Sesungguhnya, diri sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri. Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri. Oleh karena itu, kendalikan dirimu sendiri, seperti pedagang kuda menguasai kuda dengan baik. (Sidharta Gautama)
Pengendalian diri adalah sebuah proses terus-menerus dalam hidup untuk mensinergiskan segala perangkat diri dalam sebuah kolaborasi yang baik dan tertata antara pikiran, hati nurani, dan perbuatan. Segala stimulus dari luar diri akan menjadi sebuah ujian yang kuat atas pengendalian diri manusia dalam setiap detik kehidupan. Kata-kata dan tindakan orang lain seringkali bisa menjadi pemicu percikan-percikan pada diri sehingga menimbulkan reaksi yang harus diputuskan dengan cepat, seperti membiarkan, menanggapi dengan tenang, atau melawannya. Bahkan situasi lingkungan dengan segala kompleksitasnya pun mampu memberikan ujian yang dahsyat pada diri, yang pada akhirnya pengendalian diri ada pada titik ujian.
Pengendalian diri merupakan buah-buah kebijaksanaan diri dalam menyerap segala sumber pembelajaran hidup yang tak akan pernah ada hentinya. Pengendalian diri bukanlah warisan, bukan pula keturunan, dan juga tidak datang begitu saja. Pengendalian diri merupakan proses belajar kehidupan yang terus-menerus dan berkesinambungan dalam ketekunan dan kegigihan menyerap hal-hal baik sebagai input diri sehingga melahirkan output diri yang bijaksana dan bersahaja. Dalam dinamika kehidupan yang begitu padat dan terhubung dengan begitu banyak jejaring ide dan hati, manusia membutuhkan kemampuan dan kemauan untuk membangun kesempatan diri mengolah segala daya jiwa setiap saat.
Belajar dari sumber-sumber tertulis seringkali banyak dihindari oleh banyak orang. Ada kemampuan namun sulit menemukan kemauan untuk membangun ketekunan diri menelusuri kata demi kata yang merangkai makna demi makna yang pada akhirnya membuka cakrawala budi dan hati tentang kesadaran diri untuk hidup lebih baik. Mencecap setiap kata penuh makna, belajar dari uraian-uraian ide yang memperkaya jiwa, bertekun dalam habitus menyerap pengalaman-pengalaman para penulis, sesungguhnya adalah kesempatan yang sangat berharga dalam mengembangkan jiwa yang berbuah pengendalian diri.
Belajar dari ketedalanan dan pengalaman orang di sekitar juga merupakan kesempatan yang bermakna untuk menyerap intisari dari kebijaksanaan hidup. Ada begitu banyak pengalaman yang sangat inspiratif dan motivatif dari orang di sekitar sehingga memampukan setiap pribadi yang memiliki keinginan untuk maju dan berkembang. Cara berpikir, cara bertutur, cara berperilaku, dan cara menata hidup dari orang lain seringkali di luar pemikiran kita sebelumnya, dan pada akhirnya membuka kesadaran untuk meresapkannya dan menjadikannya kekuatan dan nutrisi diri untuk menjadi lebih baik dalam kehidupan ini.
kearifan semesta seringkali terlewatkan dalam kehidupan ini. Ada filosofi kehidupan yang penuh makna kehidupan lewat semesta di sekitar kita. Sungai mengalir tiada henti semestinya memberikan inspirasi bagi manusia untuk selalu mengalirkan kasih pada sesama tanpa harus memikirkan imbalan balik dari kebaikan itu. Belajar dari matahari dan bulan yang selalu menepati janji untuk menyinari bumi, tak ada ingkar di antara mereka, karena mentari datang di kala fajar dan rembulan hadir di kala senja. Bahkan burung-burung pun memberikan inspirasi tentang kesetiaan dan kebahagiaan yang setia berkicau mengisi hari-hari penuh warna.
Belajar dariPada akhirnya, proses belajar itu akan memberikan pondasi dan pilar yang kokoh dalam pribadi manusia tentang pengendalian diri yang begitu bijaksana. Dan, pembelajaran hakiki dalam proses pengendalian diri manusia ada pada penyerahan diri dan kerendahan hatinya pada Sang Ilahi karena Dia adalah sumber segala kekuatan dan kehidupan. Pengendalian diri sejatinya adalah keputusan dan pilihan hidup manusia dalam menghidupi hidup ini lewat pembelajaran yang tak pernah berujung selama napas masih terus berhembus.
Menulis Makna: adalah sebuah uraian untuk mencecap kehidupan yang begitu agung dan mulia ini. Hidup ini penuh dengan makna sebagai kristalisasi pengalaman dan refleksi untuk menjadi inspirasi bagi diri sendiri, sesama, dan semesta. Menulis Makna akan menjadi sejarah perjalanan makna kehidupan yang selalu abadi, tidak hilang ditelan badai kehidupan yang merusak peradaban manusia. Menulis Makna, menulis kebijaksanaan hidup.Â
@Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H