Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Refleksi tentang Memberi Tanpa Syarat: Melegakan Hati

14 Agustus 2023   10:23 Diperbarui: 14 Agustus 2023   10:26 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi diambil dari: www.choosingwisdom.org

Memberi dan memberi layaknya air yang terus mengalir memberikan kesegaran, kehidupan, dan kedamaian bagi siapapun yang dilewati. Hidup penuh kedamaian senantiasa memberikan kelegaan setiap jiwa untuk selalu berbagi kasih pada sesama. Mari memberi, mencintai, melayani tanpa syarat; Tidak terjebak untuk selalu diberi, dicintai, dan dilayani.

Teolog Jesuit Pierre Teilhard de Chardin pernah berkata, "Hal paling memuaskan dalam kehidupan adalah dapat memberi sebagian besar diri kita pada orang lain." Layaknya sebuah sumur, ditimba airnya setiap hari tapi tidak kehabisan air, selalu ada dan berlimpah. Begitupula hidup kita, ketika kita dengan tulus memberi pada orang lain, sejatinya kelimpahan berkat akan selalu mengalir dalam hidup kita dengan segala rencana Sang Pencipta dan semesta.

Semangat positif dan kemurahan hati untuk memberi dan memberi dengan tulus pada orang lain merupakan inti dasar dari sebuah kehidupan yang bermakna dan penuh berkat bagi diri dan sesama. Memberi sesungguhnya tidak harus menunggu kaya, bahagia, sejahtera, dan nyaman dala kehidupan ini karena seringkali tidak pernah terwujud dalam penantian itu. Semangat memberi dan murah hati pada sesama bukan dikarenakan keadaan yang sudah berkecukupan, namun  lebih pada sikap atau mentalitas diri.

Memberi bukan pula harus materi, namun setiap orang bisa memberikan waktu, energi, ataupun pikirannya pada sesamanya sebagai wujud perhatian dan rasa peduli pada sesama. Istilah yang lebih mendalam adalah "siap melayani" sesama dengan sukacita dan ketulusan sejati. Banyak orang yang kaya yang kikir dengan waktu, uang, energi, dan bakat mereka pada orang lain. Sikap diri yang mampu bersyukur senantiasa memiliki kecenderungan positif yang menggerakkan pikiran dan hati untuk memberi.

Henri Nouwen, seorang pastor diosesan Katolik dari Belanda, dan penulis lebih dari 40 judul buku rohani yang inspiratif untuk kehidupan, menyatakan dengan inpiratif, "Ketika kita menahan diri untuk memberi dengan mentalitas kelangkaan, sedikit yang ada pada kita akan semakin berkurang. Ketika kita memberi dengan murah hati dan dengan mentalitas kelimpahan, apa yang kita berikan akan berlipat ganda." Memberi dengan murah hati senantiasa menjadikan kelegaan dan kenyamanan hidup untuk hidup lebih baik.

Memberi tanpa syarat membutuhkan mentalitas diri yang siap sedia membantu orang lain, tidak khawatir dengan hidupnya. Memberi tanpa syarat justru menjadikan hidup kita lega dan nyaman karena ada rasa syukur atas kehidupan ini dan mengembangkan diri menjadi manusia yang siap memanusiakan sesama dengan penuh kasih dan harapan. Tak jarang justru mereka yang dalam kesusahan dan kekurangan, dapat memberi dengan tulus hati, tidak menanti berkelimpahan terlebih dahulu.

John C. Maxwell dalam bukunya 25 Ways to Win with People menguraikan, "Berilah terlebih dahulu, bagaimanapun keadaan Anda." Memberi dan memberi menjadi sebuah sarana pembentukan karakter yang baik untuk semakin bersyukur dan murah hati. Dan, jika kita ingin menjadi lebih bermurah hati, maka ubah terlebih dahulu pemikiran dan sikap kita karena segala tindakan kita berawal dari pikiran, nurani, dan komitmen diri.

Pada akhirnya memberi tanpa syarat menjadi pembelajaran yang berkesinambungan dalam pribadi setiap orang untuk selalu memberi sesama tanpa menuntut balas. Memberi ini menjadi sarana mengasah hati nurani yang menggugah rasa peduli, empati, simpati, dan komitmen pada kebaikan. Inilah kekayaan hidup yang tak terkira dibandingkan kekayaan duniawi berupa harta.

Bunda Maria Teresa Bojaxhiu atau lebih dikenal sebagai Bunda Teresa, misionaris India berdarah Albania, pernah mengatakan, "Terkadang kita berpikir bahwa kemiskinan hanyalah kelaparan, telanjang, dan tunawisma. Kemiskinan karena tidak diinginkan, tidak dicintai, dan tidak diperhatikan adalah kemiskinan terbesar. Kita harus mulai dari rumah kita sendiri untuk mengatasi kemiskinan semacam ini." Memberi tanpa syarat yang mampu melegakan semua hati menjadi kekayaan untuk gerak peduli pada kemiskinan itu. Siap memberi kasih pada sesama dan melayani untuk kebaikan dan humanisme.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun