Masalah kesehatan penyakit tidak menular salah satunya ialah hipertensi. Banyak orang sering menyebutnya dengan tekanan darah tinggi. Hipertensi merupakan penyebab utama kematian dini di seluruh dunia. Penyakit hipertensi ini memiliki julukan silent killer, karena hipertensi ini diam-diam dapat membunuh penderitanya. Para penderita hipertensi sering kali tidak mengenali tanda gejala yang terjadi pada diri mereka. Hipertensi memang merupakan penyakit kronis, atau penyakit menahun, yang umumnya tidak bisa sembuh total.Â
Menurut (WHO, 2023) Diperkirakan 1,28 miliar orang dewasa berusia 30- 79 tahun di seluruh dunia menderita hipertensi, dengan sebagian besar dari mereka, yakni dua pertiga, tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Diperkirakan 46% orang dewasa penderita hipertensi tidak menyadari bahwa mereka mengidap penyakit tersebut. Prevalensi hipertensi bervariasi antar wilayah dan kelompok pendapatan negara. WHO Wilayah Afrika mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi (27%) sedangkan WHO Wilayah Amerika mempunyai prevalensi hipertensi terendah (18%).Â
Kroasia diperkirakan memiliki prevalensi hipertensi tertinggi pada pria pada tahun 2040, Di antara negara-negara terpadat di dunia, Pakistan dan India kemungkinan akan meningkat masing-masing sebesar 7,7% dan 4,0% pada kedua jenis kelamin. Asia Tenggara diperkirakan mengalami prevalensi hipertensi terbesar pada pria, sedangkan Afrika diperkirakan memiliki prevalensi hipertensi tertinggi pada wanita. Negara-negara berpenghasilan rendah diperkirakan memiliki prevalensi hipertensi tertinggi pada kedua jenis kelamin (Boateng & Ampofo, 2023).Â
Di Indonesia, prevalensi penderita hiperetnsi pada usia lebih dari 18 tahun ke atas berdasarkan sirkesnas tahun 2016 sebannyak 32,4%. Pada program pemerintah bulan pengukuran tekanan darah tahun 2017, didapatkan data sebanyak 72,006 orang dilakukan pengukuran tekanan darah dan didapatkan 69,888 data setelah validasi. 1 dari 3 orang dewasa memiliki peningkatan tekanan darah dan/ atau mengonsumsi obat anti Hipertensi, 1 dari 10 orang dewasa baru pertama kali mengetahui peningkatan tekanan darahnya, 1 dari 6 orang dewasa mengonsumsi obat Hipertensi, dan 1 dari 2 orang dewasa yang minum obat anti hipertensi masih memiliki tekanan darah > 140/ 90 mmHg (Kemenkes RI, 2018).Â
Hipertensi atau seringkali disebut dengan tekanan darah tinggi terjadi ketika tekanan di pembuluh darah terlalu tinggi (140/90 mmHg atau lebih tinggi). Hal ini seringkali terjadi tetapi dapat menjadi serius jika tidak segera diobati. Tekanan darah ditulis dalam dua angka. Angka pertama disebut dengan sistolik melambangkan tekanan pada pembuluh darah saat jantung berkontraksi atau berdetak. Angka kedua disebut dengan diastolic melambangkan tekanan di dalam pembuluh darah saat jantung beristirahat di antara detak jantung.Â
Adapun penyebab terjadinya hipertensi dibedakan menjadi hipertensi essensial dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Tetapi ada beberapa hal yang seringkali dikaitkan dengan penyebab hipertensi essensial seperti faktor genetic, lingkungan, asupan garam, obesitas, pekerjaan, kurang olahraga, asupan alcohol, jenis kelamin, dan usia. Sedangkan, Hipertensi sekunder penyebabnya dapat ditentukan, seperti kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme) dan lainnya (Kemenkes, 2018).Â
Beberapa hal yang menjadi faktor risiko dari hipertensi yaitu usia >50 tahun sering terjadi pada wanita yang sudah menopouse karena saat menopouse terjadi penurunan hormon esterogen sehingga elastisitas dari pembuluh darah akan menurun, genetika dari riwayat keluarga yang memiliki hipertensi juga menjadi bagian dari faktor risiko terjadinya hipertensi, pada generasi berikutnya kemungkinan besar akan memiliki faktor risiko mengalami hipertensi tetapi jika gaya hidupnya bisa dikendalikan dengan baik maka hipertensi tersebut tidak akan terjadi, obestitas juga menjadi faktor risiko hipertensi karena penumpukan lemak bisa menekan pembuluh darah yang ada di bawahnya, kurangnya aktifitas fisik juga menjadi faktor risiko terjadinya hipertensi (WHO, 2023).Â
Masyarakat harus mulai memiliki kesadaran terhadap kondisi tubuh diri mereka sendiri dengan mengetahui terlebih dahulu gejala dari hipertensi diantaranya sakit kepala, pusing, penglihatan kabur, telinga berdenging, bahkan nyeri dada. Jika gejala tersebut sudah dialami, maka segera untuk datang ke pelayanan kesehatan dan melakukan pemeriksaan tekanan darah. Jika ada gejala yang sudah dialami, maka wajib bagi penderita untuk lebih tanggap mengenali gejala yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Jika hipertensi tidak ditangani atau dikendalikan dengan baik, maka akan terjadi beberapa komplikasi seperti stroke, gagal jantung, gagal ginjal dan lainnya.Â
Adaptasi gaya hidup ini mampu membantu dalam pencegahan serta pengendalian tekanan darah tinggi melalui langkah-langkah seperti konsumsi lebih banyak sayuran dan buah-buahan, melakukan aktivitas fisik lebih intensif, seperti berjalan, berlari, berenang, menari, atau latihan kekuatan seperti angkat beban, melakukan setidaknya 150 menit aktivitas aerobik moderat setiap minggunya atau 75 menit aktivitas aerobik berat setiap minggu, melakukan latihan kekuatan minimal 2 hari dalam seminggu, menurunkan berat badan apabila mengalami kelebihan berat badan atau obesitas. Selain itu bisa dengan menghindari hal-hal seperti mengonsumsi makanan tinggi garam (usahakan kurang dari 2 gram per hari) dan makanan tinggi lemak jenuh, hindari merokok atau menggunakan produk tembakau, hindari mengonsumsi alkohol dalam jumlah berlebihan (maksimal 1 gelas per hari untuk wanita, maksimal 2 gelas per hari untuk pria) (WHO, 2023).Â
Tekanan tekanan darah yang awal mulanya tinggi bisa menjadi normal dengan cara dikendalikan. Penyakit hipertensi ini menjadi salah satu perhatian pemerintah dalam pembuatan program pengendalian penyakit tidak menular. Pemerintah berupaya untuk menekan angka prevalensi yang tinggi dari penyakit hipertensi ini dengan membentuk beberapa program. Program yang dilakukan salah satunya dengan promosi kesehatan untuk berperilaku CERDIK dalam mengatasi PTM. Cek kondisi kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat dengann kalori seimbang, Istirahat yang cukup, dan Kendalikan stress (Kemenkes RI, 2018).Â
Program lainnya juga merupakan program promosi kesehatan yaitu program PATUH bagi yang sudah menyandang Penyakit Tidak Menular (PTM) diselenggarakan agar penderita rajin control dan konsumsi obat. Periksa kesehatan secara rutin dan ikuti anjuran dokter, Atasi penyakit dengan pengobatan yang tepat dan teratur, Tetap diet sehat dengan gizi seimbang, Upayakan beraktifitas fisik denga naman, dan Hindari asap rokok, alcohol, dan karsinogenik lainnya (Kemenkes RI, 2018).Â