Para miliarder selalu belajar dari kesalahan, sedangkan orang biasa hanya bisa menyesali kesalahan.
sekolah, sesungguhnya tidak akan lepas dengan kesalahan di saat mereka harus memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengaktualisasikan ilmu pengetahuan yang didapat. Kesalahan yang terjadi ini sebenarnya dapat menjadi titik awal untuk belajar lebih dalam dan tekun bagi anak-anak sehingga pada waktunya nanti mereka benar-benar mampu menginternalisasikan segala yang dipelajari.
Melakukan kesalahan sejatinya adalah bagian dari proses belajar dalam hidup. Ketika anak belajar diTak jarang kesalahan lekat dengan hukuman yang terkadang menyakitkan dan menimbulkan trauma yang mendalam. Kesalahan sering diidentikkan dengan kegagalan dalam belajar seolah-olah proses yang ada tidak ada artinya.Â
Sekolah sudah seharusnya menjadi tempat yang kondusif untuk mengembangkan potensi dan rasa percaya diri anak menjadi pribadi yang militan dan berkembang secara baik. Sekolah bukan lagi menjadi beban yang menakutkan bagi anak-anak setiap hari, dan juga bukan menjadi neraka dunia yang menakutkan.
Jiwa entrepreneurship dalam pendidikan bukan sebuah atraksi hebat untuk menciptakan entrepreneur sukses dalam waktu singkat. Justru sebaliknya, sekolah menjadi proses panjang dan bermakna bagi seluruh komunitas pendidikan dalam sebuah kerangka bersama: dengan tujuan (goal) yang jelas, indikator-indikator keberhasilan (evidence), strategi yang kontekstual (strategy), dan makna kehidupan yang penuh reflektif (life value). Inilah sebuah masterplan entrepreneurship dalam dunia pendidikan yang sekaligus menjadi arah dasar pengembangan pendidikan yang berkualitas.
Menjadi entrepreneur sejati tidak akan jatuh dalam kebiasaan menyalahkan (blaming) apapun atas segala kesalahan atau kegagalan yang sedang terjadi.Â
Keadaan yang tidak mengenakkan dalam proses membangun dunia entrepreneurship bukanlah akibat situasi yang buruk, bukan pula karena orang lain, ataupun bukan pula karena nasib buruk. Seorang entrepreneur sejati justru akan melihat ke dalam dirinya, mengevaluasi dan merefleksikan atas segala proses yang ada. Dari sanalah akan muncul optimisme untuk segera bangkit dan memulai kembali hal baru dengan sebuah harapan dan tujuan yang baru pula.
Semangat evaluatif dan reflektif tersebut sejatinya menjadi model pembelajaran yang baik pula dalam proses pendidikan sehingga anak-anak didik menjadi terbiasa dan terinternalisasi untuk selalu memaknai setiap pengalaman dan pada akhirnya mampu membangun komitmen untuk bangkit dan melangkah kembali. Inilah semangat militansi dalam hidup yang 99% menjadi sebuah modal utama untuk sukses dalam hidup dan karya.
Dunia pendidikan sejatinya menjadi sebuah tempat yang menyenangkan dan bermakna sehingga anak-anak memiliki semangat dan harapan baik setiap kali pergi ke sekolah, bukan sebuah kekhawatiran dan kegelisahan pada sekolah. Sekolah sudah seharusnya menjadi "taman" kreativitas dan kegembiraan dalam mengembangkan diri dan komunitas. Sekolah sudah semestinya memberikan kasih dan harapan bagi siapapun yang ada di dalamnya sehingga sekolah menjadi komunitas pembelajar yang mengembangkan kesatuan hati dan budi dengan penuh makna dan asa.
Akhirnya, pendidikan dan entrepreneurship menjadi "sahabat karib" yang saling bersinergis dan berkolaborasi sehingga pada waktunya nanti akan melahirkan pribadi-pribadi kreatif, inovatif, dan reflektif yang siap sedia membangun komunitas, masyarakat, dan bangsa yang maju dalam kerangka humanisme, siap memanusiakan manusia dalam ketulusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H