Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikan Humanis (8): Jika Saya Menjadi..., Imajinatifnya Pembelajaran

7 September 2021   04:05 Diperbarui: 7 September 2021   04:03 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelas adalah miniatur berbagai peristiwa yang terjadi di dunia nyata. Saatnya pembelajaran menjadi salah satu media memaknai segala peristiwa nyata yang ada dalam desain yang kreatif dan inspiratif.

"Jika saya menjadi presiden RI, maka ada tiga hal penting yang akan saya lakukan dalam seratus hari pertama, yakni mengembangkan segala aspek untuk Indonesia bagian Timur khususnya tanah Papua, mengembangkan perekonomian kerakyatan, dan memberantas KKN dalam segala bidang. Saya juga berani berjanji, jika selama masa pemerintahan saya tidak terjadi kemajuan yang signifikan maka saya siap untuk tidak maju mencalonkan kembali sebagai presiden di periode berikutnya. Dan, jika selama berkuasa saya terlibat KKN, saya siap untuk mundur dari dunia politik selama-lamanya dan siap menjalani hukuman sesuai keputusan peradilan......" Begitulah penggalan salah satu kandidat debat presiden RI yang digelar siang itu.

Kandidat lain pun tampak tidak mau kalah untuk menarik simpatik masyarakat dalam debat langsung siang itu. "Jika saya menjadi presiden RI, maka dalam 30 hari pertama saya akan memberi perhatian khusus untuk tiga bidang, yakni pendidikan, ekonomi, dan militer. Dalam bidang pendidikan, saya akan menghapus Ujian Akhir Nasional yang meresahkan itu, meningkatkan tunjangan guru negeri dan swasta, pendidikan gratis untuk masyarakat ekonomi lemah, dan merombak kurikulum pendidikan yang ada. Dalam bidang ekonomi, saya bersama tim ekonomi terbaik kepresidenan akan melakukan beberapa terobosan kebijakan ekonomi dalam dan luar negeri. Dan, dalam bidang kemiliteran, saya akan meningkatkan biaya kesejahteraan militer serta peningkatan biaya operasional dan pengadaan fasilitas seperti kapal, senjata, dan sejenisnya. Ini penting karena bidang kelautan sangat berpotensi dikembangkan tetapi militer tidak mampu menjangkau seluruhnya karena kurangnya fasilitas dan dana. Akibatnya banyak kekayaan laut kita dicuri oleh pihak asing...."

Debat presiden itu semakin seru tatkala masing-masing kandidat mulai saling menyerang program yang diutarakan kandidat lain. Suasana pun semakin panas ketika ketiga pakar yang dihadirkan dalam debat itu mulai mengupas tuntas program kandidat presiden itu. Serangan ide itu semakin seru tatkala masyarakat atau audiens dalam debat itu mulai diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Pro dan kontra terhadap program kandidat mulai bermunculan.

Kelas Menjadi Arena Politik

Membaca sedikit uraian di atas seolah-olah sedang terjadi perdebatan seru antar kandidat presiden. Kalau dikaitkan dengan konteks pemilu, mungkin kita mulai bertanya-tanya, "Siapakah kandidat-kandidat itu?" Sabar dulu karena perdebatan itu hanyalah sebuah debat presiden yang digelar di sebuah kelas dalam rangka menjawab situasi nyata yang terjadi di masyarakat. Hingar-bingar pemilu legislatif dan presiden akan menjadi sesuatu yang sia-sia jika tidak segera dibawa ke dalam kelas sebagai bahan pembelajaran yang menarik dan kontekstual untuk anak-anak.

Siang itu kelas menyelenggarakan debat presiden dalam sebuah pembelajaran kolaboratif Bahasa Indonesia dan Sejarah. Ada empat kandidat pasangan presiden dan wakil presiden yang saling beradu program tentang seandainya menjadi presiden RI. Ada juga siswa yang menjadi pakar yang akan mencermati program kandidat itu, seperti pakar pendidikan, pakar ekonomi, dan pakar sosial budaya. Siswa yang menjadi pakar itu akan mengupas program kandidat itu sesuai dengan bidangnya. Hal ini menuntut mereka mencari informasi berkaitan bidang mereka dalam kerangka bangsa Indonesia dan menguasai bidang itu sebagai bahan menganalisis program kandidat. Ada juga seorang siswa yang menjadi moderator di mana dialah yang mengatur jalannya debat siang itu.

Tampak sekali posisi-posisi yang ada harus menguasai bidangnya masing-masing. Para kandidat harus mempunyai wawasan yang cukup luas untuk bisa menyampaikan program dengan brilian dan mempengaruhi audiens atau masyarakat supaya memilih mereka menjadi presiden dan wakil presiden RI. Pakar pun mesti mempunyai kemampuan kritis dalam analisis wacana yang ada. Dan, moderator juga dituntut memiliki kemampuan public speaking untuk membuat debat siang itu lancar dan sukses yang didukung dengan wawasannya yang baik.

Kelas telah disulap menjadi arena politik siang itu. Tidak masalah karena ini merupakan sebuah desain pembelajaran yang mencoba mengangkat fenomena dan isu terbaru yang sedang terjadi di masyarakat. Pemilu adalah sebuah persitiwa besar yang tidak terjadi setiap tahun sehingga jika ini dilewatkan akan sangat disayangkan. Bahkan anak-anak akan mendapat gambaran dan wacana yang nyata dengan melihat dan kritis dari apa yang sedang terjadi di masyarakat. Ada begitu banyak fenomena, seperti partai pemilu berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, caleg saling menunjukkan bahwa dirinya yang terbaik dan layak dipilih, serta kandidat presiden dan wapres pun berusaha menjadi "pahlawan" bangsa yang siap membuat segalanya membaik.

Anak-anak akan semakin diperkaya wawasannya tentang kehidupan politik tatkala debat yang ada tidak hanya debat presiden. Di hari yang lain, juga dilaksanakan debat partai di mana ada tiga partai yang dibuat oleh anak-anak sendiri. Masing-masing partai terdiri dari tiga orang. Di sini pun juga dihadirkan pakar-pakar tertentu yang dapat dipilih bidang-bidang yang sesuai dengan perdebatan. Akan sangat meriah dan seru melihat parta-partai yang diciptakan oleh anak-anak berdasarkan idealisme dan imaginasi mereka.

Di lain waktu juga dilakukan debat caleg peserta pemilu. Ada sekitar 5-7 caleg peserta pemilu yang akan melakukan debat. Selain mereka merancang program-program yang akan mereka pakai dalam debat, mereka pun mesti mampu menentukan partai apa mereka berasal. Visi dan misi partai setidaknya harus mereka rancang. Jangan heran tatkala anak-anak juga membuat slogan-slogan untuk membuat masyarakat atau audiens tertarik.

Inilah salah satu pembelajaran politik bagi anak-anak di bangku sekolah. Anak-anak tidak menghabiskan waktunya untuk menghafal teori-teori tentang sistem pemerintahan, sejarah politik bangsa, berbagai revolusi, dan masih banyak lagi. Justru dengan debat-debat ini mereka telah melaksanakan dengan kritis sebuah dinamika politik yang sangat kontekstual karena semua itu sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat.

Menanti Mereka

Senyum sang guru di kelas debat itu seperti mengisyaratkan sebuah kebanggaan yang tulus akan imaginasi dan antusiasme anak-anak dalam berdebat. Sesungguhnya secara tidak langsung anak-anak telah belajar banyak hal dari debat presiden, partai, dan caleg itu. Dari posisi yang mereka peroleh dalam debat, anak-anak mulai belajar menjadi seorang pemimpin yang baik. Bisa jadi, mereka melihat begitu banyak contoh buruk pemimpin bangsa ini, mereka berusaha berpikir kritis dan mencoba menawarkan model kepemimpinan yang lebih baik. Ketika anak-anak menjadi audiens atau masyarakat, mereka pun belajar menjadi warga negara yang kritis akan pemimpin mereka atau yang akan menjadi pemimpin mereka. Tampak sekali sebuah dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara dalam aroma politik tersirat dalam dinamika di kelas itu.

Hal yang menarik lain dalam debat itu adalah bagian akhir dari masing-masing debat, baik debat presiden, partai, maupun caleg. Ada sebuah pemungutan suara yang dilakukan di akhir debat. Audiens atau masyarakat akan memilih satu dari kandidat yang ada dengan menuliskan alasannya secara singkat. Semua berjalan dengan lancar dan masing-masing kandidat bisa menerima hasilnya, menang maupun kalah.

Inilah pesta demokrasi ala anak-anak di kelas. Sebuah penantian besar bahwa anak-anak itu nantinya benar-benar mampu menjadi pemimpin dan masyarakat yang baik dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Bahkan, sikap saling menghargai satu sama lain kelak sungguh tercermin dalam generasi mereka memimpin bangsa ini. Tentunya ibu pertiwi siap menanti mereka.

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
@ Pendidikan Humanis: diambil dari sebuah buku yang berjudul #The_Educatorship, Seni Memanusiakan Wajah Pendidikan, yang ditulis oleh FX Aris Wahyu Prasetyo, 2016, PT Kanisius, Yogyakarta. Nilai-nilai humanis yang sangat kental dalam kisah-kisah yang tertuang dalam buku ini patut untuk dibagikan ulang sebagai inspirasi dan motivasi mengembangkan pendidikan dewasa ini. Pendidikan sejatinya memanusiakan manusia menuju taraf insani, maka mari mengembangkan humanisme dalam dunia pendidikan secara kontekstual, bermakna, dan reflektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun