Mohon tunggu...
Marwan
Marwan Mohon Tunggu... Penulis - Analis sosial dan politik

Pembelajar abadi yang pernah belajar di FISIP.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita bersama Imigran Afganistan di Makassar

22 September 2017   21:06 Diperbarui: 22 September 2017   21:41 2757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada  rasa sedih, syukur dan haru ketika mendengar cerita-cerita anak-anak  korban system sosial politik yang kejam. Mereka di hadapan saya adalah  para pencari suaka/imigran/pengungsi dari Afganistan ke negara-negara  lain yang ingin menerimanya. Kebetulan di Makassar saya bertetangga  dengan mereka dan banyak pencari suaka lain yang dari negara lain  termasuk dari Afrika dan Rohingya. 

Dalam pengamatan  saya,pengungsi dari afganistan adalah salah satu kelompok yang cenderung  tertutup. Berbeda dengan pengungsi dari ronghingya dan afrika yang  cukup terbuka dan akrab dengan masyarakat lokal. Hipotesis awal saya  bahwa hal ini disebabkan karena tendesi "agama". Menurut informasi  mereka adalah dari kelompok syiah sedangkan mayoritas Indonesia dari kelompok sunni. Faktor inilah yang membuat mereka enggan untuk membaur  dalam masyarakat.

Saya akhirnya mendapat kesempatan untuk  berdiskusi lebih jauh dengan mereka. Kebetulan tadi ada diskusi dari  salah satu klub bahasa inggris di Unhas, Hasanuddin English Community (HEC). Oh, iya, saya perkenalkan dulu untuk teman-teman yang mau belajar  bahasa inggris gratis di Makassar, selain HEC, ada lagi komunitas lain  di Masjid Al Markas, namanya MAKEZ. Orang-orang di komunitas ini adalah  orang-orang baik yang ingin berbagi tanpa uang.

Saya bergabung  dalam kelompok mereka (baca: pengungsi). Saya akhirnya berdiskusi.  Setelah memperkenalkan diri dan diskusipun berlanjut. Saya kagum pada  anak-anak di hadapanku, mereka begitu ceria dan memiliki skil berbicara  bahasa inggris (speaking) yang cukup bagus. Yah, jujur saja, kemampuan  saya  bisa dibilang di bawah kemampuan mereka. 

Taliban, pakaian seksi dan sunni-syiah

Beberapa bocah sedikit bercerita tentang Taliban di Afganistan. Saya  sedikit tau tentang Taliban di negara itu. Oleh banyak pihak, Taliban  dimasukan dalam daftar organisasi teroris yang mengatasnamakan islam.  Kata anak-anak ini, mereka dilarang oleh orang tuanya melihat  gambar-gambar tentang kekerasan di facebook seperti pembunuhan dan  korban aksi teroris lainnya. It is dangerous, right?. Yes, kata mereka.  Yah, memang gambar ini cukup berbahaya untuk dikonsumsi untuk anak-anak  seperti mereka.

Mereka agak kaget ketika pertama datang di  Indonesia dengan melihat gaya berpakaian wanita-wanita Indonesia  yang  "seksi". Gaya berbusana yang jarang atau mungkin tidak pernah dilihat di  negaranya.

Pasalnya, persepsi mereka tentang gaya berpakaian muslimah  di Indonesia akan sama dengan muslimah di negaranya dimana di negaranya  cara berpakain muslimah cukup tertutup. Menurut mereka islam di  Indonesia cukup bebas. Saya meng-amini itu. Saya jelaskan bahwa negara kami cukup terbuka termasuk terhadap nilai-nilai barat yang mengajarkan  tentang kebebasan bahkan sampai kebablasan.

Saya lebih banyak  berdiskusi dengan yang paling senior (pria dewasa di gambar) diantara  mereka. Menurutnya, Indonesia negara yang cukup toleran jika  dibandingkan dengan negaranya. Saya jelaskan kami memang ditakdirkan sebagai negara dengan banyak suku dan budaya serta perbedaan lainnya, jadi menghadapi perbedaan adalah hal yang sudah biasa kami lakukan. Kami saling mengharagai satu sama lain. Perbedaan bagi kami merupakan  sunnatullah yang menjadi kekayaan bagi kami.

Saya sedikit masuk  pada "sunni dan syiah", untuk memecah kekauan persepsi mereka tentang  dua kelompok ini. Saya masih sepakat dengan persepsi awal saya bahwa  kekauan mereka bergaul dengan masyarakat sekitar karena kuatnya gap  sunni-syiah yang selama ini mungkin terbangun dalam alam pikirannya.

Bahkan ketika mereka menyaksikan pertumpahan darah dinegaranya dan  negara lain di kawasan timur tengah. Saya menyampaikan agar tidak usah  kaku dengan itu. Saya dan mayoritas masyarakat di sini sunni, tapi kita  ini manusia yang berasal dari satu pencipta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun