Menurunnya daya dukung lingkungan membawa resiko langsung bagi kualitas hidup manusia. Masyarakat semakin rentan terjangkit berbagai penyakit yang ditularkan oleh organisme penular penyakit seperti nyamuk. Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Malaria menjadi momok yang datang berulang membawa ancaman kesehatan. Upaya kuratif tidak akan efektif jika upaya pencegahan minim digalakan. Peran serta masyarakat menjadi faktor kunci menurunkan risiko kerugian kesehatan, materi bahkan nyawa dari wabah ini.
Hadirnya teknologi komunikasi menjadi peluang memberdayakan diri membangun jejaring agar wabah berbahaya dapat diatasi. Pemanfaatan media yang semakin intim dengan kehidupan masyarakat seperti ragam pesan instan dan media sosial adalah pilihan yang layak tempuh. Ponsel, internet dan aplikasi digital menjadi resep ampuh menjalankan misi menanamkan pemahaman, memunculkan kemauan, serta membentuk perilaku hidup sehat. Perpaduan ketiganya menjadi sarana yang efektif guna membentuk jejaring komunikasi dan jejaring edukasi sebagai bagian upaya memutus mata rantai penularan, memberantas habitat hidup nyamuk, serta mewujudkan lingkungan sehat.
Pembangunan Kesehatan
Kesehatan merupakan aset yang sangat mendasar dan berharga bagi setiap individu, bahkan bagi sebuah negara. Tingkat kesehatan masyarakat menjadi perlambang perwujudan ketahanan nasional serta menggambarkan taraf kesejahteraan hidup dari sebuah bangsa. Bangsa yang besar merupakan bangsa yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya, termasuk melalui pembangunan kesehatan yang memadai. Oleh sebab itu pembangunan kesehatan merupakan salah satu bidang prioritas pembangunan di setiap negara guna melindungi masyarakatnya dari berbagai masalah kesehatan.
Pembangunan kesehatan di negara kita diterjemahkan sebagai upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mencapai hal tersebut setidaknya ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu lingkungan sehat, perilaku hidup sehat serta pelayanan kesehatan yang bermutu, adil serta merata. Upaya-upaya tersebut ditempuh meliputi serangkaian kegiatan yang bersifat promosi (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif) serta rehabillitasi (rehabilitatif).
Upaya mewujudkan kesehatan bagi masyarakat bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab pelaksana kebijakan di bidang kesehatan. Justru kini masyarakat memegang peran penting dalam pembangunan kesehatan. Peran serta masyarakat sangat diharapkan dalam upaya mewujudkan masyarakat yang berdaya di bidang kesehatan. Bentuk peran serta tersebut dapat diwujudkan melalui perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Tanpa adanya partisipasi masyarakat, sangat sulit menanggulangi berbagai penyakit yang muncul sebagai ancaman bagi kesehatan.
Mencegah lebih baik daripada mengobati masih menjadi semboyan penting dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Upaya pencegahan jauh lebih mudah dan murah jika harus dibandingkan dengan upaya pengobatan atau rehabilitasi terhadap suatu penyakit. Pengobatan membutuhkan biaya dan sarana sedangkan pencegahan membutuhkan kesadaran dan kemauan dari masyarakat. Kesadaran dan kemauan yang dimaksud adalah inisiatif mengusahakan hal-hal yang dapat meminimalisir munculnya ancaman bagi kesehatan, misalnya membuang sampah pada tempatnya, membersihkan saluran air, mencuci tangan dengan sabun dan lain sebagainya. Oleh sebab itu kini upaya promosi dan pencegahan yang melibatkan masyarakat lebih didorong sebagai garda depan pembangunan kesehatan.
