kebiasaan baik untuk membentuk manusia seutuhnya, seimbang secara akal, nurani, dan tindakan. Pendidikan adalah proses membangun
Pendidikan tidak melulu berorientasi pada materi yang begitu menumpuk dan merepotkan anak didik. Pendidikan semestinya membangun pondasi mentalitas hidup lewat pembiasaan-pembiasaan yang bermanfaat untuk hidup jangka pendek, menengah, dan panjang.
Belajar dari cara mendidik anak-anak seusia TK di Selandia Baru, mereka tidak dilatih membaca, menulis, berhitung seperti lazimnya anak-anak di Indonesia, tetapi mereka dibiasakan untuk duduk, membuka buku, dan menutupnya kembali.Â
Anak-anak dilatih untuk terbiasa duduk dengan posisi yang tepat sehingga tidak mudah lelah. Selain itu, mereka dilatih berkonsentrasi membuka berlembar-lembar halaman buku dengan cara yang benar, menyisipkan kertas penanda di halaman tertentu, menutup buku dengan benar, dan mengembalikannya ke rak buku dengan rapi. Aktivitas itu diulang-ulang secara terus-menerus setiap hari tanpa membacanya sama sekali.
Pola pendidikan yang diterapkan di Selandia Baru itu benar-benar mengedepankan pentingnya kebiasaan baik bagi anak-anak sebagai modal belajar hidup.Â
Kebiasaan duduk, membuka buka, dan menutup buku itu bukan berorientasi pada materi baca-tulis layaknya di Indonesia, tetapi kebiasaan itu untuk membangun pondasi yang kuat bagi anak-anak dalam menghadapi kehidupan nyata, seperti nilai-nilai hidup (life value) kebugaran, kesabaran, ketekunan, dan ketelitian. Hal ini sejalan dengan Grants Wiggins dan Jay McTighe (2005) dalam Understanding by Design yang menegaskan bahwa segala proses pembelajaran seharusnya berhubungan dengan dunia nyata dan berguna bagi kehidupan anak didik secara nyata.
Belajar Kehidupan
Ketika pendidikan yang berfokus pada proses membangun kebiasaan dan mengolah nilai-nilai kehidupan bagi anak-anak sangat baik dan berguna maka sudah layak dan sepantasnya bahwa paradigma kurikulum pendidikan kita tidak berorientasi pada pencapaian ketuntasan materi yang cenderung membebani. Pembelajaran bukan lagi sebagai sebuah ajang pemahaman materi belaka, lebih dari itu menjadi sebuah proses pembiasaan nilai-nilai kehidupan.Â
Ada tiga aspek yang harus dilihat kembali dalam pengembangan pendidikan yang mengarah pada kebiasaan dan nilai hidup itu, yakni: tujuan, indikator, dan strategi.
Tujuan (goal) pembelajaran menjadi kompas penting dalam mengarahkan pembelajaran. Tujuan ini tidak sekadar mengarah pada pencapaian materi namun tujuan pembelajaran mengarah pada kemampuan refleksi dalam memaknai pengalaman belajar yang erat kaitannya dengan kehidupan nyata. Tujuan belajar dewasa ini sudah seharusnya memampukan anak didik menghadapi kehidupan nyata yang begitu pesat informasi sekaligus menuntut kekokohan nurani. Belajar di sekolah bukan sekadar bergelut dengan teori-teori dan berbagai tes, tetapi sudah waktunya bergulat dengan kehidupan nyata dan merefleksikannya.