Sudah puluhan tahun kakiku tertancap di tanah lapangan. Terkadang mendung aku saksikan, juga pernah saat cuaca sedang ampun-ampunan teriknya. Karat yang menggerogoti tubuhku, serta cat yang kian mengelupas rupanya tidak menyurutkan asaku untuk melihat generasi pembaharu dunia dari atas sini. Dari mentari menyinari semesta hingga ia kembali ke peraduan, seiring gradasi oranye sore hari, aku selalu di sini.
Aku bersyukur diciptakan di alam semesta ini, ditempatkan di planet ini dari ratusan jutaan planet dan gugusan bintang yang ada, meskipun aku tidak dapat mengatakan rangkaian pola verba apapun, aku tetap bersyukur karena diciptakan memiliki rasa senang saat mereka bisa memandangku sewaktu upacara atau hanya lewat saja.
Satuan tahun bukanlah waktu yang singkat. Ada banyak peristiwa selama aku berdiri di sini. Mungkin kalau aku manusia, sudah langsung menyerah. Tapi aku tidak, walaupun air hujan membuat karat-karat tengik ini menempel di ragaku, aku tidak menyerah.Â
Seperti sang matahari yang bersinar kuat meskipun sendirian, aku juga tetap memegang kuat keyakinanku sama seperti tujuan awal aku diciptakan, untuk berdiri tegak sendirian.Â
Terkadang menelusup duka di sanubariku, saat mereka malah bercanda saat upacara berlangsung. Padahal upacara kan hanya berdiri paling lama dua jam, mengapa mereka tak sekuat aku? Katanya, manusia makhluk sempurna tetapi nyatanya kalah denganku yang hanya sebuah tiang bendera.
Ada kobaran rasa senang yang tersulut ketika instrume lagu kebangsaan didengungkan. Jati diri bangsa Indonesia yang berwarna merah putih mulai kuangkat perlahan-lahan. Sejenak kutinggalkan seluruh peluh dan risau hatiku ketika akhirnya setelah sekian lama aku bertugas lagi.Â
Dari sini aku bisa memandang semua orang yang ikut upacara. Dering bel masuk pertanda pelajaran mau dimulai, pertanda hari baru sudah dimulai, juga pengingat mereka menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mereka harus banyak berterima kasih kepada bapak dan ibu guru yang selalu sabar saat mereka kadang bercanda kelewatan.
Semoga pemandangan ini berlangsung puluhan bahkan ratusan tahun ke depan. Semoga benih kebaikan dan ketulusan yang ditabur oleh bapak dan ibu guru bisa menghasilkan buah yang baik. Mereka harus kuat, harus menjadi pejuang tangguh sebagaimana mereka sudah memilih bersekolah di sini.Â
Memanglah tidak mudah, memang tidak sesantai teman-teman sebaya mereka yang lain, tetapi aku yakin hasil akhirnya jauh lebih manis. Di saat teman di sekolah lain jalan-jalan ke mall, banyak para siswa di sekolah ini  yang sedang kerepotan memikirkan tugas sekolah dan ulangan sampai larut malam. Kalau bisa teriak, aku ingin menyemangati mereka
Peluh keringat yang menetes di dahi mereka adalah tanda bahwa mereka sudah melakukan tugasnya dengan sepenuh hati. Banggaku ketika melihat barisan paskibra sukses mengibarkan Sang Merah Putih.
Latihan yang keras selama berhari hari saat matahari sedang panas panasnya, adalah pemacu mereka untuk mengibarkan Bendera Indonesia dengan sebaik-baiknya, semampu yang mereka bisa, dengan segala upaya yang mereka punya.Â