Ancaman yang Datang Berulang
Faktor lingkungan masih menjadi sumber utama munculnya berbagai ancaman bagi kesehatan kita. Anomali cuaca dan menurunnya daya dukung lingkungan telah membentuk kondisi yang menyebabkan munculnya habitat organisme penular berbagai macam jenis penyakit. Kondisi ini semakin diperburuk dengan masih minimnya kesadaran perilaku hidup sehat dimasyarakat, Tidak heran jika kemudian resiko penularan penyakit seperti Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria dan Chikungunya terus menerus terjadi setiap tahun di berbagai daerah. Hal ini merupakan akibat dari rendahnya kepedulian terhadap kebersihan kondisi lingkungan permukiman yang telah menjadi habitat perkembangbiakan nyamuk pembawa penyakit.
Penyakit DBD dan malaria merupakan ancaman rutin bagi kesehatan masyarakat diberbagai daerah di Indonesia. Wabah DBD pertama kali ditemukan berjangkit pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta. Adapun wabah Malaria ditemukan berjangkit pada tahun 1959. Sejak saat itu, kedua wabah penyakit ini meningkat dan menyebar ke seluruh daerah di Indonesia. Bahkan kini sebagian besar daerah di Indonesia menjadi daerah endemik yaitu daerah dengan kemunculan penyakit DBD dan malaria secara rutin setiap tahun. Dari 576 kabupaten/kota di Indonesia, 424 kabupaten/kota diantaranya merupakan endemik malaria. Sementara DBD menetap pada 382 Kabupaten/Kota di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, pemberantasan DBD dan Malaria terus diupayakan. Keduanya merupakan bagian dari prioritas pemberantasan penyakit menular secara nasional.Tentu bukan tanpa alasanDBD dan Malaria menjadi prioritas nasional,sebab keduanya merupakan wabah berbahaya penyumbang kerugian kesehatan, materi bahkan kematian bagi masyarakat.
Faktanya upaya pemberantasan DBD dan malaria sejak pertama kali wabah penyakit ini ditemukan hingga saat ini belum mampu mengeleminasi kemunculan wabah tersebut. Dari tahun ke tahun jumlah kasus DBD dan malaria terus terjadi, bahkan dibeberapa daerah meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Data Kementerian Kesehatan mencatat, pada tahun 2012 terjadi 90.245 kasus DBD dengan angka kematian 816 jiwa. Sementara penderita malaria pada tahun 2012 mencapai 417.819 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 252 jiwa. Adapun pada semester I tahun 2013 (Januari-Juni), kasus DBD terjadi hampir merata di 31 Provinsi dengan penderita 50.348 orang yang 384 orang diantaranya berujung pada kematian. Sementara penyakit malaria hingga semester pertama tahun 2013 tercatat telah menyerang 128.495 penderita.
Jika kita telisik, dua wabah penyakit yang selalu memberi ancaman rutin ini ditularkan melalui organisme penular yaitu nyamuk.Penyakit DBD disebabkanvirus dengue yangditularkan nyamuk Aedes aegyptidan Aedes albopictus.Nyamuk ini juga merupakan penular penyakit Chikungunya. Adapun penyakit malaria ditularkan oleh jenis nyamuk Anopheles yang membawa parasit plasmodium. Jenis nyamuk-nyamuk ini sangat mudah berkembang biak dilingkungan tempat kita tinggal. Namun secara lebih spesifik, kita dapat mengidentifikasi perbedaan habitat hidup kedua nyamuk penular ini. Nyamuk Aedes aegypti, berkembang biak pada air yang cenderung bersih seperti pada tempayan, bak mandi, genangan pada sampah kaleng dan plastik, rongga ban bekas, sertagenangan air yang tidak bersentuhan dengan tanah.Sementara nyamuk Anopheles lebih mudah berkembang biak pada segala kondisi genangan air seperti selokan, sawah, lubang bekas galian serta genangan lainnya. Karakteristik perbedaan habitat hidup ini pada dasarnya dapat digunakan sebagai acuan dalam mengambil langkah pemberantasan sarang nyamuk di lingkungan kita.
Penyakit endemis menular seperti DBD dan malaria sesungguhnya dapat dicegah dan dapat dieliminasi jika kita konsisten dalam pelaksanaan upaya pencegahan. Upaya pencegahan yang paling mujarab yang dapat dilakukan adalah meminimalisir tempat yang dapat menjadi wadah perkembangbiakan nyamuk. Tanpa upaya tersebut akan sulit memutus mata rantai penularan DBD dan Malaria. Meski terlihat sederhana, namun upaya kecil yang berdampak besar ini pada kenyataannya selama ini sulit terwujud secara konsisten dan kolektif. Itulah mengapa wabah DBD dan Malaria selalu berulang menjadi ancaman bagi kesehatan. Kesadaran dan kemauan masyarakat untuk secara konsisten menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggalnya masih minim. Perilaku ini seolah memberi jalan bagi nyamuk pembawa wabah DBD dan malaria untuk berkembang biak. Bila kesadaran masyarakat tidak juga dibangkitkan, maka kerugian materiil, kesehatan bahkan nyawa akan terus terjadi.
Membangun Pemahaman dan Kesadaran
Upaya perlindungan terhadap penularan penyakit oleh nyamuk harus dimulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar.Perlu disadari lingkungan kita telah menjadi tempat “mapan” bagi wabah penyakit seperti DBD dan malaria.Tidak hanya disebabkan oleh kondisi iklim tetapi juga dipengaruhi daya dukung lingkungan yang semakin menurun.Ironisnya perilaku masyarakat kita justru memperparah kondisi dengan membiarkan nyamuk mudah berkembang biakatau dikenal dengan istilah “Man made breeding place” (Manusia membuat sarang nyamuk). Masyarakat kita masih sering membuang sampah sembarangan, membiarkan selokan tergenang, tempat penampungan air terbuka, sehingga menjadi tempat nyamuk berkembang biak.Hal ini yang menyebabkan munculnya resiko penularan penyakit seperti DBD, malaria dan chikungunya.
Partisipasi masyarakat perlu dibangkitkan sebagai kunci melawan malaria. Upaya memutus mata rantai penularan menjadi sangat efektif bila melibatkan partisipasi aktif masyarakat dengan didasari kesadaran, kemauan dan kemampuan bertindak.Penanamankesadaran dan pengetahuan tentang kebersihan lingkungan penting dilakukan sebagai dasarmemberantas organisme penyebar penyakit seperti nyamuk. Hal ini akan membentuk kemampuan serta kemauan cegah berantas penularan DBD dan malaria. Upaya tersebut harus diawali dengan membentuk pola berpikir, pola bersikap dan pola bertindak. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman masyarakat terhadap penyakit DBD dan malaria dan upaya penanggulangannya masih minim. Hal initampak dari masih dibebankannya tanggung jawab pencegahan pada kader-kader dan petugas kesehatan.Padahal melawan DBD dan Malaria harus menjadi tanggung jawab semua pihak karena erat kaitannya dengan kebersihan dan perilaku manusia. Oleh sebab itu sejak awal masyarakat harus ditanamkan pemahaman terstruktur perihal penyakit DBD dan malaria yang meliputi faktor penyebab, penularan, resiko, dampak dari penyakit ini. Kesadaran akan pentingnya langkah-langkah proaktif pencegahan dari masyarakat juga perlu diberikan secara masif.
Pemahaman tentang DBD dan Malaria serta kesadaran pentingnya upaya pencegahan, menjadi dua modal awal untuk mewujudkan langkah selanjutnya yakni mewujudkan pola bertindak. Didasari dengan pemahaman dan kesadaran masyarakat yang sudah terbentuk, maka menentukan pola bertindak akan jauh lebih mudah dan efektif. Pembentukan pola bertindak merupakan langkah mengedukasi masyarakat dengan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencegah serta menanggulangi wabah DBD dan malaria. Mulai dari cara meniadakan habitat dan memutus rantai nyamuk penular melalui gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan kegiatan 3M Plus sebagai ujung tombak. Kemudian menggerakan setiap anggota masyarakat sebagai juru pemantau jentik nyamuk di wilayahnya masing-masing, kegiatan penaburan larvasida (bubuk pembasmi jentik/abate) hingga kegiatan kampanye penerapan hidup sehat. Serangkaian cara ini merupakan upaya yang lebih aman, murah dan mudah dilakukan. Diharapkan dengan terbentuknya kesadaran berpikir dan berperilaku akan melahirkan gerakan kolektif yang mampu mewujudkan lingkungan bersih bebas nyamuk.
Dalam mewujudkan pemahaman dan kesadaran yang berujung gerakan aksi masyarakat, dibutuhkan sarana yang dapat menyalurkan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat secara tepat, cepat dan luas. Sosialisasi yang dilakukan secara langsung selama ini masih terbatas dan belum optimal membentuk kesadaran di masyarakat. Tidak semua masyarakat memperoleh pengetahuan yang sama tentang upaya pencegahan dan penanggulangan DBD dan Malaria. Upaya penyebarluasan informasi melalui pelatihan kader-kader kesehatan yang diharapakan dapat menggerakan masyarakat, justru terkadang bergerak temporer dan menunaikan tanggungjawabnya sendirian. Kini saatnya memberdayakan seluruh anggota masyarakat dengan memberikan edukasi melalui sarana alternatif yang dapat diakses dengan mudah, yakni ponsel dan internet. Ranah seluler yang belum dioptimalkan dapat dimanfaatkan sebagai sarana yang mampu memberikan intervensi wawasan dan pengetahuan untuk menggerakan masyarakat.
Menggandeng Ranah Seluler
Tingginya kepemilikan telepon selular dan pengguna internet oleh rumah tangga di Indonesia adalah peluang yang harus dioptimalisasi. Salah satu indikator tingginya kepemilikan dan penggunaan ponsel tergambar dari persentase rumah tangga yang memiliki/menguasai nomor telepon seluler aktif. Menurut Laporan Sensus Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis oleh BPS pada tahun 2012, terjadi peningkatan pesat persentase rumah tangga yang memiliki/menguasai nomer telepon seluler aktif sebesar 83,52 persen. Angka jauh meningkat dari tahun 2006 yang hanya sekitar 24,60%. Dalam rentang 6 tahun tersebut rata-rata rumah tangga yang memiliki minimal satu nomor telepon seluler aktif tumbuh sebesar 39,92 persen tahun. Pertumbuhan pada masyarakat dipedasaan jauh lebih pesat dibandingkan perkotaan, yang ditunjukan dengan pertumbuhan rata-rata yang mencapai 87,30 persen pertahun sementara daerah perkotaan hanya 20,20 persen pertahun. Hal ini menunjukan kuatnya penetrasi telepon selular hingga pelosok pedesaan dalam satu dekade terakhir.
Kuatnya penetrasi telepon seluler dan tingginya akses masyarakat terhadap internet tidak lepas dari semakin terjangkaunya tarif telekomunikasi dan akes internet. Jaringan komunikasi yang semakin berkualitas kini dikemas dengan tarif komunikasi yang bersahabat. Sementara akses internet handal dengan biaya murah menjadi layanan andalan bagi seluruh provider jaringan komunikasi ke berbagai pelosok negeri. Dua hal ini menjadi alat pemenuh kebutuhan masyarakat yang menginginkan adanya sarana komunikasi sekaligus aktualisasi diri yang murah dan efektif. Penetrasi telepon seluler dan internet dalam aktifitas sehari-hari masyarakat harus dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan mengkampanyekan gerakan masyarakat berdaya melawan DBD dan Malaria.
Menggandeng ranah seluler untuk mengkampanyekan gerakan masyarakat berdaya melawan wabah DBD dan Malaria merupakan langkah strategis. Ranah broandband sangat menjanjikan mengingat perkembangan teknologi dan komunikasi telah menghadirkan ragam saluran komunikasi dan informasi yang dapat menyebarluaskan pesan dan informasi secara luas, cepat dan murah. Di sisi lain, masyarakat rumah tangga kini tidak hanya menggunakan ponsel sebagai sarana komunikasi semata, tetapi juga memanfaatkannya sebagai sarana aktualisasi diri melalui ragam jejaring informasi dan media sosial. Hal ini setidaknya tergambar dari hasil penelitian APJII tahun 2012 terhadap penggunaan internet di rumah tangga. Hasilnya mendapati bahwa akses internet bagi rumah tangga/konsumen paling banyak digunakan untuk mengakses media sosial, yaitu sebesar 88 persen.
Hadirnya ponsel dan internet sebagai bentuk dari kemajuan teknologi komunikasi memberikan peluang untuk menanamkan pemahaman dan kesadaran upaya pencegahan wabah DBD dan malaria. Dengan tarif komunikasi dan internet yang semakin terjangkau, arus penyampaian informasi dapat dilakukan dengan mudah langsung kepada masyarakat. SMS, pesan instan, serta beragam jejaring dan media sosial yang saat ini semakin lekat dengan kehidupan masyarakat, dapat diberdayakan sebagai instrumen penting kampanye gerakan masyarakat cegah dan berantas penularan wabah DBD dan Malaria. Ia dapat menjadi sarana sosialisasi dan edukasi yang efektif tidak hanya dari pemangku kebijakan kepada masyarakat, tetapi juga antar sesama masyarakat.
Penggunaan jejaring komunikasi seperti SMS, Whatsapp, BBM dan berbagai media sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Blog menjadi sumberdaya yang dapat memecahkan kendala dalam menggerakan masyarakat selama ini. Dalam beberapa kasus, media sosial telah terbukti mampu menciptakan kesatuan pemahaman dan gerakan massa melalui kampanye sosial diranah maya tersebut. Efek ini pula yang harus kita ciptakan dalam membangun masyarakat yang berdaya melawan DBD dan Malaria. Jejaring komunikasi dan media sosial dapat menjangkau secara luas masyarakat diberbagai daerah hingga pedesaan. Hal ini menjadi solusi proses sosialisasi langsung yang terkadang terkendala faktor kewilayahan sulit dijangkau. Disamping itu, kendala terbatasnya sumberdaya kesehatan dan kader kesehatan dalam melakukan kampanye juga dapat diminimalisir dengan jangkauan penetrasi jejaring komunikasi dan media sosial.
Gerakan Berdaya lewat Jejaring Maya
Ancaman wabah DBD dan Malaria serta rendahnya kesadaran perilaku hidup sehat dalam mencegah penularan DBD dan Malaria menjadi dua hal yang perlu diakomodir melalui masuknya jejaring komunikasi dan media sosial. Buah karya teknologi komunikasi ini akan memainkan perannya sebagai penyampai informasi terstruktur mengenai penyakit DBD dan malaria yang meliputi faktor penyebab, penularan, resiko, dampak dari penyakit kepada masyarakat. Keseluruhan upaya ini dapat dirangkum menjadi sebuah gerakan yang diharapkan memicu gelombang kepedulian masyarakat terhadap pentingnya perilaku hidup bersih khususnya dalam mencegah penularan wabah DBD dan Malaria.
Upaya optimalisasi ponsel dan internet dalam kampanye melawan DBD dan Malaria dapat diimplementasikan dengan menggalakanGerakan Berdaya Atasi Nyamuk (Geber Amuk) yaitu gerakan yang diinisiasi oleh warga masyarakat secara bottom-up sebagai proses membangun kesadaran dan menerapkan budaya bersih lingkungan bebas sarang nyamuk. “Geber Amuk” mengajak masyarakat berdaya dan mandiri melawan wabah penyakit dengan cara meniadakan tempat perindukan nyamuk di lingkungannya. Mekanisme operasional pelaksanaannya kemudian ditempuh melalui pembentukan jejaring edukasi dan jejaring komunikasi.
Jejaring edukasi dibentuk sebagai sarana untuk membentuk pemahaman masyarakat tentang wabah DBD dan Malaria sekaligus pencegahannya. Jejaring edukasi Gerakan Berdaya Atasi Nyamuk (Geber Amuk) dikemas melalui pemanfaatan media sosial seperti Blog, Facebook, Twitter sebagai lumbung informasi dalam sebuah akun. Hal tersebut dapat pula dilengkapi dengan sarana SMS Broadcast untuk menyampaikan pesan secara langsung. Beragam bentuk wawasan dan pengetahuan dimasukan kedalam media sosial tersebut untuk selanjutnya dibaca dan disebarluaskan oleh sesama anggota masyarakat. Kader-kader kesehatan juga dapat berperan menampilkan informasi-informasi untuk mengajak dan menghimbau masyarakat membudayakan hidup sehat sekaligus berwawasan lingkungan. Konten yang dapat disebarluaskan antara lain profil wabah DBD dan Malaria; kampanye prinsip 3M plus yaitu menutup rapat, menguras tempat penampungan air serta mengumpulkan barang bekas/sampah yang dapat menampung air untuk kemudian didaur ulang; informasi tentang fungsi dan cara penggunaan abate/bubuk larvasida pada tempat penampungan air; jenis tanaman yang dapat mengusir nyamuk, hingga pentingnya menjaga kebersihan lingkungan.
Penyebarluasan wawasan kepada masyarakat kepada melalui jejaring informasi berbasis media sosial, selanjutnya ditindaklanjuti penerapannya dengan membangun jejaring komunikasi. Jejaring komunikasi ini dibentuk dalam perwilayah dengan cakupan yang lebih kecil, misalnya cakupan wilayah administratif rukun warga (RW) sebagai wadah kerja Gerakan Berdaya Atasi Nyamuk (Geber Amuk). Dengan memanfaatkan ponsel yang dimiliki oleh masing-masing rumah tangga, jejaring komunikasi dibangun melalui SMS maupun pesan instan sebagai sistem pelaporan, komunikasi dan peringatan dini. Sebagai sistem pelaporan, jejaring komunikasi ini digunakan untuk mencatat dan melaporkan hasil pemantauan jentik nyamuk dilingkungan rumah masing-masing ke forum tingkat RW. Jejaring komunikasi juga digunakan sebagaimemobilisasi masyarakat dalam agenda kegiatan bersih lingkungan yang sudah diagendakan seperti kegiatan kegiatan minggu bersih yang diisi dengan pembersihan saluran air, menutup galian yang berpotensi menimbulkan genangan, membersihkan sampah dan memangkas pepohonan.Adapun sebagai sistem peringatan dini, digunakan untuk menginformasikan bila ada warga yang teridentifikasi terjangkit DBD atau Malaria.
*****
Kesadaran adalah prasyarat masyarakat untuk berdaya. Jika masyarakat tidak tahu tentang ancaman yang dihadapinya, mereka tidak akan berjuang mengakhiri ancaman itu. Penetrasi perkembangan teknologi komunikasi melalui ponsel dan internet adalah peluang tepat membangun masyarakat berdaya melawan penularan penyakit yang rutin menjadi ancaman. Optimalisasi ranah broadband ini bahkan mampu meretas kendala kewilayahan dan terbatasnya kader kesehatan penggerak masyarakat. Tanggung jawab itu kini dapat kita berdayakan dengan peranserta masyarakat melalui optimalisasi jejaring komunikasi dan media sosial. Hadirnya gerakan masyarakat berdaya lewat ranah maya diharapkan memotivasi dan mendorong partisipasi kearifan lokal masyarakat berbasis pada penerapan budaya hidup bersih dan sehat diberbagai daerah. Gencarnya kampanye diberbagai wilayah akan memperbesar partisipasi masyarakat dalam cegah dan berantas sumber penularan penyakit. Dengan demikian masyarakat dapat berdaya menurunkan ancaman dan risiko penularan penyakit DBD dan malaria sehingga kualitas kesehatan masyarakat dapat meningkat dari waktu kewaktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H