Setelah mendengar ada pemadaman listrik (Blackout) di sebagian Pulau Jawa, saya segera membuka media sosial untuk memastikan kabar tersebut. Pasalnya informasi di kanal media sosial biasanya lebih cepat, terutama di twitter. Perputaran informasinya cukup heboh. Namun, tiba-tiba pertanyaan terlintas di pikiran saya: Kok saya merasa biasa-biasa saja ya?
Mungkin karena saya sudah biasa dengan situasi ini (baca: mati lampu). Maklum, saya anak desa, meskipun sekarang lagi mencari kehidupan di kota. Masalah mati lampu, sudah jadi hal biasa di kampung saya.
Kehebohan di media sosial juga karena memang pada dasarnya pemadaman ini terjadi di Pulau Jawa. Ini sejurus dengan pengguna media sosial yang mayoritas ada di Jawa sehingga informasi ini semakin tersebar. Ditambah lagi, pusat media massa berada di Pulau ini. Segala hal yang terjadi akan begitu cepat tersiar. Berbeda dengan kejadian-kejadian di kawasan lain, belum tentu akan seheboh ini.
Ada kegelisahan begitu membuncah yang dituangkan melalui protes-protes ke PLN sebagai satu-satunya pengelola kelistrikan tanah air. Hal ini bisa dimaklumi, karena hampir semua peralatan teknologi yang digunakan manusia sangat tergantung pada listrik. Selain itu, protes lain adalah menyoroti kinerja PLN yang tidak mengantisipasi kejadian ini. Apalagi pemadamannya berlangsung berjam-jam. Terlebih lagi pemadaman ini sudah pernah terjadi sebelumnya yakni terakhir di tahun 2005.
Tak ayal, PLN dengan sigap dan cepat merespon suara-suara ketidakpuasan ini. Bahkan PLN meminta maaf atas kelalaiannya. Selanjutnya, pihak-pihak yang dirugikan karena pemadaman listrik pun akan diberikan kompensasi seperti pengurangan pembayaran tarif listrik.
Saya kadang geli melihat situasi ini. Sebagai orang yang tinggal lama di kampung dengan pelayanan listrik yang jauh dari puas, saya cukup iri melihat respon PLN bahkan kehebohan warga Indonesia di pulau Jawa. Pemadaman listrik di desa saya merupakan hal yang sering. Sayangnya, respon PLN tidak sebaik yang terjadi ketika pemadaman yang heboh ini. Jangankan kompensasi, minta maaf pun kurang bahkan tidak terdengar.
Saya ingin menyampaikan kepada pemerintah terutama PLN, momentum ini harusnya menjadi evaluasi yang meneluruh terhadap pelayanan listrik kepada rakyat Indonesia secara umum.Â
Sejatinya, respon terhadap pemadaman atau kekurangan pasokan listrik harusnya sama untuk seluruh wilayah dan pelosok Indonesia. Saya yakin masih banyak daerah-daerah di luar pulau Jawa yang masih berkutat dengan persoalan listrik. Jika masalah listrik ini bisa teratasi di seluruh Indonesia, Insya Allah ketimpangan ekonomi bisa berkurang bahkan bisa teratasi.
Sesaat sebelum menulis artikel ini, saya menelpon Ibu saya di kampung. "Ini lagi tunggu lampu menyala kembali," kata beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H