Para miliarder memiliki kontrol emosi yang tinggi, sedangkan orang biasa gampang marah, menangis, atau kecewa.
kecerdasan emosi. Orang-orang yang memiliki kecerdasan emosi yang baik akan mampu memotivasi diri dan orang lain, mampu bertahan dalam tekanan dan frustasi, mampu menjaga suasana hati dalam segala situasi, bisa menjaga kesatuan hati dan budi dalam setiap tindakan, dan mampu berempati pada orang lain.
Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Inteligence menyatakan bahwa kemampuan mengendalikan emosi disebut denganPendidikan sejatinya menjadi tempat yang teduh dan menyenangkan bagi semua stakeholder yang terlibat di dalamnya sehingga segala proses pendidikan mengarah pada kematangan manusia secara holistik. Kemampuan akal budi yang diiringi dengan kecerdasan emosional yang matang akan menghantarkan manusia pada kedalaman jiwa yang humanis bagi diri sendiri, sesama, dan semesta. Pendidikan bukan sekadar ajang untuk mencerdaskan anak secara kognitif, namun juga mencerdaskan anak secara hati nurani, perilaku, dan komitmen pada kebaikan yang luhur.
Setiap pagi anak-anak dan pendidik pergi menuju sekolah atau pun kampus dan berkolaborasi dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan. Komunikasi dan relasi edukatif senantiasa menjadi sebuah jejaring yang hangat, menyenangkan, dan reflektif sehingga sekolah benar-benar menjadi tempat penuh makna dan mampu mengembangan pribadi dan komunitas pada kesatuan jiwa dan raga. Sekolah sesungguhnya bukan sekadar tempat untuk menimba ilmu, lebih dari itu seharusnya menjadi tempat belajar tentang kehidupan yang humanis.
Lebih dalam lagi melangkah, seiring dengan dunia modern yang lekat dengan entrepreneurship sebagai jiwa dan dinamika global, maka sekolah ataupun kampus juga sejatinya menjadi tempat yang tepat untuk menumbuhkebangkan sinergisitas antara pendidikan karakter dalam ranah kecerdasan emosional dan entrepreneurship humanis sehingga semakin berkembang dan berbuahnya Emopreneurship di era global ini. Emopreneurship menjadi fokus yang cemerlang dalam proses pengembangan pendidikan untuk kehidupan yang matang dan reflektif.
Emopreneurship sejatinya dikembangkan dalam ranah sinergisitas antara pedagogi pendidikan humanis reflektif dan kecerdasan emosional yang mendalam. Model pengembangan ini sungguh-sungguh menjadi sebuah strategi pendidikan yang elegan dalam mengusahakan kecerdasan kehidupan bagi anak-anak. Tatkala anak-anak terjun langsung di masyarakat dalam sebuah realita dan dinamika, mereka mampu menjadi pribadi yang berguna, adaptif, humanis, dan mampu bersinergi dalam keragaman dengan segala tantangan dan rintangannya.
Emopreneurship memberikan gambaran yang apik tentang manusia yang proporsional dalam segala aspek kehidupan: memiliki kemampuan bernalar dan analsiis (head), mampu berbela rasa dan berhati nurani (heart), siap peduli dan empati pada sesama (hand), dan selalu memiliki habitus (habit) baik pada komitmen yang positif. Sungguh sangat indah sekali ketika dunia pendidikan atau sekolah menjadi komunitas baik dengan segala keseimbangannya.
Pada akhirnya, emopreneurship menjadi sarana untuk mengembangkan kecerdasan hidup bagi setiap orang yang terlibat di dunia pendidikan sehingga mampu membentuk pribadi-pribadi baik dan humanis. Kecerdasan hidup menjadi modal penting bagi setiap orang untuk menghidupi hidup mereka dengan segala dinamika yang bermakna. Dalam filosofi Jawa, Urip iku urup, berarti "Hidup Itu Menyala", hidup senantiasa memberikan manfaat pada sesama dan semesta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H