Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-24: Mari Berserah Penuh Pada-Nya!

2 September 2021   18:18 Diperbarui: 2 September 2021   18:16 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. kumparan.com

Para Guru Zen mengatakan sesuatu yang begitu padat dan tepat: "Orang yang tahu, tidak banyak bicara. Orang yang banyak bicara, tidak tahu."

Dalam proses pengolahan batin dalam perjalanan hidup ini, ada fase-fase di mana manusia menemukan kebijaksanaan hakiki sehingga manusia masuk dalam penyerahan diri yang total pada Sang Ilahi bahwa apa yang sudah dilakukan dalam kehidupan ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan kasih dan cinta-Nya pada manusia dan semesta.  

Ketika seorang mistik turun dari gunung, ia disongsong oleh seorang ateis yang berkata mencemooh: "Apa yang kaubawa dari taman kebahagiaan yang kaukunjungi?"

Orang mistik itu menjawab: "Aku sungguh berniat mengisi jubahku dengan bunga-bunga. Dan bila kembali pada kawan-kawanku, aku bermaksud menghadiahi mereka beberapa kuntum bunga. Tetapi ketika aku di sana, keharuman taman itu membuatku mabuk, sehingga aku menanggalkan jubahku."

Kesatuan hati dan budi pada Sang Ilahi benar-benar membawa manusia pada kekaguman dan kenikmatan rohani yang tiada tara. Pengolahan batin setiap saat, setiap hari, untuk membangun jiwa yang sehat dan hidup rohani yang matang sesungguhnya menumbuhkembangkan dalam diri sebuah kerendahan hati dan sekaligus kebijaksanaan dalam kata-kata serta perbuatan. Kematangan rohani sejatinya melepaskan manusia dari kelekatan-kelekatan duniawi yang terkadang menjerumuskan manusia pada kehidupan yang jauh dari pada-Nya.

Illustrasi. kumparan.com
Illustrasi. kumparan.com
Tak jarang dalam perjalanan rohani, cemoohan dan ujian datang untuk mencobai ketahanan dan kemurnian jiwa. Terkadang cemoohan dan cobaan itu tidak sedang membutuhkan kata-kata untuk meredam dan menghentikannya karena semakin banyak kata-kata yang diucapkan, semakin dahsyat pula cemoohan dan cobaan itu. Mereka terkadang sedang tidak mencari jawaban dan kemantapan hati, namun sedang menggoyahkan jiwa yang sedang belajar tentang penyerahan diri pada Sang Ilahi. Keteladanan, perbuatan baik, dan kedalaman iman justru menjadi lebih penting untuk mematangkan jiwa dalam olah rohani.

Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk melihat kembali ke dalam diri kita masing-masing dalam pengolahan hidup rohani yang berfokus pada Sang Ilahi. Kedalaman hati dan budi senantiasa menghantarkan manusia pada kebijaksanaan yang hakiki pula. Kematangan hidup rohani juga menuntun manusia pada kemantapan nilai-nilai luhur sebagai pegangan hidup. Buka mata dan hati pada kebaikan sejatinya menuntun manusia pada penyerahan diri pada Sang Ilahi. Kesadaran tertinggi dalam hidup hendaknya dibangun, bahwa kehidupan ini bukan karena kehebatan kita dalam menjalani hidup, namun karena kebaikan dan kemurahan hati Sang Pencipta pada manusia. Gracias.

Illustrasi Kembali ke Kandang. www.crosswalk.com
Illustrasi Kembali ke Kandang. www.crosswalk.com
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun