Mencengangkan dan menyenangkan tatkala muridku menulis sebuah kisah kontemporer yang mencoba memanusiakan benda mati. Di sanalah nilai-nilai kehidupan coba digali dan diresapi. Inilah kisah Alda Vania Sugiarto yang berkisah tentang kolam ikan.
Air tergenang tenang dalam diriku. Kadang pecikan tercipta didalamnya, kala kedelapan sahabatku ini menjelajah. Ekor-ekor kecil mereka kesemuanya bergerak dengan lincah kesana-kemari. Kadang air bergerak ke atas dan kembali lagi padaku. Dan, kurasa itu memperelok diriku. Terlebih lagi ada patung seorang Santo Ignatius yang berdiri kokoh di pusatnya, itu lebih memperelokku lagi. Sekarang, apakah kalian mengenali diriku?
Namun, apakah kalian pernah merasakan semua kemalangan dan kesusahan yang pernah kurasakan? Aku diciptakan tapi sering dianggap tak ada. Diriku kotor dan keruh, namun siapa peduli? Paling-paling semua hanya memalingkan muka. Saat terik, panas menghantamku dan saat dingin, aku hanya bisa diam saja. Kedelapan sahabatku ini bisa makan apa? Hanyalah lumut yang menggerogoti diriku. Ada juga dedaunan yang tersesat dalam diriku, tapi tak pernah kulihat satu-persatu dari mereka pergi dari sini. Sungguh, aku ingin terlepas dari situasi ini.
Jika aku adalah sebuah akuarium, setiap hari seseorang akan mnejagaku agar tetap bersih. Setiap hari, seseorang akan menganggumiku dan menatapku dengan mata kagum. Setiap hari anak-anak kecil akan menemani kedelapan sahabatku, biasanya mereka menempelkan jarinya di kaca akuarium mengikuti pergerakan sahabat-sahabatku ini. Terlebih lagi, aku akan ditempatkan di tempat dimana terik matahari dan hujan tak bisa mengejarku. Lihatlah akuarium itu tersenyum!
Namun, meratapi nasibku ini sudah tak ada artinya. Aku yakin manusia membangunku demi terciptanya keindahan di Kolese Loyola. Aku senang mereka duduki, langkahi, dan tempati, walaupun sakit, tapi melihat manusia-manusia itu bahagia dan bercanda tawa disini, aku pun sudah puas. Aku pun senang menjadi tempat tinggal bagi kedelapan sahabatku. Kadang pula, orang-orang mengabadikan diriku dengan kamera. Dan pastinya, aku tersenyum bahagia. Andai aku tak ada disini, tempat ini akan menjadi sepi dan orang-orang enggan datang kemari.
Siapa bilang diriku tak bisa dibanggakan? Walau hujan dan terik matahari bergantian menimpaku, aku pun tetap kokoh berdiri di sini, tak rapuh dan ambruk karenanya. Aku bangga karena tercipta begini, orang-orang bisa kongko-kongko disini, kadang, ada anak-anak yang memainkan air dan jail padaku, tapi tak apa toh mereka bahagia karena adanya aku. Aku memang dicipta disini, dimana panas, terik, dan dingin senantiasa menghantamku. Tapi dengan begitu, orang-orang bisa melihat betapa kuat dan kokohnya aku berdiri dari semua hingga sekarang dan mungkin seribu tahun lagi.
Ya, aku adalah kolam Plaza Ignasius. Aku berdiri di tengah-tengah rerumputan disini. Hai para KBKL, kemarilah dan bersantailah dengan teman-temanmu disini. Kau boleh bercanda gurau, berlarian kesana-kemari, dan bermain dengan sahabat-sahabatku disini. Tapi ingat, jangan lupakan BRHDTKP. Jumpailah aku seribu tahun lagi, dan aku masih kokoh berdiri disini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H