Saya LAROS, alias Lare Osing. Lare Osing yang tidak Osing, sebab Ayah dan Ibu saya adalah RANTAU. Ayah Lamongan, Ibu Madura yang dipertemukan dengan cerita romansa yang entahlah, lantas merantau ke ujung timur Pulau Jawa. Saya LAROS, Lare Osing yang sejak lahir, oek-oek, brangkang, main masak-masak, main anak-anak, TK, SD, SMP, SMA di tanah Osing, di Bumi Blambangan, di Banyuwangi.Â
Saya LAROS, Lare Osing yang tidak bisa berbahasa Osing, Lare Osing yang lebih memilih makan pecel dengan ayam goreng dibanding makan pecel pitik, atau sego cawuk, makanan khas Banyuwangi. Alih-alih makanan Osing yang saya bisa terima ya kalau bukan rujak soto, ya sego tempong, masih cukup normal lah untuk saya.
Saya LAROS, Lare Osing yang lahir dari keluarga yang serba RANTAU. Ayah-Ibu orang RANTAU, mbak saya RANTAU ikut suaminya di Cairo, mas saya RANTAU kerja di Surabaya. Jadi cita-cita saya adalah jadi anak RANTAU juga dengan dalih "Masa semuanya ngerantau, aku nggak?". Â Sekarang saya RANTAU. Anak terakhir dari tiga bersaudara yang akhirnya (Alhamdulillah dengan penuh keikhlasan dan keridhoan eaaa...) diijinkan untuk RANTAU.Â
Karena sebelumnya si Ibu sedikit nggandoli si anak bungsu ini untuk kuliah saja di UNAIR (Universitas Airlangga) yang salah satu kampusnya ada di Banyuwangi, Pendidikan di luar Domisili (PDD). Tapi si anak bungsunya cita-citanya jadi anak RANTAU, jadi kekeuh se-kekeuh-kekeuhnya untuk "KELUAR DARI BANYUWANGI".
Sekarang sudah RANTAU, lalu apa setelah selesai 5,5 tahun pendidikan di rantauan akan kembali "PULANG" di tanah kelahiran? Setiap tiga bulan sekali juga pulang ke Banyuwangi, ngurus ini-itu, atau sekedar hadir di suatu acara. Bukan-bukan! Maksudnya, akankah kembali ke Banyuwangi untuk mengabdi?Â
Apakah juga seperti anak-anak lain yang cita-citanya berpendidikan di RANTAU untuk mengabdi di tanah kelahiran? Toh cita-citamu untuk jadi anak RANTAU juga sudah terkabul bukan? Dan jawaban saya adalah TIDAK. RANTAU tetap menjadi cita-cita yang masih tertancap kuat. Bukan saya tidak mau mengabdi dan menerapkan segala ilmu eksakta yang saya dapat untuk masyarakat Banyuwangi, bukan! Saya akan tetap mengabdi.Â
Sebagai seorang calon tenaga medis saya akan tetap melaksakan salah satu tridharma perguruan tinggi yang telah saya janjikan, PENGABDIAN MASYARAKAT. Bukannya mengabdi pada masyarakat tidak hanya harus kembali ke tanah kelahiran? Saya akan tetap mengabdi, di tempat lain, yang sekarang masih entah dimana.
Bagi saya RANTAU bukan sekedar pergi ke tempat lain, jauh dari rumah, jauh dari tanah kelahiran untuk bertaruh dan mengadu nasib. AH. Bagi saya RANTAU lebih banyak untuk membuka mata bahwa "duniaku" tidak hanya ada di satu tempat, yang harus "ku ketahui" bukan hanya kebudayaan daerah asal saya, lebih-lebih saya dapat lebih menghargai arti perbedaan, meneladani kebaikan-kebaikan yang ada di depan mata saya.Â
Bagi saya RANTAU adalah untuk membuka mata, memperluas wawasan, memperbesar sebuah arti penghargaan. Dan bagi saya RANTAU adalah berbagi, apa yang saya tahu, dan apa yang saya punya kepada orang-orang dengan kebiasaan yang tak sama, kebudayaan yang berbeda, pemikiran yang lain.
Lebih dari itu, bahwasannya saya adalah seorang perempuan, yang kelak akan mendampingi seorang laki-laki sebagai suami saya. Itulah. Apakah saya harus menikah dengan sesama orang yang tinggal di Banyuwangi?, atau mungkin apakah saya harus memaksa laki-laki yang kelak saya nikahi untuk tinggal di Banyuwangi?
 Jika nantinya itu memang terjadi, ya itulah yang ditakdirkan Tuhan. Tapi cita-cita lain saya adalah menikahi orang yang memiliki budaya yang tak sama dengan saya, bukan untuk disama-samakan, bukan untuk dipertengkarkan, bukan untuk dibanding-bandingkan, tapi untuk menjadi sebuah wawasan baru tentang perbedaan. Dan itu lah mengapa saya ingin merantau. Bukan karena saya tidak suka Banyuwangi, bahkan saat ini saya sedang ingin pulang untuk sekedar jalan-jalan hehehe...