Halaman baru telah dimulai setelah ayahku meninggal. Ibuku selalu berdiam diri di dalam rumah, tidak pernah ingin keluar. Rasa bersalah dalam hatiku bertambah erat, bagaikan sebuah rantai yang ditarik. Baginya, lingkaran kehidupan telah berakhir, bagaikan kalimat yang diberi tanda titik.Â
Kucoba berbagai cara untuk membuatnya merasa senang, sampai wajahku berwarna merah. Sekali lagi, kerja kerasku tidak berbuah sama sekali. Hal yang ia lakukan hanyalah memegang baju dan botol milik ayah.Â
Botol yang menjadi hadiah pertama dari ayah kepada ibu. Hanya barang-barang itu yang masih mengingatkan ibu terhadap sosok suami yang memperlakukannya dengan cinta kasih.
Dengan berat hati, aku meninggalkan rumah dan ibuku, untuk mengejar cita-citaku. Keputusanku membuat ibu serasa ditancap oleh panah dan menginjak serpihan gelas. Dalam perjalanan, aku menangis dan menangis di kursi kereta. Seperti kata Pak Dana, kita harus membalik kertas yang menyimpan memori buruk.Â
Dengan begitu, peradaban baru telah datang dengan cepat. Aku sendiri telah melepaskan masa laluku dan menganggapnya sebagai pelajaran. Aku sudah bekerja di NASA dan akan menjadi astronot yang akan pergi ke bulan. Â Ayah, ibu, Pak Dana, dan desa yang kucintai, selamat tinggal.
*WHy-liV
**Setelah Senja: sebuah kisah imajinatif reflektif yang mencoba mendaratkan nilai-nilai kehidupan (life value) dalam kisah fiksi ke dalam konteks zaman yang sangat nyata dalam realita hidup ini.
***Setelah Senja:Â Dari pagi menjelang malam ada berbagai dinamika kehidupan yang menjadi bagian cerita hidup kita.Â
Semuanya itu akan berjalan begitu saja dan pada akhirnya terlupakan begitu saja pula jika kita tidak berusaha mengendapkannya dalam sebuah permenungan sederhana tentang hidup ini demi hidup yang lebih hidup setiap harinya. "Setelah Senja" masuk dalam permenungan malam untuk hidup yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H