Mohon tunggu...
Marvelin Ang
Marvelin Ang Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa ilmu komunikasi

Saat ini sedang menempuh pendidikan strata 1 di Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kajian Kultural Komunikasi, Apa Itu? Pentingkah?

17 Februari 2021   22:31 Diperbarui: 17 Februari 2021   22:56 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kajian budaya atau kajian kultural (cultural studies) merupakan salah satu teori komunikasi dengan paradigma kritik. Kajian budaya lahir di tengah-tengah semangat neo-marxisme yang berupaya mendefinisikan marxisme sebagai perlawanan dominasi dan hegemoni budaya tertentu (Astuti, 2003). Setiap kelompok masyarakat di dunia ini menganut suatu budaya dalam kehidupannya. Budaya berkaitan dengan bagaimana cara pandang seseorang dan nilai-nilai yang mereka jalani dalam kehidupan mereka. 

Kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya budaya, setiap manusia pasti membawa budaya sesuai dengan latar belakangnya masing-masing. Contoh yang paling dasar adalah perbedaan bahasa yang digunakan. Indonesia terdiri dari berbagai provinsi dan di setiap provinsi tersebut terdapat berbagai budaya yang dianut oleh masyarakatnya. Dalam satu pulau saja bahasa yang digunakan berbeda.

Contohnya di Pulau Jawa, di daerah Yogyakarta bahasa yang digunakan adalah Bahasa Jawa, sedangkan di daerah Jawa Barat bahasa yang digunakan adalah Bahasa Sunda. Meskipun kedua daerah ini termasuk dalam NKRI, tetapi budaya yang dianut bisa berbeda. Apalagi ketika bertemu dengan orang asing yang berasal dari negara yang berbeda, pasti akan ditemukan perbedaan budaya yang dianut. 

Saat ini, kita berada dan hidup di era globalisasi dimana informasi dapat menyebar dengan cepat dan tanpa batas. Kita yang tinggal di Indonesia, bisa berkenalan bahkan berkomunikasi dengan orang yang tinggal di Australia. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan seseorang untuk menjalin komunikasi dan relasi dengan orang-orang yang menganut budaya yang berbeda akan semakin besar. Kajian budaya memandang setiap pihak memiliki kesempatan yang sama untuk menempati dunia dengan budaya dan keunikan masing-masing (Astuti, 2003).

Kajian budaya tidak memaksa untuk menyeragamkan seluruh budaya yang ada di dunia, melainkan menekankan agar setiap orang dapat menghargai perbedaan itu. Sehingga, kajian budaya dapat meningkatkan sikap toleransi yang dimiliki oleh seorang individu. Seperti yang telah diketahui, budaya di dunia ini sangat banyak dan beragam.

Seorang individu tidak boleh merasa bahwa budaya yang paling baik dan paling benar adalah budayanya, atau bahkan yang lebih parah memaksa seseorang untuk menganut budaya kita. Hal ini sangatlah berbahaya karena dapat memecah belah hubungan.

Selain itu, setiap individu tentu saja memiliki kesempatan untuk bertemu dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Mereka juga memiliki kesempatan untuk menempuh pendidikan atau bekerja di luar negeri, oleh karena itu penting bagi setiap individu untuk memiliki sikap toleransi. 

Dengan mempelajari kajian budaya setiap individu dapat mendapatkan pemahaman yang lebih dalam mengenai suatu budaya sehingga dapat mengurangi kesalahpahaman. Hal ini dapat dimanfaatkan ketika seorang individu mendapatkan kesempatan untuk liburan ke luar negeri. 

Contohnya adalah memberikan tips kepada karyawan di restoran di Jepang. Hal ini merupakan salah satu tindakan yang merendahkan bagi orang Jepang. Berbeda dengan budaya di Indonesia, bagi orang Indonesia memberikan tips adalah hal yang biasa bahkan karyawan restoran dengan senang hati menerimanya. 

Kajian budaya juga dapat membuka cara pandang baru untuk mengembangkan diri. Contohnya adalah budaya tepat waktu yang dianut oleh masyarakat di Jepang. Orang-orang Jepang sangat disiplin dan tepat waktu. Ketika ada janji pukul 09.00 pagi, maka mereka akan tiba pukul 09.00 pagi.  Batas waktu terlambat untuk orang Jepang hanya 2-3 menit, lewat dari 3 menit mereka akan meninggalkan tempat (Fatonah, 2017). 

Hal ini sangat bertolak belakang dengan orang di Indonesia. Di Indonesia, biasanya orang sering terlambat dan kurang disiplin. Budaya Jepang ini dapat diterapkan untuk orang Indonesia agar menjadi pribadi yang disiplin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun