Keluarga merupakan benteng pertama bagi pembentukan masyarakat. Ketahanan keluarga dibutuhkan di dalam membentuk masyarakat yang ideal. Hanya saja mewujudkan ketahanan keluarga bukanlah perkara mudah untuk saat ini. Salah satu permasalahan keluarga yang dari dulu sampai sekarang tidak kunjung tuntas adalah kasus perceraian. Dari hari ke hari jumlah pertambahan kasus perceraian semakin memprihatinkan.
Berdasarkan data Statistik Indonesia pada tahun 2022, jumlah kasus perceraian di Indonesia mencapai 516.334 kasus. Data ini mengalami peningkatan 15,31% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus. Data tahun 2022 ini bahkan mencapai angka tertinggi dalam enam tahun terakhir.
Kondisi ini tentu tidak bisa begitu saja diabaikan. Karena perceraian memiliki dampak yang meluas dan juga problematik. Bagi seorang anak, perceraian dapat menimbulkan kesedihan bahkan trauma yang mendalam.Â
Banyak Anak-anak korban perceraian cenderung kehilangan fokus belajar. Kondisi anak yang secara emosi tidak stabil menyebabkan anak mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif, semisal pornografi dan pornoaksi, kekerasan, juga tindak kriminal lain. Bagi seorang perempuan dampaknya juga buruk.Â
Menurut penelitian womenshealthmag, sekitar 131.159 wanita mengalami kehidupan yang sulit setelah bercerai. Kehidupan yang tidak sejahtera berbanding lurus dengan peningkatan tingkat stres. Perceraian juga berimbas pada pria. Salah satu efek negatif yang terjadi adalah perubahan gaya hidup, seperti merokok atau konsumsi alkohol. Jadi tidak utuhnya keluarga akan menimbulkan rusaknya masyarakat.
Selain permasalahan ekonomi, kasus perselingkuhan turut mendominasi penyebab kasus perceraian. Sebuah penelitian di Amerika Serikat tentang perselingkuhan menempatkan Indonesia menjadi negara keempat di Dunia dengan kasus perselingkuhan terbanyak.
Penyebab perselingkuhan yang diungkapkanpun beragam. Mulai dari Ketidakpuasan dalam hubungan, hanya sekedar bersenang-senang, kontrol diri yang lemah. Sampai rendahnya komitmen dalam pernikahan. Sebab-sebab perselingkuhan ini menunjukkan betapa rapuhnya ikatan pernikahan. Fakta yang semakin miris, perselingkuhan tidak hanya terjadi akibat adanya pihak ketiga yang sengaja merusak hubungan pernikahan.Â
Tidak jarang perselingkuhan terjadi diantara orang-orang yang tidak terduga, semisal mertua dan menantu, saudara, bahkan orang tua dan anak. Modelnyapun beragam, yang terbaru marak kasus perselingkuhan online yang bahkan bisa dilakukan dimanapun hanya dengan bermodal gadged. Tentunya masalah ini butuh diberi solusi.
Banyak dijumpai suami atau istri yang tidak memiliki tujuan jelas dalam sebuah pernikahan. Mereka menikah dengan landasan cinta. Tidak jarang cinta tersebut hanya memandang fisik saja tanpa ilmu pernikahan yang memadai. Hal ini dapat menimbulkan ketidak cocokan dikemudian hari dan pertengkaran secara terus menerus. Selain itu dengan dalih menemukan cinta yang lain atau nyaman dengan yang lain, perselingkuhanpun terjadi.Â
Perselingkuhan juga tidak bisa dilepaskan dari sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini. Lemahnya keimanan menjadikan seseorang mudah saja mengumbar hawa nafsu. Tanpa peduli apakah itu benar atau salah. Kebebasan jadi alasan tidak adanya batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Jangan lupakan media yang banyak menyuguhkan cerita dan tanyangan yang justru memotivasi perselingkuhan.