
Apa yang terjadi pada masjid tersebut sebenarnya terjadi juga di banyak masjid lain yang pernah saya jumpai dan tidak mesti di bulan ramadhan.Â
Kejadiannya sama, bahwa anak-anak sering datang ke masjid untuk bermain. Bahkan di masjid lain, ada respon jamaah yang lebih ekstrim yakni melarang anak-anak untuk datang masjid lagi.
Mengapa Harus Dibiarkan?
Dalam pandangan saya, melarang anak-anak datang ke masjid karena membuat kegaduhan, bukanlah keputusan yang bijak. Alasannya, era anak-anak adalah era bermain. Salah satu metode belajar mereka adalah dengan bermain.Â
Melalui bermain, terdapat stimulasi otak, olah fisik, pengalaman yang tercipta, interaksi sosial dan banyak pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, kita sebagai orang dewasa harus mampu memanajemen gejolak bermain anak-anak tersebut secara bijak.Â