Mohon tunggu...
Marvel Graziano Kunarwoko
Marvel Graziano Kunarwoko Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - SMA Kolese Kanisius

Pelajar Sekolah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengembangan Sikap Magis dalam Ajaran Sekolah Jesuit

18 September 2024   02:08 Diperbarui: 18 September 2024   02:11 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pribadi Marvel G. K.

Kehidupan bersekolah di Kolese Kanisius tidaklah mudah. Kolese Kanisius atau kerap disebut CC adalah sekolah Jesuit bergengsi di Jakarta Pusat yang sudah berdiri sejak Tahun 1927. CC memiliki visi dan misi untuk membentuk jiwa kepemimpinan pada setiap Kanisian. Ignatian Leadership menjadi pedoman CC untuk mengajarkan para Kanisian menjadi pemimpin yang melayani. Ignatian Leadership yang diajarkan oleh sekolah ini, didasari pada nilai 4C 1L, yaitu compassion, commitment, conscience, competence, dan leadership. Kelima nilai ini menjadi dasar yang selalu dipegang oleh CC dalam setiap dinamika kegiatan, baik pembelajaran, acara sekolah, dan lain sebagainya.

Melalui proses pendidikan di Kolese  Kanisius, saya bisa belajar banyak hal dan mengembangkan sikap magis dalam segala hal. Budaya disiplin, rajin, dan jujur juga dipegang teguh oleh Kolese Kanisius. Apabila melanggar, sekolah akan memberikan sanksi tegas bagi yang melanggar peraturan dan Kanisian dituntut untuk merefleksikan serta introspeksi diri agar tidak mengulang kesalahannya. Hal ini membentuk Kanisian menjadi pribadi yang lebih magis.

Tahun ke tahun, Kolese Kanisius selalu memiliki tradisi yang sama. Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh pihak sekolah dan OSIS sangat bermanfaat bagi para Kanisian. Kegiatan seperti ILT, ALT, CC Cup, Ragamuda, dan lain sebagainya menjadi contoh bahwa Kolese Kanisius selalu mendukung para Kanisian untuk bertumbuh menjadi pemimpin yang melayani. ILT merupakan kegiatan yang membangun solidaritas antar teman dan menguji mentalitas para Kanisian. 

Seorang Kanisian tidak boleh rapuh seperti kaca, tetapi harus tangguh dan kuat seperti baja. CC Cup dan Ragamuda juga menjadi contoh bagaimana seorang Kanisian dapat tergabung dalam kepanitiaan suatu acara yang dapat meningkatkan pengalaman mereka. Saya sendiri sering kali tergabung dalam kepanitiaan acara-acara sekolah. Menjadi koorbid dan anggota suatu seksi sudah pernah saya alami. Saya mendapatkan banyak hal khususnya menimba pengalaman mengurus suatu acara. Saya sangat senang bersekolah di Kolese Kanisius Jakarta karena sekolah ini selalu mengajarkan hal-hal baik yang berguna bagi masa depan saya. Tidak hanya dari segi akademik, kompetensi nonakademik juga dikembangkan oleh sekolah ini.

Enam tahun saya jalani bersekolah di Kolese Kanisius. Dulu ketika masih kelas 7, saya diajarkan mengenai nilai-nilai dasar dan latihan rohani. Nilai-nilai  4C 1L serta latihan rohani seperti discernment, kontemplasi, examen, refleksi, dan lain sebagainya, memiliki pengaruh yang sangat besar dalam hidup saya. Saya menjadi tahu cara mengambil keputusan yang benar dan bisa menimbang-nimbang segala perbuatan yang saya lakukan. Kolese Kanisius yang dulu sangatlah disiplin dan memegang teguh pada moto Be Honest. 

Namun, semenjak Indonesia dilanda pandemi Covid-19 dan sekolah beralih menjadi PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh), moto Be Honest perlahan-lahan hilang. Banyak dari Kanisian yang melakukan kecurangan dan tidak terlihat oleh pihak sekolah. Hal ini membuat prinsip kejujuran yang sudah lama dipegang teguh oleh CC mulai punah. Tindakan Kanisian yang melakukan kerjasama, menyontek, dan lain sebagainya ketika ujian, sulit untuk dilihat oleh pihak sekolah. Keterbatasan pengawasan dan pandangan Kanisian yang lebih mementingkan nilai bagus dibandingkan kejujuran menjadi faktor moto CC mulai hilang.

Kini, Kolese Kanisius mulai menghidupkan kembali semboyan dan nilai-nilai dasar 4C 1L. Semboyan kerajinan, kejujuran, dan keadilan mulai terlihat kembali di Kolese Kanisius. Pemberian sanksi bagi Kanisian yang melanggar sudah sangat baik karena tidak hanya diberikan hukuman fisik, tetapi juga hukuman berupa refleksi agar para Kanisian sadar dan tidak mengulangi kesalahan yang mereka perbuat. Semua kegiatan selalu dilakukan refleksi pada akhir sesi. Pengalaman yang paling saya ingat adalah ILT 2024. Tahun ini, saya menjadi panitia dokumentasi yang memiliki jobdesk untuk mendokumentasikan seluruh dinamika ILT 2024. Namun, atas tuntutan Bu Inggrit dan Frater Alfred, seluruh panitia ILT 2024 diwajibkan menulis refleksi ILT selama 15 hari. 

Ini menjadi bukti bahwa ILT tidak hanya difokuskan pada pengembangan diri Kanisian kelas 10, tetapi juga seluruh Kanisian yang terlibat. Kita diajarkan untuk membagi waktu antara mengerjakan tugas, kegiatan sekolah, belajar, bermain game, dan lain sebagainya. Kegiatan CC Cup juga mengajarkan saya banyak hal. Saya sudah dua tahun menjadi koorbid lomba fotografi. Banyak pengalaman yang saya timba dan kembangkan. Menyusun SOP, Jobdec, RD, MoU, Pembagian Shift Kerja, LPJ, dan lain-lain tidaklah mudah. Terdapat waktu dan usaha yang harus dikorbankan. Tidak ada proses yang mudah dan ini menyadarkan saya pentingnya suatu proses dalam bekerja.

 Saya berharap, di masa depan, saya bisa mempraktekkan seluruh ajaran yang saya dapatkan selama bersekolah di SMP dan SMA Kolese Kanisius serta menjadi leader yang melayani sesama. Kolese Kanisius harus terus mendidik para Kanisian di masa yang akan datang untuk menjadi pemimpin sejati, mengamalkan nilai Pancasila, memegang prinsip Man For and With Others, Honesty and Fairness, dan  mengembangkan budaya CC. Saya yakin, CC akan menjadi sekolah yang terus berkembang dan menghasilkan orang-orang hebat di Indonesia.

Mengenyam pendidikan di Kolese Kanisius bagaikan menempa besi menjadi baja. Awalnya, Kanisian diibaratkan sebagai logam mentah yang belum memiliki bentuk, ketangguhan, maupun nilai yang jelas. Namun, melalui proses panjang yang penuh tantangan, seperti disiplin, nilai-nilai kepemimpinan, serta berbagai kegiatan pengembangan diri, Kanisian dipanaskan, dipukul, dan dibentuk menjadi pemimpin yang tangguh. Setiap kesalahan diibaratkan sebagai cacat yang harus ditempa ulang melalui refleksi, agar kelak mereka menjadi baja yang kuat, jujur, dan siap melayani sesama dengan integritas tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun