Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi tentang Komitmen: Totalitas dan Loyalitas dalam Suka maupun Duka

1 Agustus 2023   13:35 Diperbarui: 1 Agustus 2023   13:42 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi diambil dari: www.karenvincentsolutions.com

Komitmen diri senantiasa menembus segala rasa dan asa diri seiring aliran darah yang tak pernah berhenti seirama hembusan nafas yang berselaras dengan urat nadi. Raga memberi totalitas dan loyalitas yang sejatinya mendorong jiwa pada komitmen sejati dalam suka maupun duka.

Pada tahun 1519, dengan sponsor Gubernur Kuba, Velasquez, Herman Cortes berlayar dari Kuba ke daratan Meksiko dengan tujuan mendapatkan kekayaan bagi Spanyol dan kemasyhuran bagi dirinya sendiri. Walaupun masih berusia 34 tahun, Kapten Spanyol muda ini mempersiapkan segalanya dengan mantap dan detail. Celakanya, para prajurit di bawah komandonya tidaklah berdedikasi dan loyal seperti dia. Setelah mendarat, ada desas-desus prajuritnya akan memberontak dan membawa kapal-kapal kembali ke Kuba. Cortes bergerak cepat dan cerdas, ia membakar seluruh kapal seketika setelah mendarat di daratan Meksiko.

Totalitas dan loyalitas terkadang patah begitu saja seiring dengan kesulitan dan keengganan untuk berjuang keras. Kenyamanan seringkali menjadi penghalang yang ampuh dalam melahirkan totalitas dan loyalitas dalam diri. Begitupula dengan ketidaknyamanan, menjadikan setiap pribadi siap menyimpang dari tujuan bersama dan mencari selamat untuk dirinya sendiri atau kelompok tertentu. Cortes menghadapi keduanya pada para prajuritnya. Mereka sudah nyaman tinggal di Kuba dan tidak nyaman harus berjuang di Meksiko sehingga pemberontakan menjadi pilihan.

Keadaan dan kegagalan seringkali menjadi jalan yang hebat dalam membangun totalitas dan loyalitas hidup. Kapal yang dibakar habis menjadi sebuah keadaan absolut bahwa semua prajurit harus tetap pada tujuan utama dan berjuang mencapainya, tidak ada kesempatan lagi untuk balik badan menghindar dari keadaan. Setiap pribadi harus berdamai dengan keadaan dan akur dengan sesama dalam kelompok untuk mengusahakan tujuan awal.

Theodore Roosevelt pernah menegaskan, "Satu-satunya bahan penting dalam formula kesuksesan adalah mengetahui cara menjadi akur dengan orang banyak." Akur dan menjalin sinergi dengan sesama adalah kunci utama dalam mencapai tujuan dengan semangat loyal dan total. Cortes sangat menyadari hal itu tatkala mengetahui kesatuan prajuritnya mulai terpecah dalam misi utamanya. Membakar seluruh kapal ternyata menjadi terobosan (breakthrough) yang ampuh untuk akur di dalam komando, menjadi satu komando. Tak ada lagi yang mau kembali ke Kuba sebelum menjinakkan daratan Meksiko. Kesatuan hati dan budi sungguh menjadi sebuah pilar kesuksesan.

Komitmen menjadi senjata yang ampuh dalam menata hidup dan mencapai kesuksesan dalam berbagai usaha. Totalitas dan loyalitas menjadi urat nadi yang sangat menentukan dalam membangun komitmen diri. Pribadi yang berkomitmen sejatinya adalah pribadi yang siap sedia dalam suka dan duka memperjuangkan nilai-nilai kebaikan serta mengusahakan segala tujuan menjadi realita nyata. Akal budi yang cerdas, hati nurani yang kokoh, dan rasa peduli yang sejati  menjadi sempurna dalam setiap pribadi tatkala ada komitmen diri yang setia karena di sanalah totalitas dan loyalitas akan memperjuangkan segalanya menuju kebaikan dan kebajikan.

Kegagalan bertubi-tubi dalam hidup sekalipun tak akan mampu meruntuhkan komitmen diri. Komitmen menghantarkan pribadi pada militansi dan kesetiaan untuk terus menemukan dan mendapatkan kesuksesan seperti yang terjadi dengan Oliver Goldsmith.

Oliver tumbuh menjadi anak yang biasa-biasa saja, bahkan cenderung tidak pintar. Ia berhasil meluluskan pendidikannya di perguruan tinggi namun dalam urutan terakhir di kelasnya. Berbagai profesi ia jalan namun gagal semuanya, dari menjadi pengkotbah, ahli hukum, dan dokter. Bahkan, dia jatuh miskin dan harus menggadaikan pakaiannya demi mendapatkan makanan. Hingga suatu ketika ia menemukan minat dan bakatnya menjadi penerjemah dan penulis. Di sanalah ia berkembang dan berhasil, ia menjadi total dan loyal dengan jalan hidupnya yang baru hingga menjadi penulis andal. Ia memantapkan reputasinya menjadi penulis novel hebat "The Vicar of Wakefield", penulis puisi hebat "The Deserted Village", dan penulis naskah drama terkenal "She Stoops to Conquer".  Totalitas dan loyalitas tidak pernah berkhianat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun