Sesaat memori terputar ulang.
Memaksa mengingat pada sedikit goresan yang membuat pedih tempat terapuh dalam diri.
Setiap dari yang bernyawa tentu menginginkan penerimaan dari manusia lain.
Apalagi jika sinar kebaikan yang ditawarkan.
Namun sayang penolakan tetap saja hadir.
Tentu itu wajar, karena setiap yang bernyawa punya inginnya masing-masing.
Namun nyatanya terkadang sesak itu hadir.
Sekedar kata "tidak" nyatanya cukup membuat dada berdebar nyeri.
Sekedar "gelengan kepala" nyatanya cukup membuat gelenyar aneh dalam dada bernama sakit.
Apalagi jika dilanjutkan dengan "menghindar" rasanya begitu ngilu, cukup membuat mata memanas menunjukkan kerapuhan.
Namun, apa yang bisa kita lakukan?
Tak mungkin bisa memaksa, karena yang terpaksa tak akan mengambil kebenaran dengan kesadaran.
Yang terpaksa tak akan tahu seberapa indah sebuah keindahan.
Yang terpaksa juga akan menutup mata atas setiap tawaran kebahagiaan.
Yang terpaksa juga tak akan bisa melihat setiap ketulusan dari pemaksa.
Maka bagimu yang sedang mengalami sakitnya penolakan atas kebenaran yang ditawarkan.
Cukup penawaran yang harus diberikan.
Jangan pernah berharap lebih, tugasmu hanya menawarkan.
Urusan penerimaan bukanlah bagianmu, cukup ringankan hatimu atas setiap kemungkinan.
Kerjakan dengan sebuah ketulusan.
Dan ingatlah setiap bagianmu yang telah selesai dikerjakan akan mendapat ganti kebaikan.
Maka sakit itu perlahan akan hilang berganti dengan sebuah penerimaan dan ketulusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H