Pada waktunya kesombongan dan keputusasaan manusia akan menemukan kebuntuan yang tak lagi mampu menembus tembok tebal dan tinggi, manusia hanya bisa terduduk, termenung, dan kembali pada kuasa Sang Ilahi yang mengadakan segala yang ada dan yang memungkinkan segala yang tidak mungkin.Â
Pikiran kembali ke jalan terang yang membukakan jalan kehidupan yang baik dan hati memuluskan semua rasa jiwa pada satu keyakinan bahwa Sang Pencipta tidak pernah pergi dari hidup manusia, justru manusia yang berusaha menjauhi-Nya.
Dia selalu menerima siapapun yang kembali ke pangkuan-Nya dengan ketulusan dan kasih seperti halnya seorang ayah menerima kembali dengan hati terbuka anaknya yang pergi dari rumah dan menghambur-hamburkan harta di luar sana.Â
Karena kasih-Nya yang begitu besar, Dia sangat bersukacita karena anak-Nya yang pergi sudah kembali lagi.Â
Manusia sudah menghabiskan hidupnya dalam kesombongan dan keputusasaan, yang pada akhirnya kembali pada ketulusan dan kepercayaan total pada Sang Ilahi. Doa menjadi sebuah komunikasi batin yang menyegarkan jiwa dan menggerakkan raga pada kehidupan yang haikiki.
Doa bukanlah kesempatan berkata-kata indah, bukanlah kesempatan merangkai kata dalam permohonan yang begitu memaksa, bukan pula sebuah kewajiban yang mengancam manusia untuk melakukannya.Â
Doa menjadi komunikasi yang mendalam antara manusia dan Sang Pencipta dalam kesatuan hati dan budi yang mempersembahkan segalanya pada-Nya dalam kerendahan hati dan ketulusan jiwa untuk selalu berbakti.Â
Doa menjadi anugerah dari Sang Ilahi untuk manusia selalu datang pada-Nya dalam suka maupun duka. DIA selalu ada untuk manusia. Selamanya.
Menulis Makna akan menjadi sejarah perjalanan makna kehidupan yang selalu abadi, tidak hilang ditelan badai kehidupan yang merusak peradaban manusia. Menulis Makna, menulis kebijaksanaan hidup.Â