Keluarga merupakan bagian penting dalam membangun sebuah peradaban. Ketahanan keluarga yang rapuh tentunya akan berdampak pada kondisi masyarakat, apalagi generasi. Keluarga merupakan bagian terkecil yang akan menentukan kualitas generasi. Namun disayangkan, berbagai permasalahan kerap muncul menghantam kekokohan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari data jumlah perceraian yang terjadi. Berdasarkan data Statistik Indonesia pada tahun 2022, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus.
Hal ini bukanlah masalah yang bisa dianggap sepele. Perceraian dapat berdampak lebih jauh. Beberapa dampak tersebut diantaranya, luka batin yang dialami seorang anak. Banyak Anak-anak korban perceraian cenderung merasa berbeda dan kehilangan gambaran ideal tentang keluarga. Kondisi anak yang secara emosi tidak stabil menyebabkan mudahnya masuk pengaruh negatif, semisal pornografi, kekerasan, juga tindak kriminal lain. Bagi seorang perempuan tidak jarang perceraian berimbas pada tingkat kesejahteraan yang menurun. Perceraian juga dapat memiliki pengaruh bagi perubahan gaya hidup laki-laki.
Selain permasalahan rusaknya ikatan keluarga karena adanya perceraian. Hal lain juga turut terjadi dan berdampak pada kualitas hubungan suami dan istri, bahkan keluarga secara keseluruhan. Misal kasus perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan masih banyak masalah lain yang menggambarkan buruknya kualitas hubungan keluarga.
Menurut catatan Komnas Perempuan, pada 2022 kasus kekerasan di ranah personal mencapai hampir 61%, sedangkan kasus kekerasan di dalam rumah tangga adalah 90%. Selain itu merupakan kekerasan yang dilakukan oleh orang yang pernah menjadi bagian dari rumah tangga itu (detik.com).
Berdasarkan fakta yang terjadi, banyak suami atau istri yang tidak memiliki tujuan jelas dalam sebuah pernikahan. Mereka menikah karena cinta secara fisik saja tanpa ilmu pernikahan yang memadai. Hal tersebut dapat menimbulkan ketidak cocokan dikemudian hari dan pertengkaran secara terus menerus. Tak jarang hal tersebut berdampak pada KDRT.
Selain itu, tidak adanya batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan menjadi faktor yang berpengaruh pada munculnya banyak permasalahan dalam keluarga semisal perselingkuhan. Makanya tidak jarang muncul berita perselingkuhan antara menantu dan mertua, bahkan anak dan orang tua.
Ekonomi juga menjadi faktor penting penyumbang rusaknya ketahanan keluarga. Apalagi di kondisi yang serba sulit hari ini. Pemberdayaan ekonomi yang hanya difokuskan pada perempuan bisa jadi membuat mau tidak mau para perempuan akan kehilangan perannya sebagai ibu atau istri secara maksimal. KDRT dan perselisihanpun bisa muncul karena terbaliknya peran antara suami dan istri.
Rapuhnya ketahanan keluarga adalah masalah yang diakibatkan oleh sesuatu yang kompleks dengan penyebab yang bersifat sistemik. Sekulerisme atau pemisahan aturan agama dari kehidupan adalah penyebabnya. Ketika Islam dijauhkan dari aturan kehidupan tentu akan mempengaruhi cara pandang, termasuk cara pandang tentang keluarga dan rumah tangga. Dalam sekulerisme cara pandang akan berorientasi pada kebebasan, kesenangan dunia dan materi. Para perempuan harus rela bertukar peran, dengan laki-laki demi ekonomi. Atau laki-laki yang lepas tanggung jawab karena mengejar kesenangannya. Terkikisnya pemahaman dan pemenuhan atas hak dan kewajiban suami istri, rusaknya sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan adalah konsekwensi pasti sekulerisme.
Melihat fakta tersebut, sekulerisme telah berhasil memunculkan berbagai faktor penyebab yang mengancam ketahanan keluarga. Mulai dari ekonomi, pola pikir, orientasi hidup, sistem pergaulan, penjagaan pada perempuan, bahkan media. Semuanya jauh dari Islam. Artinya, masalah ini muncul bukan hanya dari sisi individu. banyak faktor yang jadi penyebab munculnya permasalahan. Dimana semuanya bersumber dari sekulerisme. Untuk mampu mengokohkan kembali ketahanan keluarga, dan menghindarkan keluarga dari berbagai ancaman yang ada, maka menjauhkan kehidupan dari sekulerisme adalah jalan satu-satunya.
Islam datang dengan pengaturan yang lengkap dan sempurna. Dimana aturan itu bukan hanya untuk diketahui saja, tapi untuk diterapkan dalam kehidupan. Butuh peran individu, masyarakat bahkan negara untuk mewujudkan penerapannya dalam kehidupan. Bagi individu, memupuk keimanan tentu saja modal utama agar muncul ketakutan dalam berbuat maksiat. Selain itu mempelajari Ilmu tentang pernikahan menjadi sesuatu yang penting. Aturan detail tersebut ada dalam Islam. Dalam Islam pernikahan merupakan ibadah. Hal ini akan mendorong seseorang menjalani rumah tangga dengan tujuan ibadah, jadi bukan hanya memenuhi hawa nafsu saja. Suami dan isteri akan memahami  hak dan kewajiban masing-masing. Tidak hanya menyukai kebahagiaannya saja tapi berusaha mengurai masalah yang terjadi sesuai solusi Islam.