Banyak pemimpin sering membuat kesalahan umum dengan coba memimpin orang lain sebelum menjalin hubungan. Maxwell dalam Your Road Map for Success mengurai lebih dalam tentang kesalahan umum pemimpin tersebut, di mana ketika seorang pemimpin siap untuk memimpin dan mengembangkan orang lain, sudah seharusnya seorang pemimpin meluangkan waktu untuk saling mengenal dalam sebuah relasi yang sejajar, bukan sebagai bos dan bawahan namun sebagai mitra kerja dalam komunitas.
Bagi seorang pemimpin, mengenal perjalanan dan pengalaman hidup orang lain sesungguhnya menjadi sebuah kesempatan baik untuk membangun rasa empati satu sama lain sehingga relasi terbangun atas dasar saling menghargai sebagai pribadi-pribadi yang unik.Â
Mengenal karakter, pemikiran, perasaan, idealisme, dan pandangan orang lain juga merupakan kesempatan baik untuk membangun relasi sehingga tidak jatuh pada asumsi dan penghakiman pada orang lain.
Pendidikan sesungguhnya identik dengan kemauan dan kemampuan untuk meluangkan waktu mengenal orang di sekitar. Banyak keluarga jatuh pada kesibukan masing-masing sehingga perjumpaan menjadi sebuah agenda yang sulit dilakukan setiap hari. Banyak sekolah terlalu sibuk belajar materi dengan berbagai tes sehingga para siswa tidak mempunyai waktu luang untuk mengembangkan bakat dan talentanya.Â
Banyak lembaga terkurung dengan rutinitas kerja sehingga tidak ada waktu untuk sekadar berkumpul dan menghabiskan waktu dengan berbagai obrolan dan canda tawa. Bahkan, banyak pribadi terlalu sibuk dengan dirinya sendiri tanpa memiliki waktu untuk sejenak merefleksikan hidupnya.
Pendidikan keluarga menjadi pondasi bagi pembentukan karakter seorang anak. Celakanya, pendidikan anak dalam keluarga seringkali tergantikan oleh orang lain, seperti pembantu atau sejenisnya.Â
Bahkan, begitu banyak orang tua sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak memiliki waktu luang untuk sekadar berkumpul, bercerita, atau beraktivitas dengan anak. Padahal perjumpaan langsung dalam keluarga merupakan pembelajaran yang paling bermakna dan berkualitas untuk membantu seluruh anggota keluarga berkembang secara positif.Â
Banyak permasalahan pada anak berawal dari ketidakberesan dalam relasi di keluarga. Sebuah logika sederhana, keluarga yang baik dengan relasi yang berkualitas akan menjadi modal yang berharga dalam membentuk anak yang baik dan menghargai kehidupan dengan penuh tanggung jawab dan kasih pada sesama.
Pendidikan di sekolah pun kadangkala terjebak pada pengembangan kognitif atau kemampuan akademik belaka. Para siswa dibebani dengan materi yang begitu menumpuk dan disibukkan denganberbagai tes demi mencapai kompetensi tertentu.Â
Para siswa seringkali dihadapkan pada kompetisi untuk menjadi yang terbaik, bukan kolaborasi untuk bisa saling menghargai satu sama lain. Celakanya, materi pembelajaran yang dipelajari di sekolah hanyalah materi yang megah di buku teks atau sebagai teori belaka.Â
Sudah seharusnya, pembelajaran di kelas berdaya guna bagi kehidupan nyata para siswa sehingga segala sesuatu yang dipelajari hendaknya bermakna dan berguna bagi kehidupan. Selain itu, guru atau pendidik harus berani meluangkan waktu untuk mendengarkan dan melihat lebih dalam tentang pengalaman dan harapan para siswa dalam belajar.