Minggu Prapaskah keempat, juga disebut "Minggu Laetare", dimana kita diajak untuk ikut bersukacita. Rasanya sulit dan untuk bergembira hari ini, di masa yang sangat sulit ini, antara covid yang terus melumpuhkan kehidupan sosial kita dan perang Rusia Ukraiana yang terus berlanjut dengan segala dramanya, atau mungkin ada diantara kita sudah saling kenal, tetapi kita saling menyapa.
Pekan ini diawali dengan bacaan dari Injil Lukas 15:1-3; 11-32, tentang Bapa yang penuh belas kasihan. Yesus, menghadapi kritik dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, yang menuduh-Nya memiliki hobi yang kotor...yaitu duduk makan dengan para pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi mereka tidak tahu, bahwa Yesus melaksanakan misi utama: sambil menanggapi dengan menceritakan hati Bapa. Inilah bagian penting dari Injil, bahwa Yesus ingin menghadirkan kepada kita gayaTuhan, gaya yang mencintai tanpa batas. Seperti apa gaya mencintai tanpa batas ini ?
Mari kita telusuri gaya hati Tuhan yang Yesus, melalui tiga ikon penting yang ditampilkan dalam Injil hari ini.
Ikon pertama, melambangkan keinginan akan kebebasan yang ditunjukan dalam diri anak bungsu. Dia Sikap ini cenderung melekat dalam diri kita, bahwa kita merasa mampu berjalan sendiri dengan kaki kita. Pertanyaan pertama yang patut kita refleksikan: Apakah kita yakin bahwa kita ingin berjalan secara eksklusif dengan kaki kita? Pengalaman si bungsu ini, mengajak kita untuk mempertimbangkan dengan serius apa arti kebebasan versi manusia sebenarnya.
Ikon kedua menunjukkan kepada kita tindakan yang dilakukan putra bungsu: "lalu dia kembali ke dalam dirinya sendiri". Kalimat ini menggambarkan tempat di mana Tuhan berkomunikasi dengan kita. Kita sering melewatkan dimensi interioritas dan doa. Injil mengundang kita hari ini untuk kembali ke diri kita sendiri, untuk bertanya pada diri sendiri di mana hati kita benar-benar merasa di rumah. Kembali kepada diri sendiri, adalah hak pribadi untuk dapat mengalami kehangatan Tuhan. Istilah metanoia -- wajib untuk orang Kristen: berubah hati-budi,pikiran dan sikap di dalam Allah.
Ikon ketiga, memberi tahu kita tentang tatapan Sang Bapa. Salah satu karakteristik yang paling menarik dari kepribadian Yesus adalah caranya memandang orang... kita melihat: Bagaimana Cara-Nya memandang mereka yang menderita, mereka yang melakukan kesalahan, mereka yang mencintai, atau mereka yang mengikutinya. Allah selalu memandang kita penuh kasih, tetapi seringkali kita memilih memalingkan muka dari tatapan Ilahi ini.
Tantangan terbesar kita, adalah bagaimana mewarisi semangat mencintai dan melayani, sebagai mana yang diajarkan oleh Yesus, dan diwariskan oleh pada pendahulu kita. Bagaimana bertumbuh sebagai anak-anak dari satu Bapa dan bersaudara dengan sesama
Marilah sebagai putra dan putri Allah, kita diundang untuk berani mengisahkan kabar sukacita, bahwa Allah sungguh berbelas kasihan kepada kita. Semoga cinta Allah yang tidak bertepi ini, membuat kita semakin berani untuk terbuka dan saling mengasihi sebagai saudara dalam situasi apapun.Â
Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H