Mohon tunggu...
Martua Intan
Martua Intan Mohon Tunggu... Konsultan - Pemerhati Lingkungan Hidup

Dilahirkan di Pontianak. Pernah tinggal di Australia hampir 9 (sembilan) tahun. tertarik dengan lingkungan hidup, khususnya tentang pelestarian sumber air dan peduli dengan dampak penambangan di tanah borneo.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu 2024 Ditunda Suatu Kemunduran Demokrasi di Tanah Air

9 Maret 2022   21:19 Diperbarui: 9 Maret 2022   21:24 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia adalah salah satu dari tiga negara terbesar pelaksana pesta demokrasi  di dunia, setelah India dan Amerika Serikat. Selain jumlah calon pemilih yang besar, juga partai politik yang menjadi kontestan pesta demokrasi terbilang banyak. Pasca reformasi, pemilihan umum baik pemilihan presiden-wakil presiden serta pemilihan legislatif (DPR) dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) secara berkala dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali.

Adanya wacana penundaan Pemilu 2024 merupakan suatu usulan yang tidak masuk akal. Karena ini akan menjadi preseden yang tidak baik bagi bangsa ini. Apapun alasannya hal ini sebaiknya tidak dilakukan. Marilah kita mengajarkan kepada generasi muda untuk selalu menaati sistem yang telah dibuat. Membuat suatu peraturan memerlukan waktu, biaya dan kesepakatan di antara pemangku kepentingan, namun dengan merubah peraturan yang sudah disepakati bersama tersebut akan menunjukkan ketidak konsistenannya kita dalam hidup berbangsa dan bernegara. Penundaan pemilu 2024 adalah salah satu pengingkaran dalam berdemokrasi.

Mari kita lihat siapa yang diuntungkan dengan penundaan pemilu 2024 adalah para elite terutama pihak-pihak pengusul penundaan pemilu 2024. Bisa jadi para menteri, anggota DPR dan DPD, DPR Propinsi, DPR Kota dan kabupaten bahkan kalau mau lebih jauh lagi adalah para pejabat di tiap Departemen seperti Dirjen, Sekjen serta eselon satu lainnya. Kemungkinan penambahan 2 tahun lagi sangat menguntungkan mereka. Walaupun tidak menutup kemungkinan akan terjadi pergantian ditengah jalan.

Dalam beberapa survei di awal tahun, hanya tiga partai yang meraih hasil yang di atas 2 digit, bilamana pemilu dilakukan saat ini. Berdasarkan survei Litbang Kompas yang dilaksanakan pada  tanggal 17 hingga 30 Januari 2022 dimana PDIP meraih 22,8%, diikuti Gerindra 13,9% dan Demokrat 10,7%. 

Sementara itu hanya Golkar (8,6%), PKS (6,8%) dan PKB (5,5) yang bisa melewati ambang batas 4% untuk partai politik yang bisa mengirim wakilmya ke senayan. Artinya timbul kekhawatiran bilamana pemilu tetap pada jadwalnya yaitu 2024, maka akan terjadinya peta kabinet yang berbeda dengan tahun 2019. Bilamana dari awal PDIP dan Gerindra berkoalisi, maka konfigurasi kabinet mendatang akan jauh berbeda. Beberapa posisi kunci kabinet seperti Menteri Koordinator, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan dan Menteri yang mengurus ekonomi akan didominasi oleh PDIP  diikuti oleh Gerindra. 

Pemilihan presiden 2024 seandainya dari awal PDIP dan Gerindra berkoalisi maka kembali terjadi 2 poros kembali yaitu calon dari PDIP-Gerindra dan Demokrat-PKS. Kemana berlabuhnya partai-partai yang lain, kembali mereka akan berhitung dari awal calon yang mana yang paling besar berpeluang memenangkan Pilpres 2024 dan koalisi mana yang bisa memenuhi keinginan mereka. Dua hal ini yang akan menjadi berita besar di tanah setahun sebelum perhelatan pemilu 2024. 

Hal ini lumrah, seperti yang terjadi sejak pemilu 2004, 2009, 2014 serta 2019.  Namun kalau dari awal PDIP dan Gerindra mengusulkan masing-masing Capres dan Cawapresnya, skenario yang terjadi bisa saja seperti 2019 yaitu PDIP vs Gerindra atau skenario tiga calon, yaitu PDIP, Gerindra dan pendatang baru (New Comers). Persoalannya siapa yang diuntungkan dari 3 calon ini, apakah PDIP, Gerindra atau pendatang baru tersebut. Hal ini perlu analisis yang mendalam (akan dibuat dalam tulisan mendatang).

Umumnya penundaan suatu perhelatan yang paling diuntungkan adalah pihak-pihak yang tidak siap bertarung. Pihak-pihak yang panggungnya hilang atau istilah sebuah lagu tempo dulu yaitu "kemesraan janganlah cepat berlalu", walaupun sebenarnya di di antara parpol-parpol tidaklah terlalu mesra. Penundaan akan sangat merugikan PDIP dan beberapa parpol di luar pemerintah. Mengapa PDIP dirugikan, karena 2 (dua) tahun ke depan yaitu 2024 itulah momentum yang terbaik, bilamana ditunda menjadi 2026 bisa jadi mereka akan kehilangan momentum meraih di atas 20%. 

Jadi bagi PDIP tahun 2024 adalah saat mereka akan menciptakan hatrick kemenangan, mengulang kesuksesan mereka di tahun 2014 dan 2019. Jadi memang tidak ada alasan bagi PDIP untuk menunda Pemilu 2024 bahkan akan sangat merugikan bagi mereka. Bagi oposisi, walau istilah ini tidak secara tegas diakui oleh partai di luar pemerintahan. Kecenderungan peningkatan popularitas Demokrat dan PKS nampaknya menimbulkan harapan untuk dianggap sebagai kekuatan yang perlu diperhitungkan atau paling tidak tawar menawar mereka lebih besar.

Terlepas dari beberapa alasan dari sebagian elite politik dan pengusaha untuk menunda pemilu 2024, namun menunda pemilu 2024 adalah pertaruhan yang sangat berisiko bagi bangsa ini

Meminjam istilah Hu Shih yang mengatakan ""The only way to practice democracy, is to practice democracy." 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun