Dalam sanubari manusia ada berbagai rasa dan asa yang bercampur aduk menjadi sebuah tuntunan dan pedoman hidup. Tak jarang, manusia lebih suka mengabadikan kekhawatiran dan ketakutan daripada mengaktualisasikan keyakinan dan kebenaran.
Hidup dalam tatanan dunia yang berisi komunitas manusia dan semesta menjadikan hidup ini begitu unik dan misteri sehingga setiap pribadi yang ada di dalamnya pun begitu unik dan misteri pula. Manusia dengan segala pergolakan dan pergulatan batinnya perlahan-lahan dan pasti sesungguhnya mulai membangun karakter diri yang menjadi gambaran pribadi dalam perkataan dan perbuatan.
Tidak jarang manusia menghabiskan waktu dan energinya untuk bergulat dengan segala bentuk kekhawatiran, ketakutan, keraguan, keresahan, bahkan pikiran-pikiran negatif. Ada zona gelap yang begitu luas dalam diri manusia yang justru mengabaikan hal-hal baik yang dapat memurnikan hati dan pikiran. Hidup menjadi begitu berat dan menegangkan, daripada menikmati hidup yang menggembirakan dan penuh makna.
Seorang anak perempuan yang berwajah amat jelek dikawinkan dengan seorang buta, karena tidak ada orang lain yang mau meminangnya.
Ketika seorang dokter bersedia untuk menyembuhkan mata si buta, maka mertuanya, bapak si gadis, tidak mengizinkannya. Sebab, ia takut jangan-jangan si buta akan menceraikan anaknya.
Hidup sejatinya menjadi kesempatan untuk selalu menabur hal-hal baik dalam diri dan sesama sehingga manusia dan semesta dalam jiwa yang setia menumbuhkembangkan kebaikan pula.
Betapa jahatnya diri kita ini, dalam kehidupan yang penuh makna namun justru diri kita sering mengkerdilkan hidup ini dengan penilaian rendah atas hidup itu sendiri sehingga manusia cenderung untuk melihat hal-hal yang kurang sebagai aib dan hidup yang tak berguna.Si buta yang bisa disembuhkan oleh dokter sangat mungkin memiliki hati yang luhur dan penuh cinta, jauh dari pikiran mertuanya yang beranggapan negatif padanya. Si buta sangat mungkin sekali penuh syukur atas karunia penglihatan yang dianugerahkan padanya sehingga bisa menikmati dunia dengan segala keaguangannya. Bahkan, si buta sangat mungkin sekali sangat mencintai isterinya yang sudah mau menerima dan menjadi pendampingnya di kala dia buta dan butuh bantuan.
Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing, apakah hidup kita ini menyita begitu banyak waktu dan energi pada hal-hal yang negatif dalam pikiran dan hati? Apakah hidup kita ini justru digerakkan oleh banyak kekhawatiran dan ketakutan sehingga menjadikan kita ragu untuk melakukan kebaikan dan kebajikan? Waktunya untuk koreksi diri, memeriksa batin, menjernihkan pikiran, dan merefleksikan diri sehingga hidup semakin bermakna dan berdaya guna bagi diri sendiri, sesama, semesta, dan demi keluhuran Sang Pencipta. Â
Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.
@Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI