Mohon tunggu...
Don Martino
Don Martino Mohon Tunggu... Penulis - Hanya seorang hamba

Seorang warga dari Keuskupan Agats Asmat, Papua. Mencoba menginspirasi orang-orang terdekat lewat doa dan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasca adu politik: Apa yang diwariskan pada Kita?

21 Mei 2019   18:30 Diperbarui: 22 Mei 2019   02:53 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua putera mahkota beradu argumentasi tentang siapa yang kiranya layak menduduki tahta kerajaan jika Sri Baginda wafat nanti. Debat yang dibarengi dengan kekerasan bersenjata ini, berujung pada tertikamnya sang ayah yang kebetulan sedang berusaha memisahkan kedua putera-nya, dengan sebilah keris. Sesaat sebelum meninggal dunia beliau mengumpulkan anak-anaknya dan berbicara dengan sekuat tenaga, memanfaatkan sisa udara yang memenuhi rongga paru-parunya.  Dengan terbata-bata dia berkata: 

'Anak-anakku...kalian tahu, Ayahmu ini sudah tidak sanggup lagi.
Maafkan ayah karena tidak meninggalkan harta bagi kalian di dalam surat wasiat.
Semua harta telah Ayah bagikan kepada masing-masing keluarga di wilayah kerajaan ini.
Kalian bisa mendapatkan harta itu kembali dari rakyat, jika kalian sanggup menciptakan kedamaian.
Hanya dengan hal ini kalian dapat selamat dan menaklukkan dunia'.

Anak-anaknya pun menangis karena kehilangan sosok Ayah. Mereka juga merasa sedih karena mendapatkan sebuah wasiat dan warisan yang berharga, tetapi terasa sangat berat, yaitu menciptakan kedamaian diantara mereka. Sebuah wasiat yang mudah diucapkan dan dilaksanakan, jika mereka dapat melakukannya dengan sungguh-sungguh. 

Tapi apa itu kedamaian?

Kedamaian adalah keharmonisan atau keteraturan dan ketiadaan ketegangan dan konflik. Namun kenyataannya, dalam sejarah dunia hampir selalu terjadi kisah perang yang memilukan dan gangguan kekerasan. Kedamaian duniawi ini, bagaimanapun, secara konkret bukanlah sungguh-sungguh perdamaian tetapi sebuah pasifisme.

Dalam konteks pasifisme ini seseorang akan berusaha semaksimal mungkin untuk merasa baik, dengan memberikan dirinya atau kelompoknya setiap kenyamanan. Kehadiran orang atau kelompok lain tidaklah terlalu penting. 

Hal ini jelas bertentangan dengan ide kaum Pasifis, dimana  mereka sungguh-sungguh menentang kekerasan, terutama peperangan, tanpa menghiraukan alasannya. Seorang pasifis akan menolak mengangkat senjata dengan alasan hati nurani atau keyakinan agamawi.

Dengan memahami hal ini, kita akan dibantu untuk memperjuangkan sebuah ide tentang  perdamaian berdasarkan kebenaran yang bersumber pada naluri logis kemanusiaan. 

Realitas dunia dewasa ini menggambarkan suatu ketidakseimbangan serius yang muncul di tengah masyarakat. Ada orang-orang yang dengan cara yang unik memperkaya dirinya. Tidak sedikit juga yang demi posisi (yang dibelakangnya tersembunyi niat mengeruk harta) memilih untuk mencintai kedamaian palsu.

Ada juga yang, karena keserakahan para pemimpin atau calon pemimpin, mengakibatkan sakit hati bagi orang lain, tidak dapat hidup dalam kedamaian, dan tidak sedikit yang mati kelaparan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun