Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan yang Inisiatif, Siap Mengambil Risiko demi Kualitas sebagai Manusia Utuh

17 Maret 2025   10:56 Diperbarui: 17 Maret 2025   10:50 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan yang inisiatif membentuk karakter. Sumber: https://www.georgiateachersinitiative.org/

Mengawali dengan pernyataan Presiden Amerika, John F. Kennedy, "Setiap tindakan memiliki risiko dan harga yang harus dibayar, namun jauh lebih kecil daripada risiko dan harga jangka panjang jika kita tidak mengambil tindakan apa-apa, walaupun itu teras nyaman," ada sebuah inspirasi dan motivasi yang akan menggerakkan seluruh budi, hati, dan sikap untuk lebih berani mengambil risiko dalam kehidupan sehingga hidup akan dinamis dan bisa selalu belajar dari setiap pengalaman yang ada, baik itu sukses maupun gagal.

Pendidikan sejatinya adalah proses dinamis yang secara terus-menerus bergulat dengan pengalaman dan makna yang menghidupkan dan menghantar setiap pribadi pada harkat dan martabat sebagai manusia yang utuh dan berkualitas. Sekolah bukanlah tempat untuk belajar dalam rutinitas belaka yang relatif statis dan menikmati zona nyaman. Sebaliknya, sekolah merupakan tempat yang penuh dinamika sehingga setiap pribadi di dalamnya, baik pendidik maupun anak didik, berani mengambil risiko untuk pengalaman edukatif yang bermakna bagi pengembangan diri.

Tatkala para pendidik jatuh pada rutinitas belaka, model pengajaran yang monoton, pendampingan anak didik yang seragam, literasi yang sangat minim, tidak ada antusiasme sebagai pendidik, maka celakalah dunia pendidikan karena akan masuk dalam jurang kekelaman yang berlabel formalitas dan kejenuhan dalam setiap proses pendidikan. Sejatinya para pendidik sangatlah vital dan memberi warna yang begitu ampuh dalam mengembangkan pendidikan yang sungguh-sungguh berfokus pada pengembangan manusia seutuhnya sehingga pendidikan sungguh-sungguh menjadi kesempatan untuk mengambil inisiatif pada pengembangan budi, hati, dan sikap secara menyeluruh dan berkesinambungan.

Pendidikan yang inisiatif menjadi syarat mutlak untuk keberlangsungan pendidikan yang penuh makna dan humanis. Ada begitu banyak peluang di dalam pendidikan untuk mengembangkan berbagai pengalaman edukatif yang penuh makna dan berdaya guna dalam kehidupan. Menjadi pendidik adalah peluang besar untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang lebih matang dan dewasa dalam olah budi dan olah rasa karena memiliki kesempatan untuk selalu berelasi dengan anak didik. Perjumpaan dengan beragam pribadi sesungguhnya memberikan pengalaman bagi para pendidik untuk mencecap nilai-nilai humanisme, seperti kesabaran, empati, tanggung jawab, loyalitas, totalitas, kasih pada sesama, dan rasa murah hati yang tiada henti.

Ada pepatah lama yang menyatakan, "Anda bisa jika mau." Pendidikan yang inisiatif membutuhkan kemauan yang besar untuk mengupayakan segala pengalaman pendidikan yang mengarah pada proses memanusiakan manusia dalam ketulusan dan kebermaknaan. Menjadi pendidik sejatinya pilihan hidup yang sungguh mulia karena mengabdikan diri dan hidupnya pada karya aktif untuk memberi daya guna dan manfaat setiap pribadi yang di dalam dunia pendidikan. Pengabdian yang mulia ini sudah sepatutnya mendapatkan apresiasi yang tinggi karena belum tentu banyak orang mau menjadi pendidik.

Inisiatif menjadi kekuatan untuk mengembangkan komunitas. Sumber: https://source.washu.edu/2023/06/empowering-teachers/
Inisiatif menjadi kekuatan untuk mengembangkan komunitas. Sumber: https://source.washu.edu/2023/06/empowering-teachers/
Kemauan menjadi pendidik itu menjadi modal yang ampuh untuk terus berkembang dan menguatkan totalitas dan loyalitas pada pengabdian dan pelayanan humanisme tersebut. Ketika kemauan ini sungguh disadari dan dikembangkan dalam berbagai habitus baik bagi pengembangan pendidikan, niscaya yakinlah bahwa karya-karya baik dan bermakna akan mengalir dan membuahkan anak-anak didik yang berkualitas dan berdaya guna bagi diri, sesama, dan dunia. Kemauan yang terus dikembangkan senantiasa membangun kemampuan yang begitu kuat dan kokoh untuk selalu bergerak maju untuk kualitas diri dan sesama.

Belajar dari Presiden Amerika, Theodore Roosevelt, yang menegaskan pentingnya keyakinan dan kemauan sehingga menghasilkan tindakan-tindakan yang berdaya guna, "Tak ada yang brilian atau menonjol dalam rekor saya, kecuali mungkin satu hal. Saya melakukan hal-hal yang saya percaya harus dilakukan... dan setelah mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, saya pun bertindak." Ada sinergi hebat dalam kemauan, kemampuan, dan tindakan ketika kita bergerak untuk maju dengan segala tantangan dan halangannya. Prestasi atau kesuksesan senantiasa tak akan mengingkari proses baik yang sudah dilakukan. "Titik awal dari setiap prestasi adalah keinginan yang besar," begitulah Napoleon Hill menegaskan.

Dunia pendidikan senantiasa siap sedia untuk mengambil risiko dan terus-menerus mengambil inisiatif baik dalam proses pendidikan yang humanis. Pendidikan yang inisiatif senantiasa tidak takut gagal dan berusaha keras mengupayakan tujuan pendidikan tercapai nyata. Tidak hanya pendidik yang harus berjuang keras dan mencecap kegagalan, anak-anak pun berdinamika dalam kerangka pendidikan dalam militansi, perjuangan, dan bahkan mengalami kegagalan. Kegagalan bukanlah aib dalam sebuah proses belajar, namun sebaliknya kegagalan menjadi sarana yang bermakna untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Pendidikan adalah taman yang indah untuk menikmati kegagalan dengan pikiran jernih, hati terbuka, dan sikap siap bangkit memulai lagi tanpa rasa putus asa.

Senator Robert Kennedy menegaskan, "Hanya mereka yang berani mengalami kegagalan besarlah yang dapat mencapai kesuksesan besar." Hal ini ingin menyiratkan bahwa kegagalan mencoba ditempatkan sebagai proses, bukan hasil. Ketika kegagalan dipandang sebagai hasil sebuah proses maka kehancuran mentallah yang akan terjadi sehingga kegagalan menjadi hal yang buruk dan menjadi alasan yang tepat untuk sulit bangkit kembali. Kegagalan menjadi akhir dari segalanya. Namun, ketika kegagalan dipandang sebagai proses maka ada harapan dan antusiasme besar untuk bangkit dan berjuang lagi menggapai kesuksesan.

Pada akhirnya, pendidikan yang inisiatif siap mengambil risiko dan siap menghadapi kegagalan sebagai sarana belajar untuk berjuang lebih keras lagi. Setiap pribadi dalam dunia pendidikan sudah waktunya membangun loyalitas dan totalitas demi kualitas setiap pribadi yang berdaya guna. Yakinlah bahwa pendidikan adalah senjata yang ampuh untuk memelihara nilai-nilai humanisme tetap bertumbuh kembang dengan subur. Lee Iacocca mengatakan, "Bahkan keputusan yang benar pun menjadi keliru jika terlambat." Saatnya mengupayakan pendidikan yang inisiatif demi kualitas pribadi yang berkomitmen tinggi pada kebaikan dan kebajikan. Salam Edukatif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun