Ada suatu waktu dalam hidup, duduk dan terdiam menikmati kehidupan dalam rangkaian kekuatan mata, pikiran, dan hati sehingga benar-benar kenikmatan itu merasuk dalam jiwa yang terasakan, menyimpan segala teori tentangnya.
Betapa sibuknya manusia dalam kehidupan ini menyusuri segala lika-liku kehidupan dalam dinamika yang melibatkan segala jiwa dan raga. Hari demi hari, waktu demi waktu, menjadi rentetan pengalaman yang terus mengisi kisah hidup manusia dengan segala naik dan turunnya alur kehidupan begitu banyak tokoh dan setting kehidupan yang terlibat di dalamnya. Hidup tanpa tahu ending di balik semua itu, namun segala peran kehidupan tetap terus berjalan.
Pada suatu ketika Buddha menunjukkan setangkai bunga kepada murid-muridnya dan meminta agar setiap orang menyatakan pendapatnya tentang bunga itu. Mereka mengamati bunga itu selama beberapa saat dengan diam.
Ada yang mengungkapkan ajaran falsafah tentang bunga. Ada yang menggubah puisi. Ada pula yang membuat perumpamaan. Semua berusaha saling mengalahkan dengan uraian yang semakin mendalam.
Mahakashyap mengamati bunga itu, lalu tersenyum tanpa berkata apa-apa. Hanya dialah yang telah melihatnya.
Belajar dari Mahakashyap, menyediakan waktu dan kesempatan untuk duduk terdiam menikmati bunga di hadapannya dalam keseluruhan jiwa dan raganya. Tanpa uraian yang mendalam dan tanpa harus mengalahkan yang lain, Mahakshyap menemukan esensi dari bunga itu, yakni kepuasaan budi dan hati yang terwakilkan dalam senyu tanpa kata-kata. Dalam kesibukan hidup ini, sejatinya manusia berani memberikan waktu khusus setiap saat dalam kebiasaan untuk menikmatinya dalam ketenangan budi dan ketulusan hati. Senantiasa senyum diri itu boleh merasuk ke dalam jiwa memberi makna atas segala kesibukan hidup.