Mohon tunggu...
Marwah Apriyani
Marwah Apriyani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sebagai Mahasiswi IUQI ingin melatih dan mengembangkan minat menulis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kekerasan terhadap Perempuan yang Melibatkan Ketua KPU

11 Juli 2024   20:55 Diperbarui: 11 Juli 2024   20:56 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/maferlo24/

Kekerasan menjadi isu atau masalah sosial yang  sudah marak terjadi di Indonesia. Hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak kekerasan belum dapat memberikan efek jera sehingga kasus kasus kekerasan masih banyak terjadi kepada masyarakat dan belum dapat di berantas dengan tuntas. Kekerasan biasanya terjadi pada kaum wanita dan anak anak karena dianggap sebagai makhluk lemah yang tidak mampu melawan, sehingga tindakan kekerasan baik secara fisik, mental, maupun seksual dapat terjadi.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah melakukan peluncuran Catatan Tahunan (CATAHU) yang merekam data kekerasan terhadap perempuan selama tahun 2023 dalam rangka menyambut Peringatan Hari Perempuan Internasional tahun 2024. Di mana dalam catatan tersebut menjelaskan karakteristik korban dan pelaku masih menunjukkan tren yang sama, yaitu korban lebih muda dan lebih rendah pendidikannya daripada pelaku. Selama tiga tahun terakhir jumlah pelaku sebagai pihak yang seharusnya menjadi panutan, pelindung, dan simbol kehadiran negara naik 9%, melampaui dari rata-rata Catahu 21 tahun sebesar 5% (informasi lengkap data kasus kekerasan terhadap perempuan tahun 2023 dapat dilihat dalam Lembar Fakta CATAHU Komnas Perempuan Tahun 2024).

Dalam hal itu yang menjadi akar permasalahan kekerasan terhadap perempuan terletak pada ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Sumber kuasa pelaku semakin kuat ketika pelaku memiliki kekuasaan politik, pengetahuan, jabatan struktural, dan tokoh keagamaan. Sebagaimana kasus tindakan asusila yang dilakukan oleh mantan ketua KPU Hasyim Asy'ari terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda. Ia menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila terhadap seorang anggota PPLN dengan menggunakan fasilitas dan jabatan sebagai ketua KPU. Yang mana ia terungkap telah merayu dan memaksa korban untuk berhubungan badan yang mengakibatkan korban mengalami gangguan kesehatan. Dengan begitu Hasyim Asy'ari dipecat sebagai ketua KPU karena telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk memenuhi hasrat seksual, sehingga Perilakunya dianggap tidak menjaga kehormatan penyelenggara pemilu.

Kekerasan bisa terjadi pada siapapun dan kapanpun tetapi biasanya terjadi pada perempuan yang dianggap lemah sehingga dimanfaatkan oleh sebagian kaum laki laki untuk melakukan tindakan kekerasan. Dalam hal ini sebagai perempuan untuk senantiasa berhati hati dalam menjaga diri dan berani untuk melaporkan tindakan kekerasan baik itu kekerasan secara fisik, mental, maupun seksual sehingga dapat mengatasi dan meminimalisir terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Karena keberanian perempuan dapat menekan perilaku negatif dari laki laki.  .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun