Mohon tunggu...
Marto
Marto Mohon Tunggu... -

Manusia sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Lely

27 Mei 2016   19:11 Diperbarui: 27 Mei 2016   19:22 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: www.wallpapermania.eu

Kutebar pandang sekeliling. Kudapati tak ada orang, segera ia kutuntun ke dalam kamarnya. Akupun semakin kerepotan manakala harus membuka gembok kamarnya sembari menopang badanya, lalu harus mencari kunci lagi ke dalam tas yang menggantung di lenganya. Anda dapat bayangkan, betapa sibuknya aku saat itu bukan? Tapi aku berusaha agar tidak gegabah, takut akan memantik bising yang dapat membangunkan anak kost yang lain. Selepas itu, kurebahkan ia di kasur sederhana miliknya. Ia setengah sadar, sedang mabuk alkohol, tapi tak sepenuhnya teler. Ia oyong. Sejenak kupandangi wajah itu, mengalir ke ruas tubuhnya yang semampai dibalut dengan kaos model 'you can see'. Roknya sepaha. Sungguh, saat ini aku sedang berada di dekat seorang bidadari seksi. Ia kelihatan sangat cantik kali ini dari yang biasanya memang sudah cantik. Masih segar tercium aroma Wine atau semacamnya dari hembusan nafasnya. Namun entah kenapa aku begitu menikmati aroma itu. Tapi kemudian aku tersadar, segera kulenyapkan segala rasukan pikiran-pikiran aneh yang datang menggerogoti. Kualihkan pandang dan hendak meninggalkan ia. Ia sudah lelah, akan kubiarkan ia tertidur dengan pulas.

Betapa kagetnya aku. Dengan cekatan diraihnya punggung tanganku persis sesaat sebelum aku beranjak. Aku terkejut dan menoleh ia. Dengan spontanitas yang kilat, ia menarik tubuhku ke arahnya. Sekejap saja, bagai hujan deras yang mengguyur bumi begitu lebatnya, ia mendaratkan ciuman bertubi-tubi ke bibirku. Dijambaknya rambutku dengan kuatnya. Sempat aku meronta, sebelum akhirnya kunikmati kecupan itu meraja lela. Aku pasrah sekaligus ikhlas.

Saat sedang larut dengan momen tadi, terdengar samar suara langkah kaki mendekat ke arah kamar tempat kami berdua. Sejenak kami berhenti dari aktivitas itu, lalu perlahan langkah itu melewati pintu kamar dan menghilang ke arah kamar mandi. Sampai pada titik ini, aku sadar jika hari sudah pagi. Suara langkah kaki itu pasti milik Mak Ross, namboru tukang pembersih di kost kami. Kudorong pelan bahu kak Lely yang sedari tadi dengan begitu buasnya sudah mulai melucuti kancing bajuku.

"Sorry ka Lely, ini sudah pagi. Aku harus kuliah" kilahku dengan lembut sembari mengecup kembali bibirnya untuk yang terakhir kalinya. Saat beranjak, kutemukan ada rasa kecewa mendalam yang timbul di raut wajahnya.

Beberapa hari setelah peristiwa itu berlalu, tak ada yang berubah dengan kak Lely. Semua berjalan normal seperti biasa adanya. Saban berpapasan, senyum itu selalu menguar dengan manisnya. Seperti tak pernah terjadi apa-apa di antara kami. Aku lalu heran dan kebingungan. Lantas sejak kejadian itu, kenapa aku jadi sedikit tersipu malu jika memandang wajahnya? Aku sangat merasa, kalau aku pernah berjarak sehelai rambut dengan wajah itu. Bahkan lebih dari sehelai rambut. Aku pernah sangat dekat dengan dia. Aku pernah memeluknya dengan erat. Merasakan kelembutan kulit wajahnya pun aku pernah. Begitu aku bergumam kala mencuri pandang ke arah kak Lely yang kali ini tak menghiraukanku. Sebaliknya, aku menaruh curiga dengan sikap ia yang tidak sedikitpun menunjukkan sikap maupun respon bahwa kami pernah saling berbagi kecupan. Apa yang sebenarnya terjadi?

Begitulah akhirnya kisah ini terendap selama bertahun-tahun. Dan tertulis kini.

Setiap kali aku ingin menceritakan kisah ini dengan para sahabat, aku buru-buru mengurungkanya. Karena aku sendiri hingga saat ini dilanda bingung. Apakah peristiwa itu nyata, ilusi atau hanya sebuah mimpi? Sekali lagi, mungkin hanya Tuhan yang tahu.
 Kak Lely, apa kabarmu kini?

Medan, 07 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun