Mohon tunggu...
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris
FX Aris Wahyu Prasetyo Saris Mohon Tunggu... Penulis - Menikmati menulis dan membaca dalam bertualang makna kehidupan menuju kebijaksanaan abadi.

Penulis, Pembaca, Petualang, dan Pencari Makna.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kembali ke Kandang Hari ke-17: Marilah Mendengarkan Lonceng Kehidupan Kita!

23 Agustus 2021   19:01 Diperbarui: 23 Agustus 2021   19:14 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi. sudarshanpurohit.com

Jika engkau ingin mendengar lonceng-lonceng kuil, dengarkanlah suara laut. Jangan menolaknya, jangan memikirkannya. Nikmati saja semuanya dalam keheningan jiwa.

Setiap manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan lepas dari relasi dengan sesamanya dalam berbagai situasi kehidupan, suka maupun duka, menyenangkan ataupun menjengkelkan. Semuanya itu merupakan bagian dari proses memahami dan memaknai kehidupan yang lebih mendalam, yakni membangun relasi dengan Sang Pencipta lewat realita yang begitu nyata.

....Tergerak oleh cerita tentang kuil di suatu pulau dengan seribu lonceng yang tenggelam di dalam laut setelah berabad-abad, maka seorang pemuda menempuh perjalanan jauh untuk mendengarkan suara lonceng-lonceng itu. Berhari-hari ia duduk di pinggir pantai untuk mendengarkan suara lonceng itu dengan penuh perhatian. Tetapi yang didengarnya hanyalah suara gelombang laut yang memecah di tepi pantai. Ia berusa mati-amatian mendengarkan suara lonceng namun semuanya sia-sia.

Setelah berminggu-minggu, ia berusaha memutuskan untuk mengakhiri usahanya. Ia merasa tidak beruntung dan gagal untuk mendengarkannya. Di hari terakhir itu, ia berpamitan dengan laut, langit, angin, serta pohon-pohon kelapan yang selama ini menemaninya. Ia berbaring di atas pasir, memandang langit, dan mendengarkan suara laut. Pada hari itu ia tidak berusaha menutup telinganya dengan suara gelombang laut, melainkan menyerahkan dirinya sendiri kepadanya. Ia menikmati semua suara yang datang dalam keheningan jiwanya.

Di dasar keheningan itu, ia mendengarnya! Dentang bunyi satu lonceng disambut oleh yang lain, oleh yang lain, dan oleh yang lain lagi hingga seribu lonceng berbunyi membentuk irama yang mengagumkan. Dalam hatinya meluap rasa kagum dan gembira.

Suara-suara lonceng yang dicari berminggu-minggu dan diyakini ada oleh si pemuda itu merupakan perlambangan yang begitu menarik tentang proses kehidupan manusia yang terus-menerus mencari keagungan-Nya dalam setiap langkah kehidupan. Seringkali manusia tidak menemukan suara lonceng tapi justru menemukan suara gelombang laut yang begitu dominan dalam kehidupan ini: hiruk-pikuk relasi dengan sesama, keresahan batin, gangguan-gangguan dalam kehidupan secara personal dan komunitas, dan berbagai bentuk dinamika kehidupan.

Illustrasi. www.dreamstime.com
Illustrasi. www.dreamstime.com
Menjalani kehidupan dalam pengolahan jiwa, kontemplasi diri, dan kematangan pribadi dalam relasi merupakan kunci keselarasan dalam kehidupan. Segala pengalaman kehidupan yang secara konsisten diolah dan dimaknai dalam pembiasaan diri akan menghasilkan buah-buah kehidupan yang meneduhkan jiwa, menyegarkan raga, dan mendamaikan dunia. Lonceng-lonceng kehidupan itu senantiasa berdentang dalam setiap langkah kehidupan kita dalam laras yang mendamaikan. 

Saatnya untuk kembali ke kandang, diri kita masing-masing, untuk memaknai segala pengalaman hidup kita sehingga irama lonceng kehidupan selalu berdentang dalam diri dan relasi dengan sesama, terlebih dalam membangun relasi dengan Sang Pencipta. Biarlah rasa kagum dan gembira berdentang selalu.

Illustrasi Kembali ke Kandang. www.patheos.com
Illustrasi Kembali ke Kandang. www.patheos.com
@ Kembali ke Kandang, adalah sebuah permenungan hidup di malam hari menjelang menuju pembaringan jiwa dan raga setelah seharian merangkai kisah kehidupan lewat segala dinamika yang ada. Terinspirasi dari buku "Burung Berkicau" karya Anthony de Mello SJ (1984, Yayasan Cipta Loka Caraka), renungan malam dalam bingkai "Kembali ke Kandang" ini mencoba memaknai hidup yang penuh makna ini sehingga hidup menjadi lebih hidup lewat kutipan kisah penuh makna dari Anthony de Mello.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun