Mohon tunggu...
Martino
Martino Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Freelance Writer

Gemar Menulis, Penimba Ilmu, Pelaku Proses, Penikmat Hasil

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

"Kampung Jari Beling": Upaya Menyikapi Dampak Perubahan Iklim

9 Agustus 2019   16:04 Diperbarui: 9 Agustus 2019   16:06 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu, tepatnya tahun 2007, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) mengeluarkan laporan yang menyatakan indikator pemanasan global yakni kenaikan temperatur total suhu bumi dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,760C dan kenaikan muka air laut dalam rentang waktu antara tahun 1061 sampai tahun 2003 rata-rata 1,8 mm per-tahun. Salah satu indikator yang dicanangkan kala itu ialah mencegah kenaikan suhu bumi hingga 1C. Hampir satu dasawarsa berlalu, tepatnya di Tahun 2016, emisi global telah mencapai sekitar 52 GtCO2e dan diproyeksikan akan mencapai 52-58 GtCO2e pada tahun 2030. Dengan angka ini, angka antisipatif kenaikan temperatur total suhu bumi "bertoleransi" menjadi 1,5C.

Tahun berlalu dan bumi terus mengkonsumsi emisi dari berbagai aktivitas manusia. Angka antisipatif terhadap kenaikan temperatur total suhu bumi semakin bertoleransi meskipun dampaknya semakinmasif terasa diberbagai belahan dunia. Padahal bahaya besar mengancam manusia jika kenaikan temperatur total suhu bumi mencapai lebih dari 1C. Paling tidak laut akan kehilangan lapisan es di atasnya sehingga akan menyerap panas lebih banyak dan mempercepat pemanasan global. Selain itu air tawar akan lenyap dari sepertiga permukaan bumi dan daerah dataran rendah di pesisir pantai akan diterjang banjir. Hal inilah yang dipaparkan oleh Mark Lynas dalam bukunya Six Degrees: Our Future on A Hotter Planet.

Kita dengan segenap aktivitas dalam kehidupan seringkali melupakan dan tidak mau tahu dengan ancaman perubahan iklim yang pengaruhnya telah kita rasakan. Perlu disadari pemanasan global kini bukan lagi sebatas masalah lingkungan, melainkan juga menjadi masalah sosial, ekonomi dan gaya hidup. Mari kita lihat beberapa fenomena yang telah terjadi.

Perubahan iklim berdampak pada tidak menentunya musim hujan dan musim kemarau, menyebabkan hasil-hasil pertanian menjadi tidak menentu kuantitas dan kualitasnya, banyak petani yang gagal panen karena kualitas cuaca yang berubah-ubah. Para nelayan tidak berani melaut karena gelombang laut yang tidak menentu. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi tingkat pendapatan dan harga komoditas dipasaran. Cuaca ekstrim telah membuat berbagai aktivitas menjadi terhambat, contohnya penerbangan.

Kekeringan berkepanjangan yang melanda menyebabkan masyarakat dibeberapa daerah kesulitan memperoleh air bersih sehingga berpengaruh pada kualitas kesehatan. Masyarakat daerah pesisir menjadi semakin sering mengalami banjir dan gelombang pasang, begitupun dengan masyarakat yang bermukim didaerah hulu seringkali mendapat banjir kiriman.

Contoh terakhir bukan merupakan satu-satunya ancaman perubahan iklim terhadap habitat manusia. Wilayah perkotaan merupakan penyumbang terbesar konsentrasi emisi gas rumah kaca, baik dari penggunaan bahan bakar minyak, transportasi, industri maupun sampah. Hal ini membuat masyarakat yang bermukim di wilayah perkotaan juga merasakan langsung dampak pemanasan global yakni menurunnya kualitas dan daya dukung lingkungan. Berkurangnya ketersediaan air, udara yang tidak lagi bersih, suhu udara yang tidak menentu, terganggunya infrastruktur  dan transportasi, terbatasnya penyediaan energi hingga terhambatnya produksi industri dan ekonomi adalah sebagian kecil contohnya. Ironisnya kebutuhan akan permukiman di perkotaan terus meningkat seiring bertambahnya populasi penduduk. Artinya ditengah kualitas dan daya dukung lingkungan yang kian menurun, penduduk yang bermukim diperkotaan justru semakin bertambah padat.

Dampak pada Permukiman

 Semakin meningkatnya jumlah penduduk baik wilayah desa maupun kota berimplikasi pada peningkatan kebutuhan manusia akan hunian. Hal ini ditunjukan dengan semakin banyaknya perumahan dan kawasan permukiman, khususnya diwilayah perkotaan. Seperti yang telah disinggung sebelumnya kawasan perkotaan merupakan penyumbang terbesar konsentrasi emisi gas rumah kaca .  Hal tersebut menjadi mungkin jika melihat realitas kehidupan kota khususnya di indonesia: sedikit sekali memiliki ruang terbuka hijau, transportasi yang semakin tidak efisien dan menjadi penyumbang polusi, penggunaan energi yang tidak dapat diperbaharui semakin meningkat baik untuk industri, perkantoran maupun permukiman, maupun pengelolaan limbah dan sampah yang buruk. Polutan dan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan dari realitas tersebut kemudian masuk ke atmosfer dan semakin memperparah kondisi pemanasan global sehingga menyebabkan iklim tidak lagi stabil. Lantas bagaimana perubahan iklim mempengaruhi lingkungan permukiman? 

Perubahan iklim yang terjadi telah menyebabkan kualitas dan daya dukung lingkungan semakin menurun. Fenomena yang terjadi saat musim hujan tiba, hujan yang turun selalu dengan curah hujan dan frekuensi tinggi. Kondisi ini menyebabkan kawasan permukiman mudah terancam bencana banjir. Hujan yang turun dengan debit air dan frekuensi yang tinggi tidak dapat terserap ke dalam tanah karena  lahan telah habis untuk bangunan fisik dan infrastruktur sehingga langsung menggenang dan mengalir kedalam saluran pembuangan air.

Ironisnya jaringan drainase diwilayah permukiman perkotaan lebih sering dikelola dengan buruk sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Hal ini membuat saluran-saluran pembuangan air tidak mampu menampung debit air hujan sehingga menyebabkan banjir diwilayah permukiman. Dampak banjir dikawasan tersebut tidak lagi sebatas mengganggu aktivitas masyarakat, tetapi telah mengganggu sektor sosial dan ekonomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun