Pengkhianatan G30S/PKI adalah film propaganda politik Indonesia. Film ini dibuat untuk mendukung rezim Orde Baru Indonesia yang dipimpin oleh mendiang Presiden Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun.
      Kisah utamanya berkisar pada pembunuhan enam petinggi Tentara Nasional Indonesia pada 30 September 1965. Dalam film ini, Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh sebagai pelaku peristiwa tersebut. Dengan demikian, film ini turut melegitimasi perburuan dan pembunuhan ribuan anggota PKI pada tahun-tahun berikutnya. Peristiwa ini sangat menonjol di Indonesia karena belum ada jawaban pasti tentang siapa yang menyebabkan peristiwa tersebut. Selain keyakinan Orde Baru bahwa PKI adalah biang keladinya, penafsiran yang berlawanan menyalahkan Soeharto; Mayjen Tentara Nasional Indonesia pada saat peristiwa tersebut, dan presiden Indonesia kedua yang berkuasa selama 32 tahun pada masa Orde Baru.
      Para penganut anti Orde Baru percaya bahwa Soeharto memengaruhi sejumlah pejabat militer untuk memulai acara tersebut, dan kemudian menggunakan kekuasaannya sebagai pejabat tinggi militer untuk "menyelamatkan keadaan". Dengan melakukan hal itu, ia diyakini dapat membangun kepercayaan rakyat Indonesia, menunjukkan kekuasaannya untuk menyingkirkan para oposisi politiknya, termasuk Soekarno, presiden Indonesia pertama yang akhirnya membawanya diangkat menjadi presiden. Selain itu, AS baru saja merilis beberapa dokumen rahasia yang mencatat keterlibatan mereka dalam pembantaian G30S/PKI, yang dirangkum dalam tautan ini. Film ini telah mendikte bagaimana peristiwa tersebut dipersepsikan oleh masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Meskipun terus berkembangnya penafsiran yang menentang ideologi yang disajikan dalam film tersebut, kepercayaan yang mengakar telah diwariskan dari generasi ke generasi.
      Dengan demikian, mayoritas masyarakat Indonesia masih mengambil posisi dominan-hegemonik terhadap film ini dengan meyakini secara kuat bahwa ancaman PKI adalah sesuatu yang perlu ditakuti dan dihentikan. Dalam kasus ini, mitos yang ingin disampaikan produser kepada penonton adalah bahwa PKI dan elemen atau sub-kelompok afiliasinya adalah orang-orang berbahaya yang mengganggu stabilitas Indonesia. Akibatnya, mayoritas masyarakat Indonesia mengecam politik sayap kiri hingga saat ini.
      Untuk memahami bagaimana film ini berhasil mendikte sejarah Indonesia, saya akan mendasarkan analisis saya pada dua poin: (1) bagaimana produser memanfaatkan genre untuk mencapai intertekstualitas, dan (2) proses distribusi yang terlibat dalam pemasaran film.
      Pertama-tama, saya akan membahas genre film tersebut. Film "Pengkhianatan G 30 S/PKI" diklasifikasikan ke dalam setidaknya empat genre, yaitu: (1) dokumenter sejarah, genre ini diklasifikasikan oleh Orde Baru, (2) drama, (3) horor, dan (4) propaganda ketiga genre ini diklasifikasikan oleh penonton, terutama mereka yang tidak setuju dengan Orde Baru. Berdasarkan genre-genre yang disebutkan di atas, kita dapat melihat bahwa ketiganya tidak saling cocok.
      Genre pertama, dokumenter sejarah, dicetuskan oleh Orde Baru. Pilihan ini penting, terutama karena berhasil membangun kesamaan di antara orang Indonesia sebagai bangsa yang dibayangkan, memiliki sejarah yang sama. Dengan demikian, pemilihan genre ini membantu Orde Baru membangun hubungan dengan warga negara Indonesia, pemirsa utamanya. Hubungan yang terjalin ini adalah tujuan intertekstual yang diinginkan oleh Orde Baru.
      Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, film ini dibuat untuk mendukung Orde Baru. Dalam film ini, anggota PKI digambarkan sebagai orang yang haus darah dan kejam. Sebaliknya, pemerintah Indonesia digambarkan sebagai orang yang adil dan benar. Misalnya, adegan pembuka film tersebut menggambarkan anggota PKI menyerang orang-orang yang sedang salat subuh di masjid. Mereka membunuh imam (orang yang memimpin salat berjamaah) dan merobek Al-Quran dengan sabit. Hal ini menyebabkan terbentuknya ketakutan yang mengakar bahwa PKI adalah musuh bersama bagi semua penganut agama di Indonesia. Dalam film tersebut, anggota PKI juga diperlihatkan menyiksa para korban sebelum akhirnya menembak mereka meskipun laporan otopsi resmi jenazah korban menyatakan sebaliknya. Mengingat keyakinan Orde Baru tentang bahaya PKI, penafsiran balik dengan cepat menangkap fakta sebelumnya.
      Film dalam genre dokumenter sejarah mengacu pada peristiwa nyata yang terjadi di masa lalu, dan idealnya harus menggambarkan peristiwa tersebut dengan semua fakta yang dipilah agar memperoleh replika akurat tentang apa yang sebenarnya terjadi. Akan tetapi, alur cerita "Pengkhianatan G30S/PKI" jelas memperlihatkan proses misrepresentasi terhadap PKI dengan mendramatisasi dan mengamplifikasi aspek-aspek tertentu yang terkait dengan "kebrutalan" mereka, dan sekaligus menonjolkan reaksi pemerintah terhadap mereka. Fakta bahwa Orde Baru mengklaim film ini sebagai "dokumenter sejarah" menunjukkan pembacaan yang mereka sukai: bahwa penonton akan melihat PKI sebagai orang jahat dan pemerintah sebagai orang baik.
      Genre kedua, drama, merupakan pendekatan yang bertentangan dengan definisi Orde Baru tentang genre film. Film drama biasanya memiliki tingkat lebayan tertentu untuk menonjolkan cerita atau bagian tertentu dari suatu peristiwa. Fakta ini terlihat jelas dalam film tersebut.