"surga di berada bawah telapak kaki ibu"
kalimat di atas begitu akrabnya di telinga kita. kitapun menginterpretasikan kalimat tersebut dari sudut pandang yang berbeda-beda sehinga setiap kita menyikapi kalimat tersebut dengan berbeda pula. sayapun tidak ketinggalan menginterpretasikan kalimat tersebut berdasarkan pengalaman dan pengetahuan saya..
dulu sekali.. ketika kalimat tersebut muncul.. rasanya settingan masyarakat kita sangat berbeda dengan sekarang. saat itu, (mungkin) ibu adalah orang yang tinggal di rumah, ibu rumah tangga. mengurusi urusan "rumah", dan terutama membesarkan anak, yang merupakan tugas terberat urusan rumah tersebut. membesarkan anak berarti menjamin anaknya nanti jika besar memiliki karakter yang baik, memiliki mental yang baik, memiliki moral yang baik, yang terepresentasi dengan sikap hidup dia sehari-hari ketika besar nanti. bukan sikap hidup yang penuh keculasan, penuh kecurangan, menyakiti lingkungan sekitar, apalagi merugikan lingkungan sekitar. jika anak-anak yang dibesarkan sang "ibu di rumah" tadi bisa memiliki semua yang baik tersebut.. tentu saja seharusnya anak tersebut mendapatkan "surga", di dunia maupun di luar dunia (jika ada). namun sebaliknya, jika anak yang dibesarkan ternyata penuh merugikan lingkungan sekitar, jelas sekali surga di alam manapun bukan haknya.. karena begitu dominannya peranan ibu untuk memberikan bekal sikap mental dan karakter anak untuk masa depannya nanti, oleh karena itulah "surga di bawah telapak kaki ibu".
namun, itu dulu...
sekarang, semua sudah berubah. situasi dan kondisi sudah berubah. hanya sedikit wanita bisa bertugas HANYA sebagai "ibu di rumah". tuntutan kehidupan mengharuskan para wanita nyambi kerjaan lain selain bekerja sebagai ibu di rumah. wanita harus sharing dengan tugas para laki-laki yang sebelumnya selalu mengaku sebagai kepala rumah tangga. oleh karena itu, para laki-lakipun sekarang juga harus sharing tugas dengan wanita sebagai ibu di rumah, yaitu harus ikut bertanggung jawab membesarkan anak-anaknya agar memiliki sifat dan sikap yang baik-baik tadi. sekarang, mengantarkan surga ke anak sudah bukan lagi tanggung jawab tunggal seorang wanita (a.k.a ibu).. namun sudah menjadi tanggung jawab bersama wanita dan laki-laki.. so.. mungkinkah kalimat pertama di atas harus diganti dengan "surga berada di bawah telapak kaki ibu.. dan bapak"
tentu saja perubahan itu menjadi goresan di jiwa dan hati masing-masing kita ini.. apakah memang kita seharusnya bisa mempersembahkan surga untuk anak-anak kita.. ataukah para laki-laki ini (termasuk diriku yang katanya laki-laki) membebankan semua tanggung jawa penyurgaan kepada wanita.. meskipun sudah tidak menjadi ibu di rumah lagi...
selamat hari kartini..
selamat hari kartijo.. kartini yang nyambi jadi paijo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H