[caption id="attachment_403307" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/kompasiana(kompas.com/shutterstock)"][/caption]
Kata sejahtera merupakan salah satu kata yang paling diidamkan seseorang melekat pada dirinya. Sejahtera secara lahir yang menimbulkan ketenangan batin. Sejahtera akan terlihat dalam semangat melaksanakan tugas dan kehidupan yang lebih baik. Mampu memenuhi kebutuhan dasar itu merupakan standart minimal seseorang dianggap sejahtera.
Perawat sebagai sebuah profesi yang bekerja dengan kiat dan ilmu selayaknya mendapatkan nilai kesejahteraan itu secara lebih baik. Mendapatkan jasa yang sesuai dengan pelayanan profesionalnya menjadi penting sebagai bentuk pengakuan masyarakat terhadap kinerjanya. Selama ini Perawat belum menemukan hal tersebut secara baik. Mungkin bagi sebahagian orang mendapatkannya, tapi bukan karena profesinya sebagai Perawat namun lebih Karena status pekrjaan dan kepangkatan dalam sebuah system pemerintahan maupun swasta tempat dia bekerja. Sedangkan Perawat baik itu vokasi maupun profesi secara umum tidak mendapatkan upah yang layak dan sesuai dengan tingket pendidikannya.
Menurut saya semua masalah ini bermula dari ketidaksiapan individu dan sistem yang mendukung Perawat untuk lebih diakui dan dihormati secara finsnsial. Untuk itulah, saya mengutarakan 3 hal yang bisa dijadikan pertimbangan dan titik tolak Perwat dalam memperjuangkan kesejahteraannnya secara labih baik.
1. Kemauan Individu Perawat
Semua kembali kepada Perawat secara individu. Maukah Perawat keluar dari masalah kesejahteraan ini atau tidak? Kalau mau, maka sebuah keniscayaan jawaban utamanya adalah tingkatkan Profesionalisme dan Profesionalitas kinerja. Apapun kebijakan yang dibuat tak akan memberikan makna ketika individu-individu Perawat tak mampu menunjukkan bahwa dirinya layak mendapatkan penghargaan yang mensejahterakan. Saya teringat kata Prof Achir Yani S Hamid dalam dialog di media social facebook.com ketika saya mengutarakan niat saya untuk menuliskan dan memprakarsai Perawat Peduli dalam pengertian yang luas bukan hanya pada pelayanan KePerawatan namun juga pada system dan kebijakan pemerintah. Bahwa Perawat harus pula berperan aktif dalam tata laksana kenegaraan.
Beliau menyatakan bahwa ini berat dalam realisasinya karena ketika kita menggulirkan semangat perubahan maka belum tentu sejawat Perawat sekalian akan siap mewujudkannya. Bagaimana kita ingin menunjukkan kemampuan bersaing kita secara global ketika kita tak melakukan layanan kePerawatan secara baik dan benar.
Saya menganggap pernyataan beliau ini ada benarnya. Ketika kita nyatakan Perawat layak medapatkan kesejahteraannya, maka akan muncul kembali pertanyaan. Apa saja yang sudah dilakukan Perawat selama ini dalam melaksanakan fungsi layanannya? Sejauh mana peran Perawat dalam program pemulihan dan pemandirian klien? Sejauh mana pula Perawat telah mampu menunjukkan performance terbaiknya sebagai seorang professional? Belum lagi kalau kita mempertanyakan keilmuan dan pengetahuan Perawat, anggap saja ini dikarenakan masih bertebarannya ilmu kanuragan dikalangan sejawat Perawat dalam melaksanakan layanannya.
Kalau demikian, layakkah Perawat mendapatkan hak-hak profesionalnya? Saya akan tanyakan hal ini kepada diri saya sendiri.
Dasar ini lah yang menjadikan saya bersemangat untuk menuangkan pemikiran saya dalam membentuk mind set positif dikalangan sejawat Perawat. Bagaimana kita harus berani keluar dari posisi nyaman kita menuju posisi aman. Kungkungan system harus berani kita hancurkan dengan memotivasi diri sendiri terlebih dahulu berubah kearah yang lebih baik. Kalau saya katakan, sebelum melakukan perlawanan terhadap system, maka seorang Perawat harus berani terlebih dahulu memberontak jiwa dan dirinya untuk menjadi yang terbaik. Kalau Perawat sudah berani menunjukkan kinerja terbaiknya, maka tak diragukan lagi kesejahteraan ini akan datang menghampiri setiap Perawat yang bekerja secara professional.
2. Ketegasan PPNI
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) sebagai wadah pemersatu Perawat Indonesia seharusnya mampu menjadi media penyalur aspirasi setiap anggota dalam memperjuangkan hak-hak profesionalnya. Salah satu masalah mendasar saat ini adalah kesjahteraan yang belum juga menunjukkan titik terang walaupun telah terbit Undang Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang KePerawatan. Dalam UU ini posisi PPNI sebagai Organisasi Profesi terkesan kurang kuat karena nama PPNI disebutkan dalam penjelasan yang menjabarkan tentang organisasi apa yang dimaksud dengan Organisasi Profesi. dengan demikian, posisi PPNI bisa saja tergoncang kalau ada yang menginterprestasikan UU ini secara kurang baik.
Kesejahteraan yang seharusnya menjadi elemen penting dan menjadi semangat serta ruh UU ini ternyata tak menunjukkan tajinya. Walaupun hak mendapatkan jasa terhadap layanan kePerawatan beberapa kali dinyatakan dalam Undang Undang ini, namun belum tegas bahwa pihak pengguna jasa kePerawatan berkewajiban memberikan jasa professional kepada Perawat. Sehingga, terkesan adanya hak Perawat namun tak dibarengi dengan penekanan kewajiban oleh pengguna jasa layanannya.
Disinilah PPNI dituntut harus mampu mewakili isi hati Perawat dalam mewujudkannya. PPNI harus berani menunjukkan bahwa organisasi ini layak untuk diakui sebagai Organisasi Profesi yang layak diperhitungkan dalam kancah perjuangan Perawat Indonesia menuju kehidupannya yang lebih layak. Regulasi dan kebijakan yang memihak kepada Perawat harus berani secara tegas disuarakan oleh PPNI guna menekan semua pengguna jasa kePerawatan agar tidak lagi menganggap Perawat sebagai pekerja non professional.
Kedepannya, deklarasi besar PPNI harus berfokus pada kesejahteraan. Seluruh program kerja yang dilakukan harus lah berfokus bagaimana meningkatkan kualitas kePerawatan yang dapat berdampak secara langsung kepada Perawat dalam meningkatkan kesejahteraannya. Bukan lagi kegiatan kegiatan yang bersifat seremonial tanpa dampak berarti yang hanya lip service belaka. Lahirnya UU KePerawatan adalah tahap awal seluruh Perawat Indonesia untuk beraksi secara nyata. Bukan lagi bersembunyi dibalik kebesaran profesi kesehatan lain yang tak menguntungkan Perawat. PPNI harus berani memotivasi Perawat untuk keluar menunjukkan kualitas dan kapasitas dirinya.
Untuk itulah diharapkan program program kerja yang disusun kedepannya semakin memberikan gambaran tegas akan siapa itu Perawat dan apa itu kePerawatan.Kala PPNI sudah menunjukkan nilai jual ini, saya yakin kedepannya kecintaan sejawat terhadap organisasi ini bukan hanya sebatas kewajiban administrative belaka, namun juga sudah sampai kepada naluri ketrikatan karena ada dampak saling menguntungkan diantara keduanya. Dengan kecintaan yang mendalam ini, apapun yang dilakukan PPNI, Perawat pasti akan mau menjadi benteng terdepan dalam mewujudkannya. Sehingga, keaktifan kepengurusan PPNI mulai dari tingkat Puast hingga Komisariat sangat dibutuhkan.Keaktifan bukan hanya untuk membuat sebuah kegiatan, namun juga merangkul sejawat untuk mau bersama sama berfikir dan bekerja untuk kemajuan Perawat Indonesia.
3. Kebijakan Pemerintah
Sebagai profesi yang bernaung dalam sebuah system pemerintahan, maka Perawat dan PPNI tak bisa terlepas dari kebijakan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah baik itu melalui Undang-Undang, Keputusan menteri, Peraturan Menteri, maupun Peraturan Pemerintah lainnya yang terkait. Negara sebagai lembaga yang menjamin hidup yang layak bagi warga negaranya memiliki kewajiban bagaimana mewujudkan kesjahteraan bagi setiap individu Perawat.
Kalau kita menilik ayat 2 dan ayat 5 dalam Pancasila, maka nilai nilai tersebut akan kita dapatkan secara baik. Ayat 2 Pancasila menyatakan “ Kemanusiaan yang adil dan beradab” yang bermakna perlakuan adil terhadap setiap warga negara serta beradab sesuai kedudukannya dimata hukum dan pemerintahan. Dalam ayat 5 Pancalis juga berbunyi “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. Penggunaan kata adil disini bermakna bahwa setiap individu berhak mendapatkan hak hak nya secara relative sesuai dengan kompetensi dan profesionalitasnya. Maka, Perawat sebagai tenaga professional memiliki peluang itu karena strata pendidikan yang tinggi serta memiliki dasar ilmu dan pengetahuan yang rasional dan ilmah sesuai dengan tatanan dalam profesionalisme.
Dalam konteks ini, peran pemerintah sangat penting untuk membantu Perawat Indonesia mewujudkan kesejahteraannya. Kebijakan kebijakan yang berpihak kepada Perawat sangat dibutuhkan dalam penetapan besaran penghargaan yang diperoleh seorang Perawat. Pada fase ini pula, PPNI selaku organisasi profesi memiliki andil besar untuk mengerahkan seluruh tenaga dan fikiran membantu pemerintah dalam menyelesaikan kewajibannya terhadap tenaga professional seperti Perawat.
Bagaimana agar kebijakan berpihak kepada Perawat? PPNI dan seluruh elemen Perawat yang ada didalamnya harus serius dalam menggarap lahan ini. Bagaimana memasukkan individu Perawat ke dalam system ini bukanlah hal yang mudah. Apalagi bagaimana memasukkan ide dan pemikiran Perawat dan kePerawatn yang benar kepada sistem ini merupakan keniscayaan yang tak segampang membalikkan telapak tangan mewujudkannya. Perlu adanya perencanaan jangka panjang dan visi dan misi yang jelas untuk itu dibenak para pengurus organisasi profesi dan anggotanya.
PPNI harus mempersiapkan orang orang yang mampu secara apik bermain dengan bebas di dunia perpolitikan tanah air. Dan yang tak boleh dilupakan adalah mempersiapkan landasan akademik yang dapat mendukung terwujudnya profesionalisme perwat yang akan diakui secara hukum melalui Undang Undang dan peraturan yang ada. Pengkawalan harus terus dilakukan secara konsisten dan terus meneus hingga para pembuat dan pemangku kebijakan memahami posisi tawar pearawat secara baik sehingga mereka juga mampu menghitung nilai jual Perawat secara professional. Perawat tak boleh lagi phobia terhadap system terutama yang berkaitan dengan Politik dan Hukum. Karena dua elemen ini adalah penentu masa depan Perawat baik secara kualitas layanan maupun secara ekonomi.
Pengkawalan peratran ini harus dilakukan secara apik dan terstruktur mulai dari pusat hingga komisariat. Bagaiaman Pusat menetapkan aturan aturan besar selevel UU atau Permen/Kepmen dan PP. pada tingkat Propinsi, Kab/Kota mengkawal pembuatan aturan berupa Perda. Sedangkan pada tataran Komisariat pengkawalan dilakukan dalam hal pembuatan kebijakan kebijakan yang tidak merugikan Perawat.
Untuk itu kedepannya Perawat harus lebih melek hukum dan melek politik. Bagaimana agar semua target yang ingin dicapai terwujud dengan strategi yang jitu berupa pendekatan-pendekatan baik secara personal maupun professional dengan semua elemen yang ada di negara ini. Eksekutif dan legislative semuanya adalah batu loncatan kita mewujudkan semua cita cita mulia Perawat Indonesia dalam konteks professional pelayanan berkualitas kepada klien yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan Perawat itu sendiri.Dengan sebuah target utama adalah PERAWAT SEJAHTERA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H