Hampir terjadi pada etalase kancah pemilihan kepala daerah. Tidak Hanya menyinggung tentang pilkada, namun juga jenis pemilihan umum lainnya.
Perlahan lahan saya coba amati, baca isi konten tersebut, hingga geleng-geleng kepala, dan tersenyum kecil. Media sosial yang dijadikan sebagai ajang arena pertarungan, gelanggang menunjukkan kekuatan.
Tidak sungkan-sungkan antar kubu memercikkan keberingasan, meskipun hanya di dunia Maya. menggunakan akun-akun palsu menutupi jati dirinya, mengekspor informasi dan berita yang belum tentu kebenarannya. Lebih ekstrim lagi tidak jarang ditemui akun akun yang terang-terangan mencederai bahkan memburuk-burukkan figur dan kelompok tertentu. Menyebar berita hoax agar salah satu figur tercoreng nama baiknya.
"Asumsi pun muncul dari setiap calon figur pemimpin" Modal besar sudah di pertaruhkan, kekayaan yang dimiliki pun sudah ikut tergadaikan, bukan hanya itu kedudukan dan jabatan pun tidak luput dari pertaruhan. Sudah barang tentu ambisius pun serta merta akan ikut bergelora.
Pertarungan politik tidak hanya berimbas pada figur calon yang diusung, namun juga berimbas pada para pendukung disegala lini.Â
hal ini yang perlu diwaspadai oleh setiap figur calon pemimpin.Â
Kedewasaan berpolitik sangat dikedepankan, kematangan berpolitik mengedepankan sikap sportif menjalankan roda politik. Teramat sulit memang jika rasa Ambisius sudah lebih dominan.Â
Tentu hal ini menyalahi prosedur dan koridor mekanisme Politik yang berlaku. Regulasi peraturan perundang-undangan Pemerintah terkait Pemilihan kepala daerah sepertinya sudah tercoreng.
Kita tidak sadari bahwa sebenarnya kita sudah masuk dalam perangkap pertarungan politik. Tanpa kedewasaan berpolitik menyerap dan kemampuan menyaring informasi maka tatanan hidup normal berbudaya akan dipertaruhkan.
Salak, Â 26 Agustus 2020.