Momentum politik yang hampir setiap hari terjadi di berbagai pelosok negeri merupakan hal seksi bagi para politisi. Mereka berlomba mencari simpati diantara jejak jejak profesi. Banyak profesi yang akhirnya dimanipulasi untuk mencari sensasi guna tercapainya obsesi menguasai negeri. Masing masing adu stategi melakukan mobilisasi terutama anggota dari berbagai profesi.
Ketika momentum pilitik telah berlalu, kisah cinta nya pun seakan terputus dibawa angin yang berhembus. Para politisi asyik dengan kursi empuknya, sedangkan anggota profesi tetap terpuruk dalam hiruk pikuk kehidupannya. Jangankan memberikan imbalan, membantu perjuangan saja syukur kalau mereka lakukan. Bukan hanya eksekutif, namun juga legislative melakukan hal yang sama walaupun kadang mereka diusung karena mereka merupakan bagian dari profesi yang bersangkutan.
Tanpa malu mereka tetap meminta dukungan dengan berjuta janji yang menggiurkan.Janji beribu janji namun sangat jarang yang ditepati. Kesejahteraan hanyalah mimpi bagi setiap anggota profesi yang dengan sepenuh diri berjuang memenangkan sang politisi.
Kenapa profesi hanya menjadi kendaraan politik? Kenapa bukan politik yang menjadi kendaraan profesi?
Bagaimana para penggiat profesi yangaktif di politik tetap berfikir dan berorientasi bahwa ketika dia naik dan mendapatkan jabatannya maka dia akan tetap focus memperjuangkan profesi karena profesilah sebenarnya operator yang akan melayani masyarakat dan mendudkung apapun yang diprogramkan oleh para politisi. Profesi dan politisi seharusnya bersinergi dlam mencapai tujuan negeri berupa kesejahteraan dan keadilan social sebagaimana pada uu dasar 45 yang disarikan dalm pancasila sila ke 4.
Ketika profesi butuh pengakuan jati diri, adakah para politisi mau mebantu mereka? Padahal, para politisi tak perlu memberikan materi, hanya menampung ide anggota profesi untuk dituangkan dalam aturan dan undang undang yang akan mengatur kebijakan yang bertujuan mengembangkan dan memajukan profesi. Hal ini penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi angora profesi dalam mengemban amanah sebagai pelayan masyarakat.
Seharusnya ada koordinasi yang berkesinambungan anatara politis dan profesi, sehingga kebijakan apapun yang dibuat bukan hanya melibatkan pemerintah didalam nya namun juga perwakilan profesi. Hal ini juga berfungsi agar para politisi mampu secara baik menerima setiap aspirasi. Bagaimanapun anggota profesi adalah rakyat yang telah mengusung mereka dan suaranya harus didengarkan.
Sesekali bolehlah politisi memanggil ataupun menyambangi organisasi profesi untuk sekedar berdiskusi dan meminta masukan yang bias membangun dan mengayomi masyarakat. Kadang organisasi profesi enggan untuk bersilaturahmi dikarenakan takut mengganggu konsentrasi para politisi dalam pembahasan hal hal yang mereka anggap lebih penting.
Apakah para anggota profesi harus melakukan aksi demosntrasi agar para politisi menerima mereka untuk audiensi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H