Hingga tahun 2022 direncanakan bahwa Indonesia akan menerima sekitar 370 juta dosis vaksin COVID-19 dengan sasaran 181 juta penduduk yang akan divaksin untuk mencapai kekebalan kelompok (heird community). Dengan asumsi setiap orangnya akan menerima dua kali dosis suntikan.Â
Bisa kita bayangkan berapa banyak tabung dan jarum suntik, botol tempat vaksin, sarung tangan, kapas, masker dan peralatan medis lainnya yang akan dibuang setelah proses penyuntikan tersebut. Belum lagi proses penyuntikan tidak tersentralisasi, misalnya hanya dilakukan di rumah sakit yang berada di ibukota propinsi namun keberbagai tempat sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan lainnya yang tersebar diberbagai tempat di tanah air.Â
Apakah penanganan sampah medis ini pasca program penyuntikan vaksin covid 19 sudah dipikirkan secara matang. Memang kita punya pengalaman tentang manajemen sampah medis khususnya oleh rumah sakit namun itu tidak akan sama sekali.Â
Penanganan sampah medis selama inipun sebenarnya belum transparan sama sekali, dimana sampah medis sebagian besar termasuk sampah atau limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya).Â
Berdasarkan survei terbaru tentang komposisi sampah kesehatan (healthcare waste) yaitu sampah berbahaya (hazardous waste) dan sampah tidak berbahaya (non hazardous)Â terhadap 3 kota di Indonesia yaitu Surabaya, Pangkal Pinang dan Padang bahwa prosentase sampah berbahaya berkisar 10-27%.
Gerakan vaksinasi yang masif ke depannya seharusnya harus diikuti dengan bagaimana kita menangani limbah medis tersebut dengan benar. Kalau tidak kita akan menimbulkan permasalahan bukan hanya kepada manusia itu sendiri namun juga terhadap lingkungan hidup yang ada. Tantangan terhadap penanganan limbah medis selama pandemi Covid 19 ini dapat dibagi atas 3 hal utama yakni :
Pertama, Langkahnya data yang dimiliki oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah dalam mengetahui tempat-tempat mana saja yang dapat dijadikan infrastruktur dalam penanganan limbah medis tersebut. termasuk di dalamnya peraturan-peraturan, dukungan teknologi, kapasitas  lingkungan dalam menampungnya dimasa depan.  Proses-proses tersebut harus melibatkan semua pemangku kepentingan dan bersifat transparan.
Kedua, hal yang paling penting adalah menentukan tempat mana yang menjadi pusat dimana sampah medis tersebut di kumpulkan dan dipisah-pisahkan dari sampah non medis, jalur pengangkutan yang aman sampai ke tempat pengumpulan akhir, bangunan yang aman, cara mengelola sampah medis tersebut dengan benar dan memastikan hasil akhirnya tidak berbahaya dan mencemari lingkungan.
Ketiga, Kemampuan pengetahuan dan kapasitas untuk menangani sampah medis khususnya akibat pandemi Covid 19 yang meningkat drastis, yang belum pernah ada selama ini.Â