Lalu bagaimana dengan Kabupaten Pakpak Bharat? Kabupaten secara geografis tak tersentuh oleh bibir pantai Danau Toba, mungkin dengan alasan tersebut menjadi Kabupaten Pakpak Bharat tidak mendapatkan kucuran dana pembangunan. Dipandang kurang layak, tidak ada destinasi wisata berhadapan langsung dengan Danau Toba.
Tetapi kita harus mengkaji lebih dalam lagi, apa peran yang sudah dilakoni Kabupaten Pakpak dalam turut serta bagian dari Danau Toba. Kabupaten Pakpak Bharat hampir delapan puluh persen diselimuti oleh lebatnya Hutan  Lindung  belantara, Hutan Lindung tersebut berfungsi sebagai serapan air bawah tanah. Sebagai penyeimbang dan pemasok air.
Kajian itu yang seharusnya diamati lebih dalam lagi oleh Pemerintah. Pemerintah hanya memproyeksi kawasan wisata dilihat dari kacamata umum, Pemerintah terkesan lebih melihat dari spot-spot pandangan mata Danau Toba di pesisir.Â
Pemerintah seakan-akan  melupakan sesuatu lebih penting disana. Dari mana datangnya pasokan air Danau Toba, bagaimana dan darimana sumber air yang dihasilkan untuk melestarikan Danau Toba tersebut, sangat Impossible rasanya Danau Toba kelihatan Indah jika tidak dipasok oleh sumber-sumber air yang cukup.Â
Beberapa tahun ini juga pernah kita dengar bersama jika volume air Danau Toba lama kelamaan mulai menyusut, disamping mungkin karena musim kemarau berkepanjangan juga disebabkan oleh maraknya ilegal logging
Pakpak Bharat adalah kuncinya, dengan Bentang alam Hutan Lindung yang dimiliki, sudah sangat dipastikan Sumber air utamanya ada di daerah itu. Pakpak Bharat sebagai pemasok utama sumber air Danau Toba.
Kelihatan Pakpak Bharat hanya ditugaskan sebagai Budak Hutan lindung , bagaimana tidak, kawasan Hutan lindung di Pakpak Bharat lebih luas dari luas areal lahan pertanian untuk masyarakat, masyarakat dipaksakan menjaga dan mengakui tanah yang diolahnya adalah tanah Hutan lindung,
Kadang kala Pemerintah mengakui jika areal lahan pertanian yang dikelola oleh para petani, terregistrasi menjadi Hutan Lindung,  dari jamam  sebelum Kemerdekaan Indonesia pun itu telah digarap oleh masyarakat setempat.
Hal ini yang menyebabkan banyak para petani di Pakpak Bharat merasa ketakutan, jika dikelola maka akan berurusan dengan hukum, tetapi itu jelas- jelas telah  dimanfaatkan dari turun temurun hingga anak cucu., tanah Ulayat.
 Ini juga yang menjadi alasan warga masyarakat semakin terhimpit, terhimpit Ekonominya karena Arel pertanian untuk dikelola tidak cukup, terhimpit Keuangannya karena akses jalan tidak bisa dibuka karena berada pada kawasan hutan lindung. Terhimpit cita-cita nya menjadi kota yang besar karena tak ada ruang dan tempat untuk berekspresi.
Yang lebih parah lagi Pemerintah lebih terbuka kepada investor-investor pengelola hutan, pohon-pohon nya telah ditebas, dijual untuk dijadikan kertas.