manusia. Santun dan anarkis berpacu dengan gas, rem, dan klakson yang mengundang adrenalin pada emosi sesaat. Semua berpacu, semua melaju, dan semua beradu dengan tatapan yang kadang meragu. Tangan memacu penuh daya dan asa pada satu tujuan seiring roda-roda berputar dan berpacu dengan roda-roda yang lain di atas lintasan yang menjadi saksi atas semua tutur kata dan tingkah polah
Tatkala semua roda harus tertata dalam tatanan lintasan yang menjadikan semua membangun pola dan irama, bahkan warna pun ikut ambil bagian menjadi simbol yang menguak makna untuk berhenti, siap-siap, ataupun berjalan. Sesungguhnya begitu sederhana untuk mengatur segala letupan-letupan emosi yang berpacu. Tak jarang, budi dan hati mengabaikan makna terdalam itu dan melanggarnya demi sebuah egoisme sesaat yang seringkali membawa bencana dan laka.
Gesekan dan senggolan menjadi cerita tersendiri dalam lintasan yang kadangkala menjadi hukum rimba tersendiri. Benar dan salah bukanlah fakta lagi, menjadi sebuah narasi demi sebuah illusi yang mengabaikan nurani. Menang dan kalah begitu tak berimbang tatkala relasi menjadi logika terbalik-balik yang menjauh dari kebenaran dan kebajikan.
Secuil hidup di perlintasan, saatnya budi, nurani, dan kemanusiaan menjadi nada-nada kehidupan yang selalu menjadi napas kehidupan. Waktunya nadi mengalirkan kebaikan dan kebajikan dalam setiap langkah dan kata yang terurai dalam setiap peristiwa kehidupan. Inilah sejarah peradaban tentang perlintasan. Â
 #AM09 (Aliran Makna), Sebuah aliran makna untuk dunia yang lebih baik, berdaya guna, dan melegakan segala jiwa dalam kesatuan hati dan budi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